Kunjungan Laseda 2019: Dari Masjid Jamik ke Malborough

0
891
Foro bersama peserta Laseda 2019 dengan latar Masjid Jamik Bengkulu (26/6). Foto.FM

Bengkulu – salah satu acara yang dilakukan dalam kegiatan Lawatan Sejarah Daerah 2019 Bengkulu adalah kunjungan ke objek-objek bersejarah di Kota Bengkulu. Tidak kurang lima objek bersejarah yang dikunjungi selama dua hari berturut-turut. Objek-objek tersebut antara lain Masjid Jamik, Makam Inggris, Makam Sentot Alibasyah, Rumah Pengasingan Bung Karno, Makam Fatmawati dan Benteng Malborough. Kegiatan kunjungan ini dilakukan pada Rabu – Kamis, 26-27 Juni 2019.

Baca juga: Perlu Kreativitas Memaknai Tinggalan Sejarah

Pada hari pertama kunjungan yakni Rabun (26/6), para peserta dibawa ke empat objek sejarah yaitu Masjid Jamik, Makam Inggris, Makam Sentot Alibasyah dan Rumah Pengasingan Bung Karno. Ketiga objek tersebut sangat ikonik di Kota Bengkulu dengan rincian berikut:

  1. Mesjid Jamik

Mesjid Jamik Bengkulu terletak di Pintu Batu, di persimpangan jalan raya yang cukup ramai. Di sekitar lokasi mesjid terdapat bangunan pertokoan dan rumah-rumah makan bahkan hotel dan penginapan.

Masjid Jamik

Pada tahun 1938, Ir. Soekarno diasingkan ke Bengkulu oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada awal kedatangannya ke Bengkulu Bung Karno mengadakan pendekatan pada masyarakat Bengkulu yang mayoritas beragama Islam. Bung Karno sering berkeliling kota untuk mengenal lebih dekat keadaan Bengkulu. Pada saat berkeliling kota itu ia memperhatikan kondisi mesjid-mesjid yang ada di kota Bengkulu. Pada akhirnya Bung Karno merancang gambar bangunan dalam rangka perbaikan sebuah mesjid yang terletak di tengah kota Bengkulu yang bernama mesjid Jamik.

Bung Karno sebagai seorang arsitek tidak merubah dan menambah semua bangunan mesjid yang lama, tetapi sebagian besar tetap dipertahankan seperti dinding yang ada hanya ditinggikan 2 meter, dan juga lantai ditinggikan 30 cm. Adapun yang tembok oleh Bung Karno adalah bagian atap dan tiang-tiang mesjid.

Bangunan masjid Jamik yang ada sekarang merupakan bangunan mesjid dengan konstruksi permanen, terdiri atas tiga bagian yang saling menyatu, yaitu bangunan inti, bangunan serambi dan bangunan tempat wuduk/kamar mandi. Mesjid Jamik mempunyai bentuk atap khas, tidak memakai kubah sebagaimana mesjid-mesjid lainnya.

  1. Makam Inggris

Komplek makam Inggris terletak di Kelurahan Jitra. Komplek ini tidak dapat dilepaskan dari sejarah Benteng Marlborough, karena menurut catatan Inggris di Bengkulu telah ribuan orang meninggal akibat perang, atau penyakit dan sebagian diantaranya dimakamkan di komplek pemakaman Jitra ini.

Makam Inggris

Komplek pemakaman ini mempunyai luas 4.343 m2 dan diperkirakan makam orang asing berjumlah 127 buah yang berukuran kecil maupun besar. Bentuk makam bervariasi. Ada yang berbentuk limas dan ada pula yang tidak memiliki atap. Pada tubuh makam juga ada ditemui pola hias yang bervariasi dan ada yang menonjol ciri khas Eropa, yang memiliki pilar dan bermotif bunga. Makam ini banyak dikunjungi oleh para wisatawan baik dalam negeri maupun mancanegara.

  1. Makam Sentot Alibasyah

Makam Sentot Alibasyah terletak di Kelurahan Bajak, Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu. Makam tersebut terletak di kompeleks pemakaman umum. Luas keseluruhan lebih kurang 400 m2. Sentot Alibasyah adalah seorang Panglima Perang Diponegoro dalam melawan kolonial Belanda di Pulau Jawa. Setelah Pangeran Diponegoro dan Sentot Alibasyah ditangkap, kemudian Sentot Alibasyah dikirim ke Sumatera Barat. Karena Sentot Alibasyah memberikan dukungan kepada Kaum Paderi, maka Sentot Alibasyah ditarik kembali ke Jawa dan disingkirkan ke Cianjur.

Makam Sentot Alibasyah

Di Batavia ia diizinkan oleh Belanda untuk menunaikan ibadah haji. Sepulangnya dari Mekkah (1833), ia langsung menjalani putusan pengadilan yaitu, dibuang ke Bengkulu. Pangeran Alibasyah Prawiradiraja, yang lebih dikenal dengan nama Sentot Alibasyah, dengan surat pengusulan dan Gubernur Jenderal dalam Dewan tertanggal 12 Desember 1843 La N dibuang ke Bengkulu.

Sampai saat ini riwayat Sentot Alibasyah selama berada di Bengkulu belum dapat diungkapkan secara baik. Dari data yang ada hanya diungkapkan ia meninggal di Bengkulu pada tanggal 17 April 1855 dan dimakamkan di Kelurahan Bajak, Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu (Lokasi makam Sentot Alibasyah dahulunya disebut juga “Surau Lamo”). Setiap saat makam Sentot Alibasyah banyak dikunjungi oleh wisatawan asing maupun domestik.

  1. Rumah Kediaman Bung Karno

Rumah Bung Karno  terletak di tengah kota Bengkulu, tepatnya di jalan Sukarno Hatta Kelurahan Anggut Atas Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu. Tidak diketahui kapan rumah ini dibangun. Awalnya rumah ini adalah milik seorang pedagang Tionghoa yang bernama Lion Bwe Seng yang disewa Belanda untuk Bung Karno selama pengasingan. Hingga sekarang ciri-ciri rumah masih tetap dipertahankan seperti lobang angin yang terdapat di atas jendela dan pintu bermotif huruf/ungkapan dalam bahasa cina.

Rumah Kediaman Bung Karno

Rumah tersebut cukup luas dengan ukuran 9 x 18 m dan mempunyai luas halaman seluruhnya 40.434 m2. Bangunan rumah tersebut terdiri dari beranda depan, kamar kerja, kamar tidur, beranda belakang, dapur dan sebuah sumur. Di dalam rumah terdapat perlengkapan atau perabot rumah tangga yang dirancang oleh Bung Karno, pakaian kelompok sandiwara (tonil monte Carlo) dan sepeda yang pernah yang digunakan oleh Sukarno selama di pengasingan di Bengkulu.

Pada saat Bung Karno menempati rumah itu, selalu dijaga ketat oleh petugas kepolisian Belanda. Siapapun tamu beliau terlebih dahulu harus melapor dan minta izin kepada petugas penjagaan. Ruang gerak Bung Karno dibatasi. Meskipun demikian, Bung Karno masih lolos untuk berhubungan dengan tokoh-tokoh politik lainnya seperti Husni Tamrin, Hamka, dan Kyai Haji Mansyur.

Bung Karno menempati rumah ini sejak pengasingannya di Bengkulu yakni tahun 1938 hingga 1942. Selama dalam pengasingan, Bung Karno mempunyai dua orang pembantu, yaitu Miin dari Sunda dan Fadil dari daerah Lebong. (bersambung) (FM)