PROFIL KUTA SEBAGAI KAMPUNG ADAT

You are currently viewing PROFIL KUTA SEBAGAI KAMPUNG ADAT

PROFIL KUTA SEBAGAI KAMPUNG ADAT

PROFIL KUTA SEBAGAI KAMPUNG ADAT

Oleh:
Ria Intani T.
(BPNB Jabar)

Rumah Beratap Rumbia Berdinding Bilik
Sumber Foto: Dok: Pribadi

Ada tiga hal yang setidaknya melekat pada Kampung Kuta hingga selanjutnya dijuluki sebagai kampung adat. Pertama adalah bahan dan bentuk bangunan rumah tinggal penduduknya sama. Kedua, adat istiadatnya masih kental. Ketiga, ada ketua adat yang mengendalikan jalannya adat istiadat.

Kampung Adat Kuta berada di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Kampung Adat Kuta di sebelah utara berbatasan dengan Dusun Cibodas, di sebelah barat dengan Dusun Margamulya, dan di sebelah timur dan selatan dengan Sungai Cijolang. Kampung Adat Kuta berada di suatu lembah yang dikelilingi tebing hingga kemudian memunculkan nama “Kuta” yang berarti tembok atau benteng. Luas kampung 97 ha, mencakup 40 ha hutan lindung, permukiman, sawah, ladang, kebun, kolam ikan, jalan, tanah lapang, gunung dan mata air keramat. Rumah-rumahnya berjajar di tepi jalan kampung atau mengelompok pada tanah yang datar. Setiap rumah berpekarangan luas dengan tanaman pokoknya kawung. Tidak heran mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai pengrajin gula aren. Selain ada petani sawah, peternak, dan pengrajin anyaman. Seluruh warga Kuta beragama Islam.

Kampung Adat Kuta dikomandoi oleh dua orang pemimpin, pemimpin formal dan informal. Pemimpin formal adalah ketua RT, ketua RW, kepala dusun dan kepala desa yang biasa disebut dengan kuwu. Pemimpin informal adalah ketua adat dan kuncen. Kuncen mengurusi upacara-upacara dan yang berkenaan dengan hutan keramat, adapun urusan adat istiadat selebihnya oleh ketua adat. Adat-istiadat diimplementasikan dalam bentuk pamali ‘tabu’. Tabu tersebut di antaranya berkenaan dengan: pemberian nama anak yang baru lahir, membangun rumah, tata cara bekerja, kesehatan, pernikahan, kehamilan, penguburan, dan berkenaan dengan keberadaan hutan keramat, berikut beberapa di antaranya:

  • Tabu berkenaan dengan membangun rumah, di antaranya: Tabu membangun rumah dengan genteng dan tembok. Larangan ini dimaksudkan agar penghuni rumah tidak seperti dikubur. Rumah dari tanah (genteng) serta letaknya melebihi batas kepala manusia, sama artinya dengan dikubur. Istilah kuncen adalah tidak boleh membuat istana (baca: rumah) jadi astana (kuburan). Rumah harus berbahan bilik dan kayu dan berbentuk panggung. Hal ini sebenarnya dikarenakan kondisi tanah di Kuta labil sehingga apabila berbahan bata maka bobot rumah akan berat hingga bisa amblas. Rumah bilik dan kayu tidak boleh menyentuh tanah supaya tidak lembab. Bilik dan kayu yang lembab akan rentan terhadap rayap, karenanya dibentuk panggung.
  • Tabu membangun rumah dengan posisi saling memunggungi satu sama lain. Dengan kata lain posisi rumah yang satu dengan yang lain harus berhadapan, terkecuali kalau jaraknya jauh. Hal ini agar apabila penghuni di suatu rumah terkena musibah maka akan diketahui oleh penghuni yang ada di depannya.
  • Tabu berkenaan dengan leuweung karamat ‘hutan keramat’, di antaranya: Bagi yang masuk hutan keramat tabu untuk mengenakan baju dinas dan perhiasan. Maksudnya, diingatkan bahwa orang tidak boleh sombong karena di mata Tuhan semua makhluk itu sama. Tabu mengenakan alas kaki, maksudnya agar tidak merusak tanaman yang ada di hutan keramat. Tabu meludah, buang air kecil dan sebagainya, maksudnya adalah untuk menjaga kebersihan hutan keramat. Dan, tabu masuk hutan keramat selain hari Senin dan Jumat.
Rumah saling Berhadapan
Sumber Foto: Dok: Pribadi

Selain itu, adat-istiadat di Kuta juga mewujud dalam berbagai upacara tradisional. Terdapat upacara yang diselenggarakan untuk kepentingan perseorangan seperti upacara yang berkaitan dengan daur hidup dan mendirikan rumah, dan upacara yang diselenggarakan untuk kepentingan bersama seperti upacara nyuguh, hajat bumi, dan babarit. Masyarakat Kuta juga percaya terhadap tabet-tabet ‘tempat-tempat yang dikeramatkan’, seperti leuweung karamat, Gunung Wayang, Gunung Panday Domas, Gunung Barang, Gunung Batu Goong, dan Ciasihan. Selain juga percaya pada adanya hari, nama, arah, dan tempat yang baik. Beberapa kegiatan yang didasarkan pada perhitungan antara lain memberi nama pada bayi, melakukan pekerjaan, mendirikan rumah, pindah rumah, dan menentukan arah berikut tata letak rumah yang akan dibangun, serta menentukan hari perkawinan dan khitanan. Dalam hal kesenian, terdapat di antaranya kesenian tayub, gondang, dan terbang. Keharmonisan masyarakat Kampung Adat Kuta, juga terjaganya lingkungan dan tata nilai oleh karena kesetiaan warganya dalam menjalankan amanah leluhur.