Berbisik: ”Seni Tradisional Karinding Menembus Dinding Global”

You are currently viewing Berbisik: ”Seni Tradisional Karinding Menembus Dinding Global”

Berbisik: ”Seni Tradisional Karinding Menembus Dinding Global”

Berbisik: ”Seni Tradisional Karinding Menembus Dinding Global”


Tanggal : Kamis, 9 Juli 2020
Pukul : 10.00-12.00 WIB
Media Daring : https://www.youtube.com/BPNBJabar (LIVE)
E-Sertifikat : http://bit.ly/ikutberbisiklagi

Dikutip dari laman BPNB Jabar, Karinding adalah alat seni tradisional Sunda berupa bilahan kecil yang memanfaatkan resonator rongga mulut untuk menghasilkan bunyi dengung. Fungsi awalnya merupakan alat pengusir rasa bosan para petani pada saat menunggu padi di sawah dari serangga atau burung pemakan padi. Perkembangan berikutnya adalah sebagai fungsi sosial, yaitu sebagai salah satu bagian dari kekayaan alat musik tradisional masyarakat Sunda.
Dibalik fungsi kaulinan ‘permainan’ bagi para petani, ternyata suara yang dihasilkan karinding menurut Lina Herlinawati dalam tulisannya berjudul “Fungsi Karinding bagi Masyarakat Cikalongkulon Kabupaten Cianjur” (2009: 100-101), adalah suara dengan tingkat decible ‘kebisingan’ yang rendah atau low decible. Suara dengan tingkat kebisingan seperti itu disebut ultrasonik, yang getarannya hanya bisa didengar oleh serangga, binatang sejenis hama, seperti wereng, simeut ‘belalang’, jangkrik ‘jengkrik’, dan sebagainya. Konon, karinding merupakan salah satu alat yang telah digunakan karuhun ‘nenek moyang’ sejak sebelum ditemukannya alat musik tradisional kacapi. Usia kacapi sendiri sudah mencapai lebih dari 500 tahun yang lalu. Jadi, diperkirakan usia alat musik tradisional karinding sudah lebih tua dari 600 tahun.
Dalam satu waditra karinding terdapat tiga bagian yang berpadu untuk menghasilkan suara, yaitu pancepengan, cecet ucing, dan paneunggel. Pancepengan adalah bagian yang berfungsi sebagai tempat untuk memegang dengan menggunakan salah satu tangan (kiri atau kanan). Cecet ucing ‘ekor kucing’ adalah bagian tengah karinding yang berfungsi sebagai tempat keluarnya suara. Pada bagian tengah tersebut, terdapat satu rongga yang tersisip bilah kecil bambu yang dapat meghasilkan bunyi jika bergetar. Terakhir adalah Paneunggel, yaitu bagian ujung karinding yang berfungsi sebagai tempat untuk ditoel ‘dicolek/dipukul’ dengan menggunakan jari pada tangan satunya lagi.
Sekilas, suara yang dihasilkan oleh karinding nampak monoton. Namun, di tangan seorang Iman Rahman Anggawiria Kusumah atau akrab disapa dengan panggilan “Kimung”, alat musik tradisional Karinding kini sudah menembus dinding musik global. Sebuah prestasi yang luar biasa tentunya. Dan, kabar prestasi ini tentu akan langsung menimbulkan sebuah pertanyaan, bagaimana prosesnya?
Melalui kegiatan BERBISIK (Berbincang Asyik), sebuah acara daring yang diselenggarakan Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat (BPNB Jabar) akan berusaha untuk membahas proses, strategi, dan berapa lama waktu yang dibutuhkan sehingga karinding sebagai alat musik tradisional Sunda dapat dikenal oleh masyarakat musik dunia. Acara daring dengan topik “Seni Tradisional Karinding Menembus Dinding Global” ini tentunya akan mengundang KIMUNG sebagai tokoh dibalik kesuksesan dalam mengantarkan karinding menembus musik global. Dipandu oleh Ria Andayani Somantri (peneliti budaya BPNB Jabar), acara daring akan dipersembahkan secara LIVE pada :
Tanggal         : Kamis, 9 Juli 2020
Pukul            : 10.00-12.00 WIB
Media Daring : https://www.youtube.com/BPNBJabar (LIVE)
E-Sertifikat    : http://bit.ly/ikutberbisiklagi