Peristiwa Kematian di Baduy

You are currently viewing Peristiwa Kematian di Baduy
IM000835.JPG

Peristiwa Kematian di Baduy

Peristiwa Kematian di Baduy

Oleh:
Ria Andayani Somantri
(BPNB Jabar)

Kematian adalah rahasia sang pencipta, dan peristiwa kematian pada masyarakat Baduy disebut kaparupuhan. Ketika mendengar berita kematian seseorang, warga kampung serta kerabat berdatangan menunjukkan rasa duka cita mereka yang mendalam kepada keluarga yang ditinggalkan. Mereka datang sambil membawa beras, kelapa, gula aren atau makanan yang sudah siap dihidangkan. Mereka pun tanpa ragu menyingsingkan baju dan mengulurkan tangan membantu segala sesuatu terkait dengan pengurusan jenazah dan upacara penguburan. Selain itu, mereka juga bergotong royong membantu keluarga yang ditinggalkan untuk keperluan hajatan kematian. Pada saat ada kematian, buyut ’tabu’ bagi orang Baduy menangis sampai mengeluarkan suara keras.

Jika yang meninggal itu pria, jenazahnya akan diurus oleh seseorang yang disebut panghulu jalu; dan jika yang meninggal dunia itu perempuan, penghulu bikang yang akan mengurus jenazahnya. Pengurusan jenazah diawali dengan memandikannya di atas batang pohon pisang, yang diletakkan di bagian samping muka rumah. Seluruh badan jenazah digosok dengan daun sirih sampai benar-benar bersih. Setelah itu, jenazah dibungkus dengan kain kafan tenunan setempat. Pada waktu yang telah ditentukan, jenazah sudah siap untuk diberangkatkan ke tempat pemakaman yang letaknya dekat dengan kampung. Pada saat jenazah diberangkatkan dari rumah duka, salah seorang kerabatnya mengantar prosesi tersebut dengan doa yang disebut ceurik panglayuan (tangisan mayat). Tiba di area pemakaman, sudah disiapkan makam yang telah digali dengan bambu yang diruncingkan. Selanjutnya, jenazah pun dikubur. Masyarakat Baduy menandai kuburan tersebut dengan pohon hanjuang. Mereka tidak pernah memelihara kuburan.

Keluarga yang ditinggal mengadakan hajatan dengan memotong beberapa ekor ayam. Semua warga Baduy yang membantu penyelenggaraan upacara kematian diberi makan, bahkan waktu mereka kembali juga dibekali nasi dengan lauknya. Keluarga juga akan mengirim makanan dalam jumlah yang cukup banyak kepada puun dan pemangku adat lainnya. Lamanya hajatan itu paling sedikit dilakukan selama 3 hari. Setiap malam kerabat dan tetangga terdekat berkumpul, mengobrol, kemudian disuguhi makan atau makanan ringan.