Oleh-oleh dari Lampung Timur

Oleh-oleh dari Lampung Timur

Perjalanan bandung – Lampung timur memang dirasakan cukup melelahkan. Selama 15 jam tim WBTB Kabupaten Lampung Timur berada di perjalanan untuk sampai di Sukadana yang merupakan ibukota Kabupaten Lampung Timur. Tujuan dari Tim ini adalah untuk menggali informasi dan menginventarisasi data Warisan Budaya Takbenda (WBTB) yang ada di Kabupaten Lampung Timur. Rombongan berjumlah 8 orang dengan ketua Drs. Yuzar Purnama berangkat dengan tujuan pertama untuk memperoleh informasi awal data WBTB di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lampung Timur. Sambutan ramah mewarnai tim yang baru datang dan langsung dipersilahkan menuju ruang kabid kebudayaan. Obrolan santai yang terfokus pada pelestarian nilai budaya di Lampung timur ternyata mengungkapkan poin-poin yang sangat penting untuk ditindaklanjuti.

Salah satunya adalah keseriusan kabid kebudayaan yang berupaya mengangkat Tari Melinting sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Indonesia ternyata berjalan cukup sulit. Rombongan yang dipimpin kabid kebudayaan ternyata masih belum mengetahui alur pengesahan WBTB Indonesia. Mereka pergi ke Kemdikbud namun informasi yang diberikan mengenai alur pengesahan ternyata salah. Mereka diinformasikan untuk menuju Kemenkumham karena dikiranya mereka hendak mempatenkan Tari Melinting. Bergegas rombongan disbudpar Lampung Timur kesana. Di Kemenkumham, mereka mempresentasikan tari melinting. Dari presentasi tersebut, Kemenkumham menyimpulkan bahwa bukan hak paten yang diinginkan oleh Disbudpar Lampung Timur tapi hanyalah pengesahan untuk menjadikan Tari Melinting sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Mereka kemudian diarahkan untuk kembali menuju Kemdikbud. Dan, setelah berupaya memperoleh informasi yang akurat akhirnya mereka sampai pada bidang yang secara khusus menangani WBTB.

Berdasarkan pengalaman mereka, segenap staf Disbudpar sangat senang atas kedatangan tim WBTB dan berupaya memberikan informasi budaya baik secara lisan maupun tulisan. Banyak oleh-oleh yang diberikan diantaranya berupa buku-buku referensi mengenai aset budaya yang ada di Kabupaten Lampung Timur. Sangat dibutuhkan memang referensi sekunder dari disbudpar Lampung Timur karena penggalian melalui teknik face to face antara tim WBTB dengan informan seringkali membutuhkan waktu yang cukup lama karena adanya perbedaan persepsi antara apa yang ditanyakan tim WBTB dengan persepsi sang informan. Hal ini disebabkan diantarany belum ada sosialisasi WBTB yang dilakukan baik oleh instansi daerah maupun oleh instansi pusat yang secara khusus menangani WBTB. Sementara itu, tim diberikan kuota untuk mendapatkan hasil minimal 25 formulir WBTB yang telah terisi lengkap. Tidak hanya formulir yang telah diisi, untuk pengajuan WBTB juga diharuskan menyertakan informasi sekunder baik berupa karya ilmiah, film dokumenter, buku cetak maupun gambar atau foto-foto yang mendukung keberadaan karya budaya yang akan diangkat tersebut. Beruntung salah satu anggota tim WBTB Lampung Timur memiliki kenalan seorang pemerhati budaya Lampung Timur bernama Sarbini. Ia sangat antusias membantu tim WBTB untuk memberikan data dan mengundang informan-informan ke rumahnya. Ada sekitar 10 informan yang datang dan bersedia untuk diwawancarai mengenai aset budaya yang mereka ketahui. Dan, seperti yang dikemukakan di atas bahwa jawaban yang diberikan informan kebanyakan sangat singkat sehingga harus dianalisis serta ditambahkan data pendukung untuk kemudian dituangkan dalam lembar formulir WBTB. Oleh karena itu, tim memerlukan waktu untuk menanyakan kembali kepada informan tersebut. Setelah sekitar 2 minggu berada di Lampung Timur, tim WBTB Lampung Timur akhirnya kembali ke Bandung dengan membawa data-data WBTB yang siap untuk dianalisis dan diisikan ke dalam formulir WBTB.