Sakai Sambaian, Adat Gotong Royong Dalam Perkawinan di Nabung Lampung Timur

You are currently viewing Sakai Sambaian, Adat Gotong Royong Dalam Perkawinan di Nabung Lampung Timur

Sakai Sambaian, Adat Gotong Royong Dalam Perkawinan di Nabung Lampung Timur

Sakai Sambaian, Adat Gotong Royong Dalam Perkawinan di Nabung Lampung Timur
Oleh:
Ani Rostiyati
(Balai Arkeologi Provinsi Jawa Barat)

Gotong royong sudah menjadi nafas kehidupan bagi masyarakat Indonesia, terutama mereka yang tinggal di pedesaan. Semua aktivitas dilandasi dengan semangat gotong royong. Demikian pula di Lampung, seperti tertuang pada salah satu prinsip hidupnya yang disebut sakai sambaian. Sakai (sesakai) artinya tolong- menolong di antara sesama secara bergantian, dan sambaian (sesambai) artinya bergotong royong dalam mengerjakan sesuatu yang besar dan berat. Gotong royong tolong menolong sebagai salah satu unsur dalam pandangan hidup orang Lampung, dinilai sebagai sesuatu yang baik, yang perlu dihadirkan dalam relasi sosial.
Desa Negara Nabung adalah salah satu desa di Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lampung Timur yang masih kuat memiliki prinsip sakai sambaian kegiatan bergotong royong, baik di bidang pertanian, pelaksanaan upacara adat, kematian, pembuatan rumah, dan kerja bakti untuk kepentingan umum. Adapun gotong royong tolong-menolong dalam bidang perkawinan, bisa terlihat dalam beberapa kegiatan yakni Nyani kubu, yaitu kegiatan kerjasama tolong menolong dalam membuat tarup yang dilakukan oleh laki-laki dewasa dan bujang, dengan jumlah 10 sampai 15 orang. Ngakuk hibas, yaitu kegiatan kerjasama dalam mencari daun enau muda yang akan digunakan baik sebagai perlengkapan upacara maupun bahan untuk membuat lepet. Ngerang, yaitu kegiatan jerjasama menumbuk padi yang dilakukan kaum ibu-ibu atau gadis. Tandang, yaitu mencari keperluan pesta yang bahannya berada dalam hutan yakni mencari kayu bakar, kegiatan ini dilakukan oleh laki-laki. Melawai, yaitu kegiatan kerjasama mencari ikan di sungai. Ngebebak kubu, atau ngabungkar kubu, yaitu kegiatan membongkar tarup. Memasak untuk keperluan pesta yang dilakukan 5 hari sebelum prosesi upacara, dilakukan oleh para istri penyimbang dan ipar perempuan dari istri kakaknya. Perkawinan bagi masyarakat Lampung, demikian juga Desa Negara Nabung bukan hanya merupakan urusan pribadi, tetapi merupakan urusan kerabat dan famili bahkan termasuk status atau derajat. Oleh sebab itu semua dikerjakan secara bersama-sama mulai dari persiapan sampai pelaksanaan upacara adat perkawinan. Satu minggu sebelum pelaksanaan upacara, keluarga melaksanakan suatu musyawarah (perwatin) bersama dengan pemimpin adat (penyimbang). Mereka membicarakan segala sesuatu tentang pelaksanaan upacara. Kegiatan memasak biasanya dilakukan oleh para ibu-ibu yang dikoordinir oleh istri penyimbang. Adat Lampung mengharuskan kegiatan memasak diatur oleh bebai mirul yakni kelompok para istri penyimbang dan kaum ibu yang berhak dan berkewajiban mengatur wanita menurut jenjang kedudukan suami masing-masing. Dalam upacara adat mirul, semua perempuan yang bersuami dengan perkawinan pembayaran jujur, berkewajiban bekerja di dapur untuk menyiapkan makanan. Dalam pekerjaan tersebut dibantu oleh para suaminya yang disebut dengan mengiyan. Batas kedudukan antara para ibu/istri
Kegiatan gotong royong tolong menolong dalam perkawinan juga terlihat pada sumbangan uang atau barang yang diberikan kepada pemilik hajat. Tetangga sekitar memberi kayu bakar yang nantinya untuk keperluan memasak, masing-masing memberi satu 1 gerobak kayu bakar yang diangkut sendiri. Tetangga sekitar juga memberi sumbangan (ngejuk) berupa uang berkisar Rp.50.000,00, namun untuk keluarga dekat biasanya memberi uang dan barang yakni kebutuhan pokok seperti beras, gula, mie, sayur mayur, ayam, dan kambing. Semua pemberian ini dicatat untuk kemudian dikembalikan lagi (bales) jika yang memberi sumbangan tersebut punya hajat perkawinan. Ngejuk adalah istilah masyarakat Negara Nabung berarti memberi sumbangan. Jadi gotong royong tolong menolong di bidang perkawinan dilakukan secara kebimbangan (bergantian) atau resiprositas (timbal balik). Arisan perkawinan juga diadakan di Desa Negara Nabung, yakni berupa barang keperluan upacara seperti sembako, ayam atau kambing. Peserta arisan tidak banyak, biasanya masih ada hubungan keluarga. Jika ada yang mau hajat perkawinan, mereka bisa meminta arisan terlebih dahulu. Ngejuk, bales, sambatan, dan kebimbangan adalah istilah yang mencerminkan sikap gotong royong masyarakat Desa Negara Nabung. Ngejuk adalah istilah masyarakat Negara Nabung berarti memberi sumbangan; bales berarti membalas lagi; dan kebimbangan berarti bergantian. Jadi gotong royong tolong menolong di bidang perkawinan dilakukan secara kebimbangan (bergantian) atau resiprositas (timbal balik).
Dalam suatu perhelatan perkawinan, tradisi menyumbang merupakan salah satu aktivitas berantai. Maksudnya jika merasa disumbang, kelak akan berganti menyumbang (resiprokal), begitu pula sebaliknya. Perkawinan bukan saja menjadi urusan pribadi, tetapi juga menjadi urusan para kerabat bahkan dirasakan sebagai kewajiban dan tanggung jawab dari anggota atau masyarakat dari kampung yang bersangkutan. Dalam aktivitas gotong royong tersebut, tentu akan meringankan biaya, waktu, dan tenaga bagi si empunya hajat. Selain itu, menumbuhkan rasa kebersamaan yang pada akhirnya menimbulkan kerukunan sosial. Sistem sumbang menyumbang merupakan rangkaian kegiatan yang penting dalam suatu peristiwa perhelatan, dan merupakan kewajiban sosial yang tidak bisa ditinggalkan. Dalam aktivitas menyumbang terkandung 3 kegiatan yakni memberi, menerima, dan membalas.