Kelom Geulis, Oleh-oleh Khas Tasikmalaya
oleh
Ria Andayani S.
(BPNB Jabar)
Kelom geulis merupakan produk kerajinan khas Tasikmalaya. Berbicara kelom geulis akan erat kaitannya dengan satu wilayah yang disebut Gobras, yang menjadi sentra pengrajin kelom geulis sejak dulu. Akan tetapi, nama Gobras tidak tercatat dalam peta administrasi pemerintahan karena sudah diganti menjadi Dusun Rahayu. Meskipun demikian, Gobras lebih populer dibandingkan dengan Dusun Rahayu.
Dulu, sebelum kerajinan kelom geulis muncul, wilayah Gobras memang dikenal sebagai pengrajin kelom atau bakiak sejak jaman dulu. Nama kelom diperkirakan diambil dari bahasa Belanda ‘kelompen’ yang artinya sandal kayu. Kelom dari Gobras saat itu pun adalah sejenis alas kaki yang dibuat dari bahan baku kayu dan bagian atasnya diberi tali hitam dari bahan ban bekas sebagai sabuk pengikat. Kelom seperti itu bisa dipakai oleh pria maupun wanita, anak-anak juga dewasa. Sampai saat ini pun kelom masih dapat ditemukan, misalnya kelom di masjid biasanya digunakan sebagai alas kaki saat berwudlu. Selain membuat kelom, mereka juga membuat gamparani ‘alas kaki yang dibuat dari bahan kayu dengan ciri khas ada lilingga (bagian atas gamparan yang dicapit oleh ibu jari kaki dan dan jari kaki yang kedua). Gamparan biasanya digunakan oleh kaum pria. Dari sinilah cikal bakal kemampuan warga Gobras dalam membuat kelom geulis.
Kelom Geulis merupakan salah satu hasil kerajinan khas Kota Tasikmalaya berupa alas kaki wanita yang terbuat dari bahan baku kayu. Kelom diperkirakan diambil dari bahasa Belanda ‘kelompen’ yang artinya sandal kayu, sedangkan geulis berasal dari bahasa Sunda yang artinya cantik. Jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, kelom geulis berarti sandal kayu yang cantik. Disebut kelom geulis karena tampilan alas kaki dari kayu tersebut tampak indah dengan cat warna-warni, ukiran motif-motif yang menarik, dan konon kaum wanita yang memakai alas kaki tersebut akan tampak cantik, anggun, dan mempesona.
Latar belakang munculnya kerajinan kelom geulis dimulai lebih kurang pada tahun 1950. Pada saat itu, ada seorang warga Gobras bernama Pohar (versi lain menyebut nama Ohir) sering pergi ke Bandung. Ada kemungkinan dia di Bandung bekerja sebagai buruh di sebuah tempat produksi sandal. Pada suatu ketika, dia dengan Suryo, Ujer, dan Acep Umar berembug ingin menciptakan sandal mentah dari kayu atau kelom geulis mentah (kelom geulis bagian bawahnya) atau disebut bodasan. Rencana tersebut berhasil diwujudkan oleh keempat orang itu berupa kelom geulis mentah yang polos atau tanpa ukiran. Akan tetapi, untuk menyelesaikan kelom geulis mentah tersebut menjadi kelom yang siap pakai (lengkap dengan bagian atasnya) cukup sulit. Mereka tidak memiliki ilmu yang memadai untuk itu. Akhirnya mereka membawa produk tersebut ke Bandung untuk dijual dan ternyata laku. Kemudian, mereka mendapat pesanan kelom geulis mentah dari Bandung dengan model yang baru, yakni yakni kelom dengan hiasan ukiran.
Pesanan tersebut menantang mereka untuk berkreasi lebih baik lagi. Ide awal untuk ukiran terinspirasi dari lingkungan sekitar, yakni membuat ukiran kelom geulis mentah motif bunga. Hasil kreasi mereka ternyata banyak disukai konsumen. Pemasaran yang tadinya terbatas hanya ke Bandung, terus merambah hingga Jakarta. Keberhasilan mereka menjadi pengrajin kelom geulis menggoda para warga setempat, termasuk pengrajin rarancang untuk payung geulis pada masa itu terjun menekuni kerajinan kelom geulis. Sejak itulah warga Gobras mulai menjadikan pengrajin kelom geulis sebagai mata pencaharian utama mereka dan mengalami masa kejayaannya sebagai pengrajin kelom geulis. Kelom geulis yang dibuat oleh pengrajin ada yang berukir dan ada juga yang tidak. Kelom berukir yang paling populer dan mahal pada saat itu adalah kelom dengan rukiran motif barong karena sedang musim barongsay pada saat itu.
Masa kejayaan kelom berangsur-angsur hilang seiring dengan masuknya sandal buatan pabrik. Puncak kehancuran terjadi pada tahun 1970-an. Pada masa itu hanya ada satu pengrajin yang tetap bertahan, yakni Husen. Usaha kerajinan kembali menggeliat pada tahun 1979. Saat itu ada seorang warga Gobras yang berhasil menciptakan kelom terbuat dari lembaran-lembaran tripleks. Produk tersebut tidak hanya digemari konsumen dalam negeri, melainkan juga dari luar 1negeri, seperti Belanda.
Kini, pengrajin kelom geulis tidak hanya ada di Dusun Gobras (Dusun Rahayu) di Kecamatan Tamansari melainkan sudah melebar ke Dusun Ciledug, Nyemplong, Sukamaju, bahkan hingga Kecamatan Cibeureum, yakni di Dusun Nagara Kasih.