Golek Lenong Betawi

You are currently viewing Golek Lenong Betawi

Golek Lenong Betawi

Wayang Golek Lenong Betawi diciptakan oleh Tizar Purbaya. Wayang Golek ini pertama kali dipentaskan pada tahun 2001 di Jakarta. Ide tentang Wayang Betawi tidak muncul begitu saja. Tizar yang merupakan seorang pengrajin dan pedagang barang-barang antik, memang memiliki ketertarikan terhadap wayang. Ia pernah berguru membuat wayang pada Aa Him di Bogor. Tizar pernah pula mengunjungi berbagai negara, sengaja untuk mempelajari seni wayang. Keterampilannya membuat wayang dipelajarinya dari Jepang. Dari keterampilannya itu, Tizar sempat membuka stan wayang golek di Pasar Seni Ancol pada 1978.

Kumpulan tokoh Golek Lenong Betawi (Sumber: kabarinews.com)

Wayang Golek Lenong Betawi mirip pertunjukan Wayang Golek Sunda. Bedanya, Wayang Golek Lenong Betawi menggunakan gambang kromong sebagai musik pengiring. Tema ceritanya dari kisah-kisah legenda Betawi seperti Si Pitung, Si Jampang atau Si Manis Jembatan Ancol. Wayang Golek Lenong Betawi juga tidak menjadikan dalang sebagai ‘pemain tunggal’, seluruh kru bahkan para pemain musik bisa saja melempar“celetukan” di tengah pertunjukkan.

Tizar Purbaya (Sumber: Liputan6.com)

Yang menarik adalah tekniknya. Ada wayang golek yang bisa mengeluarkan air mata atau darah,ada yang kepalanya tertancap sebilah golok, bahkan ada yang bisa berubah wujud menjadi hantu. Memang yang paling unik dari wayang golek ciptaan Tizar adalah kemampuan boneka-boneka wayang itu menampilkan adegan yang tak ada di wayang lain. Misalnya, alis dan bibir yang bisa digerakkan. Untuk membuat Wayang Golek Betawi, biasanya digunakan kayu albasia atau sengon yang mudah diukir. Untuk mengerjakan sebuah wayang golek, biasanya diperlukan waktu lebih dari 3 hari. Keunikan lain dari Wayang Golek Betawi adalah cerita-cerita yang dibawakan selain khas Betawi, juga kerap mengolah peristiwa aktual menjadi pertunjukan yang menarik.

Sumber: Ria Intani T. dkk, “Inventarisasi Karya Budaya Jakarta Utara”, Laporan Penginventarisasian dan Pencatatan Karya Budaya Jakarta Utara, Bandung: BPNB Jabar, 2018.