Gambang Rancag, Seni Pantun dari Betawi
Oleh :
Ani Rostiyati
(Balai Arkeologi Bandung)
Masyarakat Betawi memiliki banyak kesenian, salah satunya adalah kesenian gambang rancag. Kesenian gambang rancag berupa rancag atau pantun berkait yang dinyanyikan dan ditampilkan dalam bentuk teater tutur dengan akting tertentu dan menggunakan iringan orkes gambang kromong. Kesenian ini biasanya ada di kalangan masyarakat Betawi di pinggiran kota Jakarta yang berkembang baik pada periode sebelum tahun 1930. Pada waktu itu kesenian ini cukup disenangi dan merupakan pertunjukan panggilan pada waktu hajatan. Namun dengan perkembangan zaman, penggemar kesenian ini mulai berkurang bahkan tidak ada lagi orang yang menanggap kesenian ini. Para seniman gambang rancag akhirnya berkeliling dari kampung ke kampung dengan cara mengamen. Kesenian gambang rancag sekarang ini mulai hidup segan mati pun tak mau dan seniman rancag juga mulai berkurang. Rancag menggunakan gambang sebagai instrumen pokok dalam gambang kromong yang digunakan untuk mengiringi nyanyian sebagai sarana penampilan cerita dalam pantun berkait. Memiliki aspek-aspek seni sastra, musik, dan seni tari, dan teater. Pergelaran gambang rancag dilakukan oleh dua orang atau lebih juru rancag yang menceritakan dengan cara bernyanyi (melagu) dan diiringi orkes gambang kromong. Sejak awal perkembangannya kesenian ini memeriahkan pesta dalam lingkup terbatas dan dipentaskan tanpa panggung.
Kesenian ini berawal dari gambang kromong yang mendapat pengaruh dari Cina. Pengaruh itu tampak dari alat musiknya, melodi, tema cerita, dan para pelakunya yang kebanyakan dari Cina peranakan. Alat musiknya antara lain gambang, kenong, gendang, kecrek, gong dan alat musik Cina seperti tehyan, kongahyang, dan shukong. Instrumen yang tergabung dalam gambang rancag terbuat dari bambu (suling), kayu (gendang), dan resonator seperti sukong, perunggu (kromong, gong, kecrek), dan kulit (kendang). Lagu yang ditampilkan dibedakan menjadi lagu pembukaan, lagu phobin, lagu sayur sebagi lagu selingan, serta lagu rancag sebagai lagu pokok. Lagu yang sering diperdengarkan baik lagu pembukaan maupun pengiring cerita antara lain; Jali-Jali, Surilang, Persi, Lenggang Kangkung, Cente Manis, Stambul Siliwangi, Gelatik Ungu, Liro, Phobin Kongjilak Perempuan, Sipatmo, Macutay, Cutaypandan dan lain-lain.
Adapun tokoh gambang rancag yang berasal dari masyarakat Betawi antara lain Samad Modo, Kali alias Jalur, Main, Entong Dale, Amsar, dan Ali. Samad Modo, Amsar dan Rame Reyot telah mendapat penghargaan Gubernur DKI Jakarta, sebagai seniman tua yang bertahan selama tiga zaman. Gambang rancag berarti nyanyian yang menuturkan cerita rakyat Betawi dalam bentuk pantun berkait. Gambang rancag umumnya membawakan lakon jagoan atau pendekar seperti; Si Pitung, Si Jampang, Si Angkri dan lain sebagainya. Lakon tersebut diubah menjadi pantun berkait dan dibawakan atau dinyanyikan oleh dua orang bergantian dan berbalas pantun. Gambang rancag ini tidak hanya dimanfaatkan sebagai sarana hiburan, tetapi juga sebagai sarana protes dan kritik sosial. Sebagai contoh tokoh si Pitung merampok orang kaya yang rakus dan tuan tanah yang kejam, merupakan sindiran tidak langsung bahwa orang kaya jangan berbuat semena-mena.
Dalam pergelaran gambang rancag ada 3 bagian. Bagian pembukaan diisi dengan lagu instrumentalia yang disebut phobin. Bagian ini berfungsi mengumpulkan penonton. Setelah itu lagu sayur yang berfungsi sebagai selingan sebelum ngerancag dimulai. Setelah itu lagu ngerancag. Ngerancag bukan pekerjaan mudah, seorang perancag selain mampu bernyanyi harus pula menyusun pantun dan hafal cerita yang akan dibawakan. Dia harus hafal cerita si Pitung, si dan si Angkri, si Jampang, dan lain-lain. Saat ini ahli merancang dapat dihitung dengan jari yang masih bertahan antara lain Samen, Main, Samad odo, Jali Jalut, Entong Dale, dan Amsar. Adapun tema lirik dan lagu dalam gambang rancag antara lain berisi nasihat, kesetiaan, kasih sayang, perjuangan, sedih, dan jenaka. Sedangkan pakaian yang dikenakan oleh perancag adalah: kemeja, jas, celana, kain sarung, dan peci serta pemain musik mengenakan pakaian piyama (baju piyama) dan peci. Namun sekarang lebih sering menggunakan baju muslim (koko). Aspek cerita dalam gambang rancag mengambil cerita rakyat di daerah Betawi (ibukota Jakarta) di antaranya: Aria Prabangsa, Ma Wiratanudatar, Asal Mula Kelenteng Ancol, Bang Martian Kalipasir, Begawan Pulsaren, Begawan Sak Bek Mann, Conat, Datuk Tonggara, Jurag Going, Ki Bondot, Ki Mandureja, Mirth Marunda, Murtado Macau Kemayoran, Nene Jenab dan Buaya Buntung, Orang Bujan Bujang Karem, Orang Derep, Orang di Bu Pancuran Pangeran, Raden Kartadria, Rosins Sampik dan Intay, Si Angkri, Si Duleh, S Jampang, Si Pitung, Saida, Singa Betina, Tua Tanah Kedawung, dan sebagainya. Nama-nama cerita yang disajikan dalam gambang rancag biasanya Si Angkri, Si Pitung, dan Sampik Intay.
Salah satu tokoh gambang rancag yang terkenal adalah Jali jalut, pendiri grup seni gambang rancag Galih putra dari Pekayon Pasar Rebo, Jakarta Timur. Jali Jalut adalah salah seorang tokoh seni gambang rancag yang sudah berusia lanjut 78 tahun, namun sampai sekarang masih aktif berkesenian. Nama sebenarnya adalah Rozali yang dulu dikenal sebagai pemain lenong. Sejak kecil sudah menekuni kesenian Betawi mengikuti jejak orang tuanya pemain lenong. Menjadi seniman lenong ditekuni hingga usia 30 tahun, lalu Jalut beralih menjadi seniman gambang rancag, karena saat itu seniman gambang rancag belum ada. Gurunya Bpk Syamsu terus melatih Jalut menjadi seniman rancag terkenal yang laris ditanggap oleh masyarakat. Namun pada tahun 1960 an gambang rancag sempat mandeg karena pada zaman PKI tidak boleh ada kesenian yang digunakan sebagai alat propaganda karena dianggap menghina Soekarno. Namun tahun 1970-an kesenian gambang rancag bangkit lagi anjuran dari Ali Sadikin Gubernur DKI yang waktu itu sangan perhatian pada budaya Betawi. Pada tahun 80-an kesenian ini mulai surut karena generasi muda mulai kurang suka dengan jenis kesenian ini. Tanggapan mulai berkurang diganti dengan kesenian modern. Namun pada tahun 2009 gambang rancag mulai bangkit lagi saat pemerintah mulai menghidupkan lagi kesenian daerah dan Jalut mendapat sebuah penghargaan berupa uang, piagam, dan piala atas jasanya dalam menekuni kesenian gambang rancag.