JAMANG KURUNG DAN JAMANG KABAYA BADUY
Oleh:
Ria Andayani Somantri
(BPNB Jabar)
Jamang adalah kain tenun berwarna putih polos (Astuti, 2012: 45). Kain tenun tersebut dipakai oleh seluruh lapisan masyarakat Baduy Tangtu/Baduy Dalam, termasuk kaum wanita. Dalam buku Kamus Basa Sunda, kata jamang berarti baju ‘pakaian’, senada dengan yang disampaikan oleh jaro pamarentah di Baduy yang juga mengatakan bahwa jamang adalah sebutan untuk baju atau pakaian. Dalam hal ini, jamang di Baduy menunjuk pada pakaian yang digunakan oleh wanita maupun laki-laki untuk menutupi anggota badan bagian atas, atau dari leher hingga sedikit di bawah pinggang. Bagi kaum wanita Baduy Tangtu/Baduy Dalam, keberadaan jamang sangat penting karena merupakan bahan baku yang digunakan untuk membuat pakaian mereka, yakni pakaian bagian atas yang disebut jamang kurung.
Ada ketentuan adat yang harus dipatuhi ketika akan membuat jamang kurung untuk wanita di Baduy Tangtu/Baduy Dalam. Ketentuan adat tersebut berkaitan dengan penggunaan bahan baku, pilihan warna, dan model jamang kurung. Tidak sembarang bahan baku dapat dipakai untuk membuat jamang kurung. Ketentuan adat mengharuskan wanita Baduy Tangtu/Baduy Dalam memilih kain tenun Baduy atau jamang sebagai bahan baku untuk membuat jamang kurung. Pengadaan kain tenun dilakukan dengan cara menenun sendiri oleh masyarakat Baduy Tangtu/Baduy Dalam. Benang untuk membuat kain tenun biasanya dibeli dari Panamping. Pekerjaan menenun kain dilakukan oleh kaum wanita.
Lembaran kain tenun tadi selanjutnya dijahit untuk djadikan jamang kurung, yang menyerupai kebaya tanpa belahan depan atau lebih mirip baju kurung. Proses menjahit tidak boleh menggunakan mesin jahit, melainkan harus dikecos ‘dilakukan secara manual menggunakan tangan dengan alat bantu jarum dan benang untuk menyatukan potongan kain tadi’. Umumnya wanita Baduy Tangtu/Baduy Dalam dapat menjahit dengan cara dikecos. Meskipun menggunakan tangan, hasilnya tetap bagus dan rapih seperti menggunakan mesin jahit.
Bagian atas jamang kurung dicoak ‘diberi lubang pada bagian tengahnya sebagai jalan masuk kepala agar jamang kurung dapat terpasang di badan’. Bagian lengan jamang kurung berukuran panjang. Adapun panjang jamang kurung biasanya sampai berada sedikit di bawah pinggang. Jamang kurung tidak boleh diberi tambahan atau variasi, seperti diberi saku atau kancing. Model jamang kurung untuk anak-anak, remaja, dan dewasa, semuanya sama. Yang membedakan hanya ukuran jamang kurung, yang disesuaikan dengan ukuran badan pemakainya. Cara menggunakan jamang kurung pun cukup mudah, yakni dimasukkan dari atas kepala dilanjutkan ke bagian tangan; atau sebaliknya, memasukkan tangan dulu baru kemudan memasukkan kepala ke baju bagian atas yang sudah dicoak. Hanya ada satu warna yang dibolehkan oleh adat untuk jamang kurung, yakni putih. Akan tetapi, warna putih tersebut bukan warna putih umumnya melainkan warna putih agak sedikit kuning. Dengan demikian, sebanyak apapun jamang kurung yang dimiliki oleh wanita Baduy Tangtu/Baduy Dalam, dapat dipastikan putih semuanya.
Wanita yang tinggal di Baduy Panamping/ Baduy Luar juga memiliki kewajiban yang sama untuk mematuhi aturan-aturan adat yang berhubungan dengan cara berpakaian. Adapun kepatuhan kaum wanita di Baduy Panamping/Baduy Luar sudah mulai longgar. Hal itu tampak dari pakaian bagian atas yang biasa dikenakan oleh wanita Baduy Panamping/Baduy Luar. Tak sedikit dari mereka yang memiliki keberanian mengenakan pakaian yang dibeli dari luar Baduy. Meskipun demikian, kekhasan mereka dalam berpakaian masih tetap dominan terlihat. Cara mereka berpakaian tetap berbeda dengan masyarakat di luar wilayah Baduy pada umumnya.
Pada prinsipnya, pakaian bagian atas wanita Baduy Luar/Baduy Panamping berupa kabaya atau biasa disebut juga jamang kabaya, yakni baju sejenis kebaya yang panjangnya sedikit di bawah pinggang, berleher agak rendah dengan bentuknya yang khas, berkancing depan, dan berlengan panjang. Sampai saat ini, kabaya dengan model seperti itu merupakan pakaian yang wajib dimiliki oleh wanita Baduy Panamping/Baduy Luar, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Pada dasarnya, aturan adat hanya membolehkan warna putih dan hitam tanpa corak atau motif untuk kabaya wanita Baduy Panamping. Kabaya putih polos digunakan untuk menghadiri kegiatan upacara adat, sedangkan kebaya hitam polos untuk dipakai sehari-hari. Namun, perkembangan selanjutnya, warna-warna lain juga dipakai oleh mereka, terutama warna gelap seperti biru dan coklat. Sampai saat ini, ketiga warna tersebut merupakan warna yang paling dominan dipilih untuk kabaya wanita Baduy Panamping/Baduy Luar. Meskipun demikian bukan berarti tidak ada warna lain, warna-warna lembut, seperti ungu muda, hijau muda, atau lainnya sudah terlihat, terutama digunakan oleh wanita usia remaja.
Bahan baku yang digunakan untuk membuat kabaya adalah kain tenun Baduy dan kain dari luar Baduy yang diproduksi oleh pabrik tekstil. Kain tenun biasanya digunakan untuk membuat kabaya yang akan digunakan dalam kegiatan upacara adat, yakni kabaya yang berwarna putih. Adapun untuk kabaya yang akan digunakan sehari-hari, bahan bakunya bisa dari kain tenun Baduy atau kain buatan pabrik tekstil.
Cara membuat kabaya pun tidak hanya dilakukan dengan cara dikecos, melainkan lebih banyak menggunakan mesin jahit. Ada penjahit di luar wilayah Baduy yang biasa menerima pesanan untuk menjahit kabaya bagi wanita Baduy Panamping. Jika mereka tidak membuat kabaya sendiri, kebutuhan akan kabaya dapat dengan mudah dipenuhi dengan cara membeli kabaya yang sudah jadi. Di area menuju wilayah Baduy, terdapat kios-kios yang menjual kabaya. Begitu juga di dalam wilayah Baduy Panamping/Baduy Luar, ada warga yang menjual cendera mata dari Baduy, termasuk di dalamnya kabaya.