Kopi Golondong: Cara Tradisional Menikmati Kopi di Dusun Banjarwaru
Oleh:
Ria Andayani Somantri
(BPNB Jabar)
Hal yang lumrah jika seseorang dapat menikmati secangkir kopi panas atau dingin di rumah, di warung kopi, di kafe, atau di mana pun dan kapan pun yang dia inginkan. Akan tetapi, menjadi istimewa jika untuk menikmati segelas kopi harus menunggu setahun lamanya; dalam acara dan tempat khusus; dan dibuat oleh orang tertentu pula. Itulah yang terjadi bila seseorang ingin menyeruput segelas kopi golondong dengan sensasi rasa yang unik dan berbeda dengan minuman kopi pada umumnya.
Kopi golondong hanya dapat ditemukan di Dusun Banjarwaru, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis. Konon, kopi golondong adalah minuman kesukaan leluhur, salah seorang penyebar agama Islam di Kawali, yang makamnya terdapat di Dusun Banjarwaru. Ada seorang kuncen yang merawat dan menjaga makam itu sampai sekarang. Makam tersebut selalu diziarahi, khususnya oleh masyarakat setempat. Mereka tidak hanya menziarahinya secara pribadi, melainkan menjadikannya juga sebagai satu tradisi ziarah bersama, yang biasa disebut tradisi ziarah makam leluhur. Tradisi ziarah makam leluhur sudah berlangsung sejak lama dan biasanya dilaksanakan pada setiap Muharram dalam penanggalan tahun Hijriah.
Yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tradisi tersebut adalah kuncen. Selain memimpin acara ritual ziarah makam leluhur, dia juga menyiapkan jamuan untuk mereka yang hadir dalam pelaksanaan ziarah. Jamuan tersebut berupa kuliner yang terdiri atas minuman kopi golondong dan makanan pelengkapnya, yakni kokomoh. Jadi, sampai sejauh ini, hanya keluarga inti kuncenlah yang menyiapkan kuliner tersebut. Tidak pernah ada orang lain yang membuat minuman tersebut selain kuncen beserta istrinya.
Kopi Golondong (Sumber Foto: Dokumentasi BPNB Jabar)
Untuk membuat kopi golondong, terlebih dulu keluarga kuncen menyiapkan santan, gula aren, daun pandan, garam, jahe, dan lain-lain. Semua bahan tersebut disatukan dalam dandang besar dan dimasak sedemikian rupa hingga tampak seperti minuman bajigur, minuman khas orang Sunda. Selanjutnya, disiapkan pula kopi yang masih berupa butiran biji kopi yang belum dihaluskan. Butiran biji-biji kopi tersebut dimasukkan ke dalam cairan yang sudah selesai dibuat tadi dalam dandang, dan jadilah minuman yang disebut kopi golondong. Tak ketinggalan disiapkan pula makanan pelengkapnya, yakni kokomoh yang bertekstur sangat kental dan lengket.
Tiba pada hari pelaksanaan tradisi ziarah makam leluhur, masyarakat Dusun Banjarwaru berkumpul dan bersama-sama mengikuti acara tersebut. Usai berziarah, mereka tidak langsung pulang tetapi menunggu kuncen menjamu mereka dengan kuliner yang sangat istimewa. Tentu saja istimewa karena mereka harus menunggu satu tahun untuk bisa menikmatinya. Ketika jamuan itu datang, mereka berebut untuk mendapatkan segelas plastik kopi golondong dan sejumput kokomoh.
Tahap pertama menikmati kopi golondong, tentu saja menyeruput airnya yang manis sambil langsung memasukkan satu atau beberapa butiran biji kopi ke dalam mulut. Perlahan-lahan biji kopi tersebut dikunyah sampai hancur dan menebarkan rasa kopi asli dalam mulut. Rasa pahit yang muncul dari kopi, biasanya akan dinetralisir dengan minum air kopi golondong yang rasanya manis dan gurih. Begitulah seterusnya sampai butiran biji kopi tak tersisa lagi. Sesekali di antara proses menghabiskan kopi golondong, dinikmati pula makanan pelengkapnya, yakni kokomoh. Ada dua rasa yang disajikan: kokomoh putih yang bercitarasa asin, dan kokomoh merah yang memiliki rasa manis. Satu hal yang tidak dapat diabaikan adalah, keberkahan dari kuliner yang disajikan dalam tradisi ziarah makam leluhur.
Belakangan ini, tradisi ziarah makam leluhur dikembangkan dan dikemas dengan tambahan acara budaya yang lebih menarik lagi sehingga mengundang banyak tamu yang datang. Mereka pun dapat mencicipi sensasi menikmati kopi golondong. Acara tersebut adalah Muharram Ngelot.