Dodol Betawi tak pernah lepas dari setiap acara bagi warga asli Jakarta. Mulai hajatan hingga upacara keagamaan pasti tak luput dari panganan yang terasa kenyal dan manis ini.
Dilihat dari pembuatan dodol, ternyata tersirat makna sosial. Karena begitu sulit dalam membuat dodol, maka semangat gotong royong, keriangan dan semangat persaudaraan diperlukan dalam pembuatannya. Maka tak heran masyarakat Betawi begitu menganggap pembuatan dodol Betawi merupakan kerja tim dan bertujuan mempererat tali persaudaraan.
Dulu dalam praktiknya, pembuatan dodol Betawi dilakukan secara patungan ketika mendekati hari raya Idul Fitri atau Lebaran. Keluarga besar Betawi yang dulunya hidup berdekatan, saling melengkapi bahan dasar pembuatan dodol. Begitu bahan tersedia, para pria bertugas membuat dodol Betawi dan mengaduk adonan. Sedangkan para wanitanya menyiapkan semua bahan yang dibutuhkan. Sambil menunggu dodol matang, ibu-ibu menyiapkan makan berbuka puasa, setelah matang, langsung dibagi secara adil berdasarkan seberapa besar keluarga memberikan `uang` dodol. Ini adalah sekelumit cara pembuatan dodol zaman dulu
Proses pembuatan dodol Betawi bukanlah hal yang mudah. Untuk membuatnya perlu tenaga ekstra dalam mengaduk adonan dodol. Maklum saja satu panci kuali besar dengan diameter satu meter, adonan dodol harus diaduk selama tujuh jam tanpa berhenti. “Kalau berhenti adonan akan keras dan rasanya tidak merata.
Untuk membuat dodol Betawi sebanyak satu kuali memerlukan beberapa bahan dasar berupa gula merah sebanyak tiga peti, gula pasir empat plastik, santan kelapa tiga ember, dan 10 liter ketan hitam. Beberapa adonan dasar tersebut kemudian dicampur menjadi satu ke dalam kuali besar yang nantinya dapat menghasilkan 20 besek dodol Betawi.
Dodol Betawi rasanya begitu legit dan lezat. Sama seperti dodol yang lain, dodol Betawi terasa lembek dan lengket saat di makan. ada beberapa ras yang dicampurkan seperti, dodol durian, dodol nangka cipedak, dodol lapis, dodol ketan, dan dodol Kole. Dodol kole merupakan dodol muda atau dodol setengah matang dengan rasa manis bercampur gurih.
Sumber:
Iim Imadudin dkk, “Potensi Budaya di Jakarta Selatan”, Laporan Penyusunan Dokumentasi Pelestarian Nilai Budaya, Bandung: BPNB Jabar, 2018
Irvan Setiawan, “Dodol Betawi”, Formulir Warisan Budaya Takbenda, Bandung: BPNB Jabar, 2017