Tarling, Seni Tradisional Pantura

You are currently viewing Tarling, Seni Tradisional Pantura

Tarling, Seni Tradisional Pantura

Dadang Darniah (Tokoh Tarling)

Asal-usul tarling mulai muncul sekitar tahun 1931 di Desa Kepandean, Kecamatan/Kabupaten Indramayu. Saat itu, ada seorang komisaris Belanda yang meminta tolong kepada warga setempat yang bernama Mang Sakim, untuk memperbaiki gitar miliknya. Mang Sakim waktu itu dikenal sebagai ahli gamelan. Usai diperbaiki, sang komisaris Belanda itu ternyata tak jua mengambil kembali gitarnya. Kesempatan itu akhirnya dipergunakan Mang Sakim untuk mempelajari nada-nada gitar, dan membandingkannya dengan nada-nada pentatonis gamelan.
Hal itupun dilakukan oleh anak Mang Sakim yang bernama Sugra. Bahkan, Sugra kemudian membuat eksperimen dengan memindahkan nada-nada pentatonis gamelan ke dawai-dawai gitar yang bernada diatonis. Karenanya, tembang-tembang (kiser) Dermayonan dan Cerbonan yang biasanya diiringi gamelan, bisa menjadi lebih indah dengan iringan petikan gitar. Keindahan itupun semakin lengkap setelah petikan dawai gitar diiringi dengan suling bambu yang mendayu-dayu.
Alunan gitar dan suling bambu yang menyajikan kiser Dermayonan dan Cerbonan itu pun mulai mewabah sekitar dekade 1930-an. Kala itu, anak-anak muda di berbagai pelosok desa di Indramayu dan Cirebon, menerimanya sebagai suatu gaya hidup. Trend yang disukai dan populer, di jondol atau ranggon* anak muda suka memainkannya, seni musik ini mulai digandrungi. Pada 1935, alunan musik tarling juga dilengkapi dengan kotak sabun yang berfungsi sebagai kendang, dan kendi sebagai gong. Kemudian pada 1936, alunan tarling dilengkapi dengan alat musik lain berupa baskom dan ketipung kecil yang berfungsi sebagai perkusi.

Ipang Supendi (Tokoh Tarling)

Namun yang pasti, nama tarling saat itu belum digunakan sebagai jenis aliran musik. Saat itu nama yang digunakan untuk menyebut jenis musik ini adalah Melodi Kota Ayu untuk wilayah Indramayu dan Melodi Kota Udang untuk wilayah Cirebon. Dan nama tarling baru diresmikan saat RRI sering menyiarkan jenis musik ini dan oleh Badan Pemerintah Harian (saat ini DPRD) pada tanggal 17 Agustus 1962 meresmikan nama Tarling sebagai nama resmi jenis musiknya.
Tarling adalah salah satu jenis musik yang populer di wilayah pesisir pantai utara (pantura) Jawa Barat, terutama wilayah Indramayu dan Cirebon. Nama tarling diidentikkan dengan nama instrumen itar (gitar) dan suling (seruling)
Pertunjukan tarling itu sendiri berupa musik dengan membawakan lagu-lagu gamelan Cirebon, seperti kiser, bendrong, waledan, dan lain-lain.
Dengan kreativitas para pelakunya, tarling kemudian berubah bentuk dari seni musik menjadi teater. Pertunjukan tersebut menyerupai pentas opera, yang sebagian besar tokoh-tokohnya melantunkan dialog dalam bentuk nyanyian.
Kesenian tarling lebih populer di daerah Indramayu dan Cirebon sebab masyarakat di daerah pesisir seperti di kedua daerah tersebut lebih suka mengungkapkan perasaannya langsung secara verbal. Oleh karena itu, nilai dan makna yang terkandung dalam seni Tarling lebih diarahkan pada segi hiburan namun disertai dengan syair-syair yang menceritakan ketabahan dalam menghadapi penderitaan. Salah satu contoh syair dari lagu berjudul Diusir Laki ciptaan Almin Said:

Apa nasibe badan
Laki doyan demenan
Sekien kawin maning
Ning kula ora eling

Kula kien diusir
Ning laki konkong nyingkir
Megat tanpa lantaran
Bli eman keturunan

(Ya Tuhan, kuatkan iman kula)
(Ya Allah, ..mimi,..mimi…… )

Kula pegat pisah
Warisan dipai bocah
Kejeme sampean ning badan kula gelisah
Anak nangis wis kepengen mangan
Tujuan balik ning wong tua
Sun lunga nangis kerasa payah/sengsara kula ongkose langka

Sumber:
Aam Masduki dkk, “Potensi Budaya di Kabupaten Indramayu”, Laporan Penyusunan Dokumentasi Pelestarian Nilai Budaya, Bandung: BPNB Jabar, 2018
Irvan Setiawan, “Tarling”, Formulir Warisan Budaya Takbenda, Bandung: BPNB Jabar, 2017