Kaum laki-laki, seperti halnya kaum perempuan, perlu melakukan inisiasi atau pendewasaan diri secara adat. Inisiasi atau pendewasaan diri tersebut dapat dilakukan melalui sunat. Sunat dalam masyarakat Nagekeo selalu mengarah kepada kaum laki-laki yang secara fisik dan mental siap untuk menjadi dewasa dan siap tampil dalam masyarakat.
Di Nagekeo sendiri, ada perbedaan pandangan tentang sunat di beberapa sub-etnis berkaitan dengan pemaknaan ritual sunat. Sunat, bagi kebanyakan sub-etnis di Nagekeo, diyakini sebagai tahap pembersihan diri (tau nuwa) sekaligus pengukuhan menjadi dewasa sehingga bisa terlibat secara aktif dalam acara adat atau disebut juga pematangan kedewasaan.
Hal tersebut berbeda dengan masyarakat di wilayah Boawae. Di Boawae, sunat secara fisik hanyalah merupakan ritual pembersihan diri karena ada kontak fisik atau tindakan secara fisik pada tubuh biologis seorang anak laki-laki, atau disebut juga pengukuhan menjadi seorang pemuda. Dalam ritual sunat tersebut, anak laki-laki Boawae biasanya melakukannya dengan keluar kampung atau dalam istilah lokal disebut dengan gedho loza.
Gedho loza dilakukan secara diam-diam antara para pemuda yang hendak melakukan sunat dengan tukang sunat dan tetua adat. Di kemudian hari, akan dilakukan suatu pengukuhan menjadi dewasa dan pembebasan menjadi seorang dewasa sehingga bisa ikut dalam acara adat atau pembicaraan adat (tau ngi’i ae). (WN)
Sumber: Cyrilus Bau Engo
Editor : Wakhyuning Ngarsih