Ritual Katodo merupakan salah satu ritual yang rutin diselenggarakan oleh masyarakat adat Pautoda yang bertempat tinggal di Desa Pautola, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo. Ritual ini terdiri dari berbagai macam prosesi lainnya. Antara lain sebagai berikut:
1. Katodo
Keempat orang (4 Ana Susu) turun dari rumah pokok (Sao Mere) Kepala Suku Pau dengan perlengkapan berupa tikar (tee), bere berisi beras mentah, berpakaian adat, berdestar merah. Keempat ana susu turun menuju halaman rumah ritual (“Sao Enda”) dan langsung membentangkan tikar. Keempatnya pun duduk di tikar yang terbentang. Para istri ana susu menyusul datang membawa makanan berupa nasi, daging ayam (hambar/tanpa garam) dan tuak/moke, beserta perlengkapan makan berupa tepa (alat makan yang terbuat dari daun lontar), moku (tempat minum yang terbuat dari bambu), menghidangkan makanan yang dibawa untuk suami mereka masing-masing. Selanjutnya keempat ana susu makan makanan yang dihidangkan istri mereka. Selesai makan, peralatan makan diambil oleh masing-masing istri dan dibawa ke rumah mereka masing-masing dan segera kembali untuk melanjutkan ritual berikutnya. Sementara sekelompok pemuda membawa kayu bakar dan membakarnya. Prosesi pun dilanjutkan dengan pute wutu wesa rea.
2. Pute Wutu Wesa Rea
Setelah para istri tiba kembali di tempat acara ritual, para ana susu mengambil beras dari bere mereka masing-masing dan merecikinya ke peo. Selanjutnya datanglah para pemukul gong gendang. Tanpa dikomandoi, para pemukul gong gendang langsung membunyikan alat musik gong gendang. Diiringi alat musik yang ada, keempat ana susu menari keliling api yang sedang menyala sebanyak empat putaran, mengikuti banyaknya jeda pukulan (empat kali gong gendang dibunyikan). Menyusul keempat istri ana susu pun menari empat putaran mengelilingi api. Pute wutu wesa rea pun berakhir, acara dilanjutkan.
3. Daka Ana
Sejumlah pria dan wanita (dari kampung Paumali) berpakaian adat lengkap masuk ke area wewa enda (halaman sao enda). Peserta membentuk empat baris berjajar. Dikomandoi beberapa orang lelaki dari peserta, peserta menghentakan kaki ke tanah. Hentakan kaki peserta dilakukan secara beraturan (berirama). Mengikuti irama bersangkutan, peserta mendendangkan syair-syair. Syair yang didendangkan berisikan harapan kepada pemuka yang mendiami kampung Pau dan Kampung Toda agar tidak meninggalkan mereka yang tinggal di Kelimari. Dan tarian dari warga Kampung Paumali berakhir.
Selanjutnya, datanglah sekelompok pria wanita Kampung Toda. Langsung mengitari api dengan berpegangan tangan. Mereka pun bertandak. Syair-syair tandak berisikan jawaban terhadap syair yang dilantunkan kelompok Paumali, menanggap syair dari Kampung Paumali yang dilantunkan sebelumnya. Petandak menjawab harapan Kampung Paumali. Daka ana berakhir, acara dilanjutkan dengan Jetu.
4. Jetu
Peserta jetu terdiri atas: empat ana susu, empat istri ana susu, pria wanita suku Pau dan Toda. Semua berkeliling mengitari api, lalu bertandak. Peserta terbagi menjadi dua, sebagian adalah pelantun syair, sebagian lainnya adalah pengulang (mengulangi) syair yang didendangkan kelompok pelantun syair. Syair yang dilantunkan adalah hal-hal mengenai proses memproduksi tanaman semusim, dari pembersihan lahan hingga panen dan penyediaan bibit untuk musim tanam berikut. Jetu berakhir, dilanjutkan dengan Belewo.
5. Belewo
Peserta belewo terdiri atas dua kelompok. Masing-masing kelompok berbaris berjajar, berhadapan dengan kelompok lainya. Bara api mengantarai kedua kelompok. Salah satu peserta mengenakan “poji kodi” (ikat kepala yang berbahankan daun lontar). Peserta ini tergabung dengan salah satu kelompok, dialah orang yang nanti dicari kelompok lawannya untuk diambil poji kodinya.
Berhadap-hadapan, kedua kelompok bertari dan berdendang. Syair yang didendangkan berisikan ejekan/sindirian terhadap kelompok lawan, sambil menginjak-injak bara api. Sindiran yang disampaikan adalah berisikan tantangan pada kelompok lawan. Tantangan yang terberat menjadi penghangat tarian. Tantangan inilah menjadi sebuah perjanjian antara keduanya. Janji harus dipenuhi. Perangkat pemenuh janji yang dilihat paling efektif adalah “mboi mbaka loka laka”. Tari dan dendang berakhir jika poji kodi berhasil direbut, bara api habis diinjak hingga menjadi abu dan perjanjian tersepakati. Acara dilanjutkan dengan eo-eo kekere.
6. Eo-eo Kekere
Tandak satu ragan (satu gerakan saja, tanpa api unggun di tengahnya). Syairnya berisi plesiran. Biasanya plesiran terhadap laki-laki. Syair plesiran yang biasa diungkapkan adalah “lobo lewa, toro lobo”. Eo-eo kekere pun berakhir.
7. Ade Tadi
Tandak “tanya jawab tentang tadi”. Sambil bertari, peserta mendendangkan syair tentang “tadi” (tali). Tali yang biasa ditanya adalah tali kelapa, tali kacang, tali pisang, tali ubi, Ditutup dengan menyimpulkan dalam jawaban “tadi nemo” (tali kuat). Ade tadi berakhir. Dilanjutkan dengan Manu Meo.
8. Manu Meo
Tarian semacam permainan anak-anak. Dua sampai dengan tiga peserta berperan sebagai ayam, seorang peserta menjadi kucing. Peserta lainnya membentuk lingkaran dengan berpegangan tangan (membentuk sangkar ayam). Kucing terus mengejar ayam. Peserta pembentuk lingkaran terus menyanyikan syair “woe-woe ua”, syair yang mengajak peserta pembentuk sangkar untuk terus merapat agar kucing tidak dapat masuk sangkar. Permainan berakhir jika kucing terjerat atau ayam tertangkap kucing. Dilanjutkan dengan Idu Sege Ngedhe.
9. Idu Sege Ngedhe
Pria dan wanita melakukan permaianan menjerat. Bentuk jeratannya adalah peserta membentuk dua baris, dengan posisi berhadapan, kedua tangan berpegangan pada pundak peserta yang berhadapan dengannya sambil menari-nari.
10. Wi Tuka Dako
Peserta berjumlah 15 orang, dengan posisi kedua tangan berpegangan dengan peserta lain, sambil menarik tangan. Peserta hanya bertarik-tarik tangan saja. Wi Tuka Dako berakhir. Dilanjutkan dengan Ka Fai Nggae.
11. Ka Fai Nggae
Keseluruhan ritual Ka Fai Nggae sama dengan Katodo. Beda hanya artinya, Katodo adalah makan pertama, sedangkan Ka Fai Nggae adalah ka pile, makanan yang harus dimakan dahulu oleh keempat ana susu guna menghindari bencana terhadap warga Pau Toda. Ka Fai Nggae berakhir, dilanjutkan dengan Sepak Api.
12. Sepak Api
Pria wanita dalam jumlah banyak minta api di rumah keempat ana susu. Peserta bertari menuju rumah ana susu untuk meminta api pada istri ana susu sambil mendendangkan syair “ine ke toa ree tii kami api mai mai api mai” sebanyak tiga kali. Selanjutnya beberapa utusan peserta menuju rumah Kepala Suku menjemput “pesepak Api”. Pesepak datang, didampingi istri dan anak-anak menuju arena ritual Sepak Api. Penjemput pun bergabung lagi dengan peserta lain. Selanjutnya semua peserta bernyanyi dan bertari lagi menuju rumah ana susu meminta api. Dan keempat istri ana susu datang membawa api bernyala dengan membawa serta 7 buah tempurun dan diletakan di arena Sepak Api. Seorang peserta mengumpulkan api yang dibawa para istri ana susu dan membakar tempurun yang ada.
Peserta semua berkumpul di arena, bertari dan mendendangkan. Berulang-ulang syair ini didendangkan. Hingga pesepak menyepak api yang telah menjadi bara. Selanjutnya beramai-ramai peserta menginjak-injak bara hingga padam. Sepak api berakhir, dilanjutkan dengan Ka Mbue.
13. Ka Mbue
Bahan, ritual, tata cara dan kelengkapan peralatan sama dengan Ka Todo, beda hanya nasinya bercampur kacang. Usai ritual ka mbue, para lelaki berusia muda menjemput makanan (nasi kacang) dari tiap rumah, dikumpulkan ke dalam bere besar yang diletakan di “Watu Sere Ka”.
14. Papa Todi
Pesertanya adalah para lelaki yang dibagi ke dalam dua kelompok. Satu kelompok dengan dua orang ana susu. Masing-masing kelompok memperlengkapkan diri dengan mboko nio (biji kelapa keci muda), buah labu jepang, pinang atau buah-buah hasil panen lainnya. Dengan buah-buah yang ada, kelompok yang satu melempar kelompok lainnya yang adalah lawannya. Pelemparan berakhir setelah Kepala Suku mengangkat tangan/isyarat pertandingan berakhir.