Dalam masyarakat komunal, kesenian menduduki tempat dan memiliki peranan penting sebab kesenian merupakan ekspresi estetis dari individu manusia maupun kelompok atau komunitasnya dalam menuangkan rasa, penghayatan dan pengetahuan dalam bentuk seni rupa, seni gerak ataupun seni sastra. Pada masyarakat Suku Dawan di Nusa Tenggara Timur, Tari Bonet menjadi salah satu tarian yang selalu hadir dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat komunal yang berkaitan dengan adat istiadat dan tradisi Suku Dawan.

Tari Bonet dikenal dengan cirinya yang khas yaitu bentuk formasinya yang melingkar dan juga penggunaan puisi atau pantun dalam liriknya yang mengandung kekayaan khasanah sastra lisan Suku Dawan. Tidak hanya itu, tarian ini begitu populer karena nyaris ada dalam setiap kegiatan maupun peristiwa adat masyarakat Dawan. Baik itu yang menyangkut upacara siklus hidup seperti upacara kelahiran, pernikahan dan kematian serta upacara lainnya seperti upacara pembangunan rumah, permohonan hujan dan lain sebagainya.

Bonet sendiri secara etimologis berasal dari rangkaian kata dalam bahasa Dawan yaitu Na Bonet yang artinya mengepung, mengurung, mengelilingi atau melingkari. Bahasa ini dipakai oleh masyarakat di sebagai wilayah Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan sebagian Belu. Bonet sendiri berasal dari kata kerja bo en yang berarti mengelilingi, membagi. Kata itu bersinonim dengan kata nfun atu nafun. Misalnya asu nboen metan (anjing mengelilingi musang), tok tol bonet (duduk dalam bentuk lingkaran). Bonet dalam hal ini dimaksudkan sebagai membungkus atau dibungkus. Dalam konteks Tari Bonet bisa diartikan menari dengan posisi membentuk lingkaran.

Keberadaan Tari Bonet sendiri diyakini telah ada pada fase kehidupan berburu yang dilakukan oleh masyarakat Dawan. Tarian ini dilakukan sebagai bentuk suka cita karena telah memperoleh binatang buruan untuk keberlangsungan hidup mereka. Dimana sebelum binatang buruan dimasak dan dinikmati bersama-sama ada sebuah upacara penyucian roh binatang buruan dan juga ritual persembahan kepada Dewa sebelum makanan itu disantap bersama-sama.

Pada zaman prasejarah, manusia hidup tergantung pada hasil alam dan perburuan. Demikian pula pada masyarakat Timor, kehidupan suku bangsa Timor pada zaman dahulu kala bersifat nomaden yang berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya secara komunal demi mempertahankan hidup dengan cara berburu dan mengumpulkan bahan makanan dari hutan. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwasanya istilah Bonet diambil dari rangkaian kata Na Bonet yang artinya mengepung, mengurung, mengelilingi atau melingkari. Saat melakukan perburuan, orang-orang Timor pada jaman dahulu melakukan taktik pengepungan terhadap obyek perburuan atau binatang buruan dimana mereka berkumpul untuk mengepung dengan cara mengelilingi binatang buruan. Mereka lalu bersorak sorai secara bersama-sama sebagai penghalau binatang hutan untuk keluar dari lingkaran. Mereka menggunakan api untuk membakar semak belukar dan hutan. Ketika api merambat membakar padang rumput, semak belukar dan hutan mereka akan menari-nari mengitari hutan sambil bersorak dan bersiul sembari berjaga-jaga apabila ada binatang yang ingin menghindarkan diri dari serangan api agar mereka dapat membunuhnya.

Usai para lelaki berhasil memperoleh binatang buruan, mereka kembali ke tempat pemukiman dengan sorak sorai. Sorak sorai tersebut akan terdengar oleh kaum perempuan yang tinggal di pemukiman. Para perempuan akan keluar menjemput para pemburu dan memukul bunyi-bunyian sambil menari bersama-sama. Anggota kelompok masyarakat atau komunitas akan saling bergandengan tangan dan menari berputar-putar laksana suatu lingkaran yang mengelilingi pusatnya. Di tengah lingkaran terdapat api unggun sebagai lambang atau simbol penolong masyarakat Suku Dawan. Sambil mengitari api unggun, para pemburu mendendangkan syair atau pantun yang menuturkan tentang peristiwa perburuan yang telah mereka lakukan, syair ini akan diikuti oleh para penari yang lain.

Adanya api unggun di tengah lingkaran Bonet, sampai saat ini masih dapat dijumpai yang mana merupakan warisan kebiasaan dari zaman dahulu. Dimana para pemburu menggunakan api sebagai penolong dalam perburuan. Api juga memiliki keterkaitan sebagai lambang dari Dewa Matahari yang merupakan sumber energi dan penerang di dalam kehidupan manusia. (WN)