Bangunan The Phoenix Hotel pada mulanya merupakan tempat tinggal milik Mr. Kwik Djoen Eng, seorang pedagang keturunan Tionghoa dari Semarang. Rumah tersebut dibangun pada 1918. Mr. Kwik Djoen Eng mengalami kebangkrutan saat terjadi resesi ekonomi pada 1930-an. Ia kemudian menjual rumahnya kepada orang Belanda bernama DNE Franckle. Selanjutnya rumah tersebut oleh DNE Franckle dijadikan hotel bernama SPLENDID.

.

.

.

.

.

     Pada masa pendudukan Jepang, hotel tersebut dikuasai oleh Jepang dan berganti nama menjadi Hotel Yamato. Setelah Jepang mengalami kekalahan pada 1945, hotel ini dikembalikan kepada pemiliknya. Pada 1946- 1949, bangunan ini digunakan untuk Kantor Konsulat Cina. Pada 1951-1987 bangunan berganti nama menjadi Hotel Merdeka. Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno bahkan sempat berkantor sementara di Hotel Merdeka ini pada 1951, pada saat Ibu Kota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta.

     Bangunan hotel ini berarsitektur Indis yang bercampur Jawa. Pada bagian belakang bangunan sudah terjadi penambahan. Pada 1993 berganti nama menjadi “Phoenix Heritage Hotel”. Pada 14 Mei 2004, nama Hotel Phoenix Heritage diubah menjadi Grand Mercure hingga 29 Maret 2009. Nama Hotel Grand Mercure kembali lagi menjadi The Phoenix Yogyakarta pada 30 Maret 2009.

     The Phoenix Hotel Yogyakarta berada di Jalan Jenderal Sudirman No. 9-11, Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta. Hotel ini telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya dengan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia Nomor : PM.89/PW.007/MKP/2011.