Taman Wijaya Brata merupakan tempat dimakamkannya Ki Hajar Dewantara beserta istrinya, Nyi Hajar Dewantara. Taman Wijaya Brata dibangun atas prakarsa Ketua Umum Majelis Luhur Tamansiswa dalam sidang Rapat Besar Umum (Kongres) Tamansiswa, Ki Soedarminto pada 1952. Ketika itu Ki Soedarminto menangkap maksud dari Ki Hajar Dewantara yang berkeinginan memiliki tempat peristirahatan, meski keinginan tersebut tidak disampaikannya secara langsung.

    Taman Wijaya Brata mengandung makna sebagai tempat “pasarean langgeng” atau persemayaman abadi bagi para pejuang yang telah menunjukan kejayaan atau “wijaya”. Memperoleh kemenangan setelah melampaui masa penderitaan, keprihatinan, “tapa brata” berjuang melawan penjajahan untuk mencapai kemerdekaan.

    Pembangunan Taman Wijaya Brata dimulai pada 1959. Saat peringatan 1000 hari wafatnya Ki Hajar Dewantara tanggal 30 Januari 1962, dilakukan upacara peletakan batu nisan di makam. Akhirnya tahun 1963 diresmikan. Peresmian Taman Wijaya Brata ditandai dengan candra sengkala “Rinaras Trus Basukining Wiji” artinya suasana harmonis menciptakan generasi baru yang hidup dalam suasana sejahtera atau bahagia.

    Ki Hajar Dewantara wafat pada 26 April 1959 dan Nyi Hajar Dewantara wafat pada 16 April 1971. Keduanya dimakamkan di Taman Wijaya Brata. Di dalam kompleks taman ini juga terdapat 217 makam kerabat dekat Ki Hajar Dewantara, keluarga Tamansiswa, serta para tokoh nasional bangsa Indonesia.

Makam Ki Hajar Dewantara dan Nyi Hajar Dewantara

    Makam Ki Hajar Dewantara dan Nyi Hajar Dewantara berada di atas batur berbentuk persegi delapan berukuran panjang 10 m, lebar 8 m dan tinggi 0,8 m. Untuk menggambarkan bahwa makam Ki Hajar Dewantara dapat dicapai dari segala arah, batur makam diberi lima tangga. Kelima tangga tersebut terletak di sisi selatan dua tangga, sisi barat dan timur satu tangga dan sisi utara satu tangga yang dibuat hanya simbolis saja. Kelima tangga tersebut melambangkan Pancasila dan Pancadarma.

    Jirat makam berbentuk persegi panjang, pada bagian atas terdapat nisan berupa lambang Tamansiswa, yaitu Cakra Garuda di sisi utara dan Cakra Kembang di sisi selatan. Batu andesit untuk nisan Ki Hajar Dewantara dan Nyi Hajar Dewantara diambil dari bukit di desa Brejo, Godean, Sleman. Bahan jenis batunya padat dan masif, berwarna hijau muda, tidak mudah “gempil” bila dipahat.

 

 

 

 

 

    Di Taman Wijaya Brata terdapat  relief perjuangan Ki Hajar Dewantara pada masa lampau dan  pakeliran dinding batur yang terdapat di sebelah utara batur atau melatarbelakangi makam Ki Hajar Dewantara dan Nyi Hajar Dewantara. Pakeliran tersebut disebut Wukir Pancadharma yang merupakan perwujudan dari ide Ki Sindhusisworo dan sebagai desainernya ialah Ki Suratman, Ketua Umum Majelis Luhur Tamansiswa. Relief pada pakeliran menggambarkan pandangan hidup Tamansiswa dengan sistem Pendidikan Nasional, sebagai berikut:

  1. Lahirnya Tamansiswa adalah 3 Juli 1922, atau disingkat 3722. Angka tersebut dilambangkan dengan relief gunung yang berbobot 7 dan tiga gunung melambangkan 3, jadi tiga gunung dan bobot gunung menjadi 37. Sayap wataknya 2, dua sayap melambangkan 2, menjadi secara keseluruhan 3722.
  2. Dasar ciri khas Tamansiswa Pancadharma yang masing-masing digambarkan dengan lambang, yaitu Kodrat alam dengan lambang matahari, kemerdekaan dengan lambang sayap Garuda, kebudayaan dengan lambang pohon teratai, kebangsaan dengan lambang pohon besar dan kemanusiaan dengan lambang tirta (air).
  3. Sistem pendidikan Tamansiswa adalah sistem among yang berjiwa kekeluargaan (pendapa) dan berlandaskan kodrat alam (matahari) dan kemerdekaan (sayap Garuda).

    Pada bagian sisi selatan terdapat tempat untuk meletakkan karangan bunga berbentuk Kelir Pewayangan yang menggambarkan pergelaran hidup kemasyarakatan dari cita-cita Ki Hajar Dewantara bertuliskan Tut Wuri Handayani. Keliling dari dinding batur terdapat relief berjumlah dua puluh dua yang menggambarkan perjalanan hidup dan perjuangan Ki Hajar Dewantara dimulai sejak kanak-kanak hingga wafat. Relief tersebut dibaca dengan cara mengelilingi batur searah jarum jam.

    Atas pesan Ki Hajar Dewantara dan Nyi Hajar Dewantara juga, bahwa disamping makam keduanya tersedia makam untuk putra dan putrinya, yaitu Ni Asti Wandansari (putri sulung) terletak di samping kanan dan Mas Syailendra Wijaya (putra bungsu) di samping kiri.

    Taman Wijaya Brata dipagari dengan tembok keliling. Pintu gerbang makam ada di sisi timur. Pada bagian atas terdapat hiasan lambang Taman Siswa, yaitu stilirisasi burung terbang dengan sayap terentang penuh menukik ke bawah. Pada ujung kepala burung terdapat tulisan Taman Wijaya Brata.

    Di samping kanan depan pintu gerbang terdapat prasasti peresmian pemugaran makam Taman Wijaya Brata yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Daoed Yoesoef. Peresmian makam tersebut dilakukan bertepatan dengan pelaksanaan Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 1980 di Yogyakarta.

    Di sebelah barat pintu gerbang terdapat bangunan “pengrantunan”, yaitu tempat untuk menunggu kedatangan jenazah, mempersiapkan upacara pemakaman, dan untuk menempatkan jenazah bila keadaan hujan.

    Pada saat Yogyakarta mengalami gempa tahun 2006, pagar tembok dan pakeliran ini hancur tak tersisa. Setelah perbaikan pagar pascagempa bumi, pakeliran dan candra sengkala tersebut tidak dibangun ulang.

    Taman Wijaya Brata ditetapkan sebagai Cagar Budaya melalui SK Penetapan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 226/P/2019. Taman Wijaya Brata berlokasi di Jalan Soga Nomor 25 Celeban, Tahunan, Umbulharjo, Yogyakarta.