Tjandi Kali-Bening mag wel als de meest uitvoerig-kunstig en naauwkeurig bewerkte  genoemd worden  (Candi Kali-Bening dapat disebut sebagai yang paling digarap secara rumit,berseni dan akurat, )

(Brumund dalam Indiana I, 1853)

     Candi Kali-Bening adalah nama lain dari candi Kalasan. Nama Kali-Bening inilah yang kerap muncul dalam buku dari abad 19. Ada sejumlah catatan yang memuat tentang candi ini. History of Java karya Thomas Stanford Raffles (1817), Indiana. Verzameling van stukken van onderscheiden aard, over Landen, Volken, Oudheden en Geschiedenis van den Indischen Archipel Jilid I karya Jan Frederik Gerrit Brumund (1853), Beschrijving der Oudheden nabij de grens der residenties Soerakarta en Djogdjakarta karya Jan Willem Ijzerman (1891) dan Oudheden van Java karya Rogier Diederik Marius Verbeek (1891).

Para penulis ini memberitakan kondisi Candi Kalasan pada saat mereka kunjungi. Kondisi Candi Kalasan dari awal hingga akhir abad 19.

Candi Kalasan (Foto: Dok. BPCB DIY 2021)

History of Java (1817)

     Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles berkunjung ke candi ini pada saat berkuasa di Hindia Belanda. Raffles berkuasa  pada rentang tahun 1811 hingga 1816. Kunjungan ini didokumentasikan pada bukunya. Raffles berkunjung dengan dipandu oleh penduduk bumiputra. Mereka mencatat tentang sejumlah hal tentang candi ini. Mulai dari membuat sketsa, deskripsi lengkap terkait tinggi bangunan dan sejumlah relief maupun arca yang ada di bangunan tersebut.

     Pada kesempatan ini, Raffles juga menyinggung tentang keberadaan bangunan semacam aula atau tempat pertemuan di sekitar bangunan utama candi Kalasan. Aula ini berada tidak jauh dari candi. Kondisi bangunan tersebut saat itu sudah runtuh. Meski masih ada sisa yang terpendam di sekitarnya. Raffles juga menyebutkan jika sebelum memasuki aula tersebut terdapat 2 pasang arca dwarapala.

 

Indiana I (1853)

     J.F.G. Brumund adalah seorang pastor yang bertugas di Surabaya. Brumund memiliki ketertarikan untuk melakukan perjalanan dan mendokumentasikan tentang sejarah orang Jawa, reruntuhan candi dan sejumlah hal lainnya. Brumund menghabiskan waktu sepanjang 12 tahun untuk meneliti tentang Hindia Timur. Dan di  daerah Vorstelanden, dia bermukim selama 5 tahun.  Peter Carey menyebut bahwa kunjungan Brumund ke Tegalrejo, Yogyakarta, tempat tinggal Pangeran Diponegoro dilakukan pada akhir tahun 1840-an. Deskripsinya juga dimuat dalam buku yang sama Indiana Jilid I.

     Brumund menuliskan deksripsi dari candi ini secara lengkap termasuk ragam hias dan relief yang dia jumpai pada masa itu. Sejumlah deskripsi, termasuk ukuran tinggi candi masih merujuk pada catatan Raffles.

     Deskripsi yang sedikit berbeda adalah penyebutan hiasan Kepala Kala di pintu candi. Brumund menuliskan bahwa Kepala Kala  disebut sebagai Kepala Medusa oleh John Crawfurd, residen Jogjakarta pada tahun 1811.  Sementara, masyarakat Jawa menyebutnya dengan nama Banaspati.

     Kerapuhan bangunan candi menjadi salah satu isi catatannya. Kala itu Brumund menuliskan bahwa terdapat retakan besar pada beberapa bagian dari candi Kalasan. Hal ini menurutnya, dapat memicu keruntuhan candi jika terjadi sebuah gempa. Sang pastor bahkan membayangkan jika candi yang megah itu akan runtuh dan menjadi tumpukan bebatuan biasa. Brumund juga menyebutkan bahwa lantai dari ruang utamanya sudah ditutupi kotoran kelelawar dan walet.

     Tulisan ini juga menyebutkan tentang sikap masyarakat Jawa pertengahan abad 19 pada candi Kalasan. Mereka tidak peduli pada keberadaan candi tersebut. Mereka hanya akan datang untuk bertani atau menggarap lahan di sekitar candi. Kemudian mereka juga mencari bebatuan dari candi yang bisa digunakan untuk bahan pembangunan rumah mereka. Batu itu bisa jadi digunakan sebagai umpak untuk pendapanya.

 

Beschrijving der Oudheden nabij de grens der Residentie’s Soerakarta en Djogdjakarta (1891)

     Jan Willem Ijzerman adalah seorang insinyur industri minyak yang menjadi ketua dari Perkumpulan Arkeologi Yogyakarta (Djogdjasche Vereeniging). Ijzerman mengunjungi sejumlah candi yang ada di sekitar Surakarta dan Yogyakarta. Kunjungan dilakukan pada saat Ijzerman menjadi ketua perkumpulan tersebut pada pertengahan 1885 sampai Mei 1886.

Sketsa Candi Kalasan diolah dari buku Atlas Beschrijving der Oudheden nabij de grens der residenties Soerakarta en Djogdjakarta (1891) karya J.W. Ijzerman (Foto: Dok. BPCB DIY 2023)

     Catatan Ijzerman ini tentang Candi Kali Bening cukup spesifik. Ijzerman sudah menyebutkan bahwa Candi ini didirikan pada tahun 700 Saka, sesuai dengan prasasti Kalasan yang menurutnya ditemukan di sebelah selatan candi, yaitu di dekat rel kereta api. Ijzerman pun menyebutkan bahwa candi ini dipersembahkan pada Dewi Tara, Ҫakti dari Dhyani-Buddha Amoghasiddhi.

     Sejumlah data baru dimunculkan dalam catatan ini, antara lain sejumlah sketsa dari bangunan aula atau disebutnya sebagai pendapa, detail ragam hias dari bangunan candi dan sketsa bentuk candi Kalasan. Ijzerman juga menyebut adanya kemiripan pendapa di candi Kalasan ini memiliki kemiripan dengan  pendapa lain, yaitu reruntuhan yang ada di situs Watu Gudig.

     Catatan Ijzerman ini juga mempertegas tulisan Brumund, terkait sikap masyarakat sekitar candi. Misalnya adanya pencurian batu oleh penduduk di desa sekitarnya dan pendirian pembangunan di sekitar candi, sangat berperan dalam kerusakan candi.

     Batu dan arca dari Candi Kalasan ini banyak ditemukan juga pada bangunan-bangunan milik Nederlandsch-Indische Spoorwegmaatschappij, di gang-gang kecil dan bendungan/dam yang dibangun oleh warga bumiputra sendiri.

     Kekhawatiran Brumund akan runtuhnya bangunan candi sebab gempa tidak terjadi. Meski Yogyakarta diguncang gempa pada 1867. Namun bangunan candi Kalasan tidak mengalami keruntuhan.

     Ijzerman juga menegaskan bahwa sejumlah arca dari candi ini kemungkinan telah dipindahkan atas perintah raja-raja atau pembesar bumiputra. Salah satunya kemungkinan saat pendirian basis pertahanan dari Susuhunan Kuning di Sambiroto. Bahkan bisa jadi sejumlah arca dari sejumlah candi ini berakhir di taman depan dari rumah Residen. Salah satunya adalah arca dwarapala dari candi Kalasan.

 

Oudheden van Java (1891)

     R.D.M. Verbeek  merupakan seorang geolog dan naturalis berkebangsaan Belanda. Verbeek menyusun sebuah laporan inventarisasi tentang kepurbakalaan di Jawa pada akhir abad ke-19. Laporan Verbeek ini dinilai cukup komprehensif.

     Laporan Verbeek merujuk pada tulisan Raffles, Brumund dan Ijzerman. Verbeek menuliskan bahwa candi ini adalah sebuah kuil, yang beberapa bagiannya telah runtuh. Mulanya, candi ini merupakan candi yang indah di Jawa, meski berukuran lebih kecil dari Borobudur. Sebuah penjelasan yang sedikit berbeda adalah bahwa temuan prasasti Kalasan saat itu sudah diamankan di rumah Tuan Jacob Dieduksman di Yogyakarta. Jacob Dieduksman merupakan salah satu kolektor barang antik pada masa itu.

Sketsa Pedestal Pendapa Candi Kalasan diolah dari buku Atlas Beschrijving der Oudheden nabij de grens der residenties Soerakarta en Djogdjakarta (1891) karya J.W. Ijzerman (Foto: Dok. BPCB DIY 2023)

Epilog

     Uraian tentang candi Kalasan atau Kali Bening yang bersumber dari buku-buku tersebut menunjukkan kondisi candi pada abad ke-19. Terdapat kesamaan dari catatan-catatan tersebut, bahwa candi ini sudah terbengkalai. Candi ini sudah tidak digunakan lagi oleh masyarakat pendukungnya. Masyarakat Jawa yang kala itu berada di sekitar candi, adalah masyarakat baru yang tidak tahu sama sekali tentang fungsi candi tersebut.

     Catatan ini juga menunjukkan bahwa meski terbengkalai, kondisi candi ini tidak sepenuhnya runtuh. Candi ini masih menyimpan daya tarik, untuk dikunjungi khususnya oleh orang Eropa. Mereka beranggapan, jika candi Kalasan sejatinya adalah candi yang megah dan menunjukkan peradaban Jawa masa lampau. Maka mereka selalu berkunjung dan mencatatnya.

 

Ditulis oleh Shinta Dwi Prasasti, S.Hum., M.A.

Analis Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman

Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X