Hari Ibu di Indonesia diperingati setiap tanggal 22 Desember. Peringatan ini berawal dari Kongres Perempuan Pertama yang diselenggarakan pada 22 s.d. 25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres ini mengukuhkan semangat dan tekad bersama untuk mendorong kemerdekaan Indonesia. Tema utama dari pembahasan Kongres Perempuan tersebut adalah memperjuangkan hak perempuan dalam perkawinan, melawan perkawinan dini, poligami, dan pendidikan perempuan. Historia id menyebutkan peringatan Hari Ibu 22 Desember kemudian ditetapkan perayaannya secara nasional melalui Dekrit Presiden Sukarno No. 316 tahun 1959.

     Pedoman Penyelenggaraan Peringatan Hari Ibu ke-91 tahun 2019 yang dirilis oleh website Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,  menegaskan jika peringatan Hari Ibu setiap tahun pada hakikatnya adalah mengingatkan seluruh rakyat Indonesia, akan arti dan makna Hari Ibu sebagai sebuah momentum kebangkitan bangsa, penggalangan rasa persatuan dan kesatuan serta gerak perjuangan kaum perempuan yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Perempuan Indonesia masa kini adalah perempuan yang harus sadar bahwa mereka mempunyai akses dan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk memperoleh sumber daya, seperti akses terhadap ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya.

       Pelestarian Cagar Budaya di Indonesia merupakan salah satu bidang yang mendukung gerak perjuangan kaum perempuan. Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta (BPCB DIY) selaku Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bidang pelestarian cagar budaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Yogyakarta, termasuk lembaga yang ikut serta mendukung kesetaraan akses pekerjaan bagi perempuan.

       Hal ini dibuktikan dengan penugasan para perempuan di posisi yang penting di BPCB DIY. Selama rentang sebelas tahun tercatat ada tiga pemimpin instansi yang berasal dari kaum hawa. Mereka adalah Herni Pramastuti ( 2008-2011), Ari Setyastuti (2017 – 2019), dan Zaimul Azzah (2019–sekarang). Jabatan Ka. Subbag Tata Usaha (koordinator bidang administrasi) juga pernah diemban kaum perempuan, mereka adalah V. Tri Pujiastuti (1980-1998), Herni Pramastuti (1998–2008), dan Ari Setyastuti (2008–2017). Posisi Kepala Seksi Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan selaku koordinator bidang teknis juga dijabat oleh para perempuan, antara lain Sri Surayati Supangat (2004–2008), Wahyu Astuti (2012 – 2017) dan Wiwit Kasiyati (2017-sekarang).

      Pada tahun 2019, tiga unit kerja di lingkungan BPCB DIY juga dipegang oleh para perempuan. Ketiganya adalah arkeolog. Ketua Unit Kerja Candi Prambanan yaitu Manggar Sari Ayuati; Ketua Unit Kerja Ratu Boko dan Ijo yaitu Tri Hartini; dan Ketua Unit Tamansari dan Kotagede yakni Ni Luh Nyoman Rarianingsih.

       Kontribusi perempuan dalam pelestarian cagar budaya tidak hanya sebatas menduduki jabatan sebagai pimpinan. Di BPCB DIY sejumlah jabatan teknis pelestarian cagar budaya juga diisi perempuan antara lain, pengkaji pelestari cagar budaya, pengelola data cagar budaya, konservator, dan teknisi pelestarian cagar budaya. Selain itu, sejumlah staf di bidang administrasi, seperti bendahara, verifikator keuangan, dan jabatan lainnya juga menjadi tanggung jawab para perempuan.

     Keberadaan kaum perempuan dalam institusi pelestari cagar budaya  menunjukkan bahwa bidang pelestarian cagar budaya tidak sepenuhnya dimonopoli kaum laki-laki. Persepsi tentang profesi arkeolog yang sering identik disandang oleh kaum laki-laki juga kurang tepat. BPCB DIY telah membuktikan bahwa perempuan memiliki akses yang sama dengan para pria.

      Tema Peringatan Hari Ibu ke-91 tahun 2019 adalah Perempuan Berdaya, Indonesia Maju. Pelestarian Cagar Budaya menjadi bidang yang menunjukkan bahwa “Srikandi” di bidang kepurbakalaan bisa berdaya dan berkarya untuk melestarikan dan memajukan kebudayaan bangsa. Selamat memperingati Hari Ibu.

Ditulis oleh Shinta Dwi Prasasti (Staf BPCB DIY dan sedang menempuh pendidikan S2 Arkeologi di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada).

Ilustrasi gambar oleh Heri Mahardika (Staf di Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta)