Hai Sobat Millennial!! Jumpa kembali dengan series seru konservasi dari tim Laboratorium Konservasi Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk episode kali ini, kita akan membahas hal yang lebih menarik dari episode kemarin. Penasaran? Nah, kali ini kita akan membahas tentang peliknya hubungan antara konservasi dan cagar budaya. Tentunya Sobat Millennial sudah tahu dong arti konservasi di episode “Ada Apa dengan Konservasi, Preservasi, dan Restorasi?” Kalau belum, yuk, baca dulu, biar nyambung cerita kita nanti.

      Next, kita akan membahas lebih dalam tentang konservasi. Kalau sebelumnya secara garis besar, kita sudah tahu arti konservasi yaitu pelestarian atau pelindungan. Ternyata konservasi tidak hanya di lingkup lingkungan hutan beserta isinya maupun sumber daya alam saja, tetapi peninggalan-peninggalan masa lampau yang memiliki informasi sejarah juga perlu dikonservasi. Kenapa? Tentunya agar peninggalan-peninggalan masa lampau tersebut tetap terjaga dan lestari keberadaannya.

     Peninggalan-peninggalan masa lampau tersebut sering juga disebut sebagai cagar budaya. Menurut Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Buday, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/ atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

         Di dalam UU RI Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya juga telah menjelaskan pengertian-pengertian dari masing-masing warisan budaya tersebut. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Benda Cagar Budaya dapat dibedakan menjadi dua yaitu ekofak (benda alam) dan artefak (benda buatan manusia). Contoh ekofak seperti polen atau biji tumbuhan, tulang-belulang manusia purba, dan cangkang kerang. Contoh artefak seperti menhir, periuk, kapak batu, peti kubur batu, dan arca.

Genta (Foto: Dok.BPCB DIY)
Arca Narasima (Foto: Dok.BPCB DIY)

 

 

 

 

 

 

 

 

    Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap. Ciri yang paling mudah dilihat dari Bangunan Cagar Budaya ini pasti memiliki atap. Contoh Bangunan Cagar Budaya yang terbuat dari benda alam adalah gua. Sedangkan contoh Bangunan Cagar Budaya yang dibuat oleh manusia seperti Candi Prambanan (tidak semua candi beratap, misalnya Candi Borobudur), keraton, pura, gereja, benteng, dan kelenteng.

Candi Sambisari (Foto: Dok.BPCB DIY)
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta (Foto: Dok.BPCB DIY)
Gereja Santo Antonius
(Foto: Dok.BPCB DIY)
Masjid Kotagede
(Foto: Dok.BPCB DIY)

 

 

 

 

 

      Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia. Ciri yang paling dapat membedakan antara Bangunan dan Struktur Cagar Budaya adalah atapnya. Struktur Cagar Budaya tidak memiliki atap. Contoh Struktur Cagar Budaya antara lain Jembatan Merah Surabaya, Kolam Segaran di Trowulan, punden berundak, Batu Lompat di Nias, Candi Borobudur, dan Monumen Pembebasan Irian Barat.

       Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian di masa lalu. Contoh Situs Cagar Budaya adalah Situs Ratu Boko di Yogyakarta, Situs Megalitik Tinggihari di Sumatera Selatan, Situs Kutai Purba di Kalimantan Timur, Situs Penjara Boven Digul di Papua dan Lapangan IKADA (Lapangan Banteng) di Jakarta. Sedangkan Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang luas. Contoh Kawasan Cagar Budaya antara lain Kota Tua Yogyakarta, Kawasan Pura Besakih di Bali, Daerah Aliran Sungai Kali Cemoro di Desa Krikilan sebagai bagian dari Kawasan Sangiran, Kawasan Manusia Purba Sangiran dan Kawasan Pengasingan Tokoh-Tokoh Kemerdekaan di Banda, Maluku.

   Jadi, dikarenakan cagar budaya tersebut penting untuk pengembangan ilmu pengetahuan, sejarah perjalanan suatu bangsa serta kehidupan sosial masa lalu bagi generasi masa kini, dan karena usianya, rentan terhadap kerusakan dan kemusnahan maka cagar budaya perlu dilindungi. Oke, sampai di sini, Sobat Millennial sudah dapat memahami kan, apa hubungan rumit dari konservasi dan cagar budaya?

      Lalu siapakah yang bertanggungjawab terhadap konservasi cagar budaya tersebut? Ada satu sosok yang akan menjadi penggerak dari konservasi cagar budaya tersebut, dialah yang namanya konservator. Menurut KBBI Online Edisi Kelima, konservator adalah orang yang bertanggungjawab atas pemeliharaan, pemugaran, dan perbaikan benda-benda museum. Untuk memperjelas hubungan antara konservator, konservasi dan cagar budaya, yuk, kita simak cerita di bawah ini.

Ganesha

       “Di sebuah situs cagar budaya, tinggallah Ganesha yang merupakan satu dari puluhan arca di suatu candi. Setelah sekian tahun ditinggal bertugas ke tempat lain oleh temannya, Jeka, si konservator, Ganesha merasa sedih. Teman yang biasanya selalu menemani dan membantu membersihkan diri, sekarang tidak kunjung datang. Siang berganti malam, hujan berganti panas, akhirnya setelah penantian panjang, Jeka kembali bersama-sama temannya menjenguk Ganesha. Ganesha dan arca lain sangat senang dengan kedatangan Jeka dan teman-temannya. Jeka merasa bersalah telah meninggalkan temannya begitu lama. Jeka bukan tidak peduli, tetapi memang begitu banyak teman-teman arca yang membutuhkan bantuannya. Dan baru saat ini dapat kembali kepada Ganesha, teman kesayangannya.”

Jeka

     “Ganesha pun mulai curhat akan kondisi dirinya, keluarganya dan rumahnya. Jeka mengangguk-angguk paham akan kesulitan Ganesha. Akhirnya setelah berunding cukup alot dengan teman se-tim Jeka, mereka memutuskan untuk membersihkan Ganesha, keluarga Ganesha dan rumahnya. Jeka dan tim bergegas menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Mereka menggosok, menyemprot, mengoles Ganesha, keluarganya dan rumahnya menjadi lebih bersih dan terawat. Satu bulan kemudian, Ganesha, keluarga Ganesha dan rumahnya sudah bersih bersinar seperti sedia kala. Ganesha sangat bahagia karena kini akan banyak yang akan mengunjungi dirinya dan rumahnya. Ya, selama Ganesha dalam keadaan tidak baik, tidak ada satu pun teman atau orang-orang yang datang mengunjunginya. Ganesha dan keluarganya tentu saja sedih. Namun, kini, Ganesha tidak lagi risau karena kondisinya jauh lebih baik. Jeka dan teman se-timnya pun berjanji akan lebih rutin untuk mengunjungi Ganesha dan keluarganya.”

        Sobat Millennial, dari cerita Ganesha di atas, kira-kira apakah yang bisa kita tangkap? Apakah hubungan sebenarnya antara Ganesha dan Jeka? Jika kita perhatikan baik-baik, maka dapat disimpulkan bahwa Jeka sebagai konservator bertanggungjawab dalam menjaga kelestarian Ganesha yang merupakan adalah salah satu benda cagar budaya yang dilindungi dan dilestarikan. Tentunya dengan aksi Jeka dan timnya tersebut, cagar budaya akan semakin terjaga kelestariannya sehingga generasi di masa datang tetap dapat belajar dan mendapatkan informasi mengenai sejarah masa lalu dari cagar budaya tersebut. Jadi Sobat, ayo kita bangga, cintai, dan lestarikan cagar budaya kita!

       Sobat Millennial-ku, sampai di sini dulu ya penjelasan tentang hubungan konservasi dan cagar budaya. Semoga bermanfaat bagi Sobat semua! Tetap stay tune di series ini, ya. We will be back soon! See you on the next chapter! Have a nice day, Sobat!

Bersambung ……

Ditulis oleh: R. Wikanto Harimurti, S.Si., M.A. dan Septiani Emdrawati, S.Si.  (Konservator di Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta)

Ilustrasi gambar oleh Probo Santoso (Staf di Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta)

Referensi:

  • UU RI No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya
  • https://www.e-jurnal.com/2013/11/pengertian-cagar-budaya.html.
  • https://initu.id/amp/pengertian-cagar-budaya-dan-cagar-alam-beserta-contohnya/.
  • Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online Edisi Kelima.
  • https://belajar.kemdikbud.go.id/PetaBudaya/Repositorys/cagar_budaya/.