Bangunan bekas Kantor Dinas Pasar didirikan pada tahun 1925 bersamaan dengan pembangunan Pasar Beringharjo. Bangunan ini semula dimaksudkan untuk ruang galeri dan pertokoan sebagai kelengkapan fasilitas pasar, sehingga keberadaannya merupakan satu kesatuan dengan pasar. Perancang dan pelaksana pembangunan gedung adalah Hollandsche Beton Maatschappij, sedangkan pengelola pasar yaitu Kasultanan Ngayogyakarta (Gegevens over Djokjakarta,1925).

        Menjelang meletusnya Perang Asia Pasifik pada akhir paruh kedua dekade tahun 1930- an atau awal 1940-an, Pemerintah Hindia Belanda di Yogyakarta mendirikan beberapa menara sirine. Salah satu sirine yang berada di pusat kota didirikan di atas bangunan galeri pertokoan Pasar Gedhe Beringharjo. Sirine lain didirikan di sudut-sudut pusat kota di antaranya di Hotel Tugu, Lempuyangan, Pakualaman, Plengkung Gading, dan Pabrik Aniem Serangan.

       Menara sirine berfungsi sebagai alat peringatan tanda bahaya udara. Pengoperasian sirine ini di bawah pengawasan LBD (Lucht Bescherming Dienst) atau Dinas Perlindungan Udara Belanda yang berpusat di Benteng Vredeburg. Dibangunnya tanda peringatan bahaya tersebut dilakukan mengingat Belanda sudah mengetahui adanya ancaman serangan. Ancaman tersebut diawali adanya aktivitas intelijen Jepang pada awal abad XX, kemudian pada tanggal 5 November 1941 Jepang memutuskan untuk melakukan permusuhan dengan negara-negara Barat. Taktik strategi itu dilakukan untuk membentuk Lingkungan Kesemakmuran Bersama Asia Raya. Terbukti Jepang melakukan serangan dan Belanda di Yogyakarta takluk oleh Jepang pada 5 Maret 1945. Pada masa pendudukan Jepang di Yogyakarta pada 6 Maret 1942, fungsi sirine tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya, yaitu untuk penanda kondisi bahaya atau darurat.

      Pada saat Belanda menguasai kembali Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948, fungsi sirine tidak hanya sebagai pertanda bahaya udara melainkan juga sebagai pertanda diberlakukannya jam malam (antara pukul 18.00 – 06.00 WIB). Pada waktu terjadinya Serangan Umum 1 Maret 1949 oleh Tentara Nasional Indonesia, sirine tanda berakhirnya jam malam oleh Belanda, dijadikan sebagai penanda awal penyerangan TNI ke pusat Kota Yogyakarta. Oleh karena itu, bunyi sirine pasar atau yang dikenal oleh masyarakat Yogyakarta dengan nama “gaok”, menjadi identik dengan pelaksanaan peringatan Serangan Umum pada 1 Maret 1949.

      Antara menara sirine dengan bangunan di bawahnya pada dasarnya tidak terkait langsung secara fungsional. Akan tetapi, keberadaan keduanya menjadi penting sebagai bagian unsur artefaktual yang merupakan salah satu tonggak dan saksi bisu peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Pada bangunan di bawah sirine sejak tahun 1960-an difungsikan sebagai Kantor Dinas Pasar sampai dengan tanggal 31 Desember 1992. Setelah adanya renovasi pada tahun 1993 kemudian difungsikan untuk tempat penitipan anak-anak.