Tinggalan Arkeologi Bawah Air di Kepulauan Riau
Oleh: Drs. Teguh Hidayat, M.Hum
Wilayah di pesisir timur Pulau Sumatera dan pulau-pulau yang berada di Selat Malaka dan bagian selatan Laut Cina Selatan merupakan kawasan strategis. Keberadaannya sangat ideal dimanfaatkan sebagai benteng dari arus laut yang mempermudah penjelajahan kawasan ini karena penggunaan perahu/kapal layar yang jalur jelajahnya menyusur pantai. Sistem angin yang dikenal dengan musim barat dan musim timur memberikan kemungkinan pengembangan jalur pelayaran barat-timur pulang balik secara teratur dan berpola tetap, sehingga aktivitas perdagangan berlangsung secara kontinyu.
Melalui sumber asing dan sumber lokal diketahui bahwa sekurang-kurangnya pada abad ke-7 kerajaan Sriwijaya telah berkiprah sebagai sebuah institusi kerajaan yang berbasiskan kemaritiman. Ketika itu Selat Malaka dan juga sebagian Laut Cina Selatan merupakan wilayah yang menjadi tumpuan penghidupan dalam bentuk eksploitasi hasil laut, jalur pelayaran dan perdagangan, serta sekaligus sarana unjuk kekuatan dan kekuasaan. Melalui data arkeologis diyakini bahwa masa itu sudah ada interaksi antara masyarakat di sekitar jalur yang di lalui dengan masyarakat India dan Cina. Interaksi antara masyarakat tersebut tidak saja menyangkut perdagangan tetapi juga budaya. Pada masa selanjutnya, Kerajaan Malaka merupakan salah satu kerajaan besar di wilayah timur Sumatera yang menitik beratkan aktivitas perekonomian pada bidang perdagangan di kawasan Selat Malaka dan sebagian Laut Cina Selatan, melanjutkan aktivitas saat masa kejayaan Sriwijaya.
selengkapnya baca Cagar Budaya Bawah Air Kepri.pdf