Ekskavasi Munggu VI Pulau Sawah Tahap I

Drs. Teguh Hidayat, M.Hum

Masa klasik di Indonesia adalah periode masuk dan berkembangnya agama dan budaya besar dari India (Hindu‐Budha). Eksistensi budaya Masa klasik di Indonesia ditandai oleh tinggalan‐tinggalan budaya Hindu‐Budha antara lain candi, arca, dan prasasti, serta tinggalan lainnya seperti stupika, tablet, dan materai. Tinggalan‐tinggalan tersebut tersebar terutama di Pulau Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Tidak seperti halnya di Jawa, dimana tinggalan arkeologis dari masa klasik Hindu-Buddha sangatlah banyak, di Pulau Sumatera khususnya di Sumatera Barat tinggalan arkelogis masa klasik sangatlah minim, sampai saat ini tinggalan arkeologis yang ditemukan hanya berada di Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Pasaman, dan Kabupaten Dharmasraya. Kabupaten Dharmasraya merupakan kabupaten yang temuan tinggalan klasik cukup besar, salah satunya adalah Kawasan Pulau Sawah yang berada di DAS Batanghari.
Kepurbakalaan DAS Batanghari, khususnya di wilayah Sumatera Barat sudah cukup lama mendapatkan perhatian dari para sejarawan dan arkeologi sejak diberitakan dalam berbagai laporan. Seorang kontrolir Twiss melaporkan adanya temuan arca Amoghapasa di Rambahan kepada Direksi Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschapen pada tahun 1884 (Krom, 1912:48). Sementara pada tahun 1991, telah ditemukan pula alas arca Amoghapasa yang ditemukan di Padangroco, Sei Langsek (Kecamatan Sitiung Kabupaten Dharmasraya) (NBG, 1911:129,20). Dalam salah satu laporan perjalanan yang dimuat di O.V Tahun 1920, Stein Callenfels menyebutkan bahwa banyak ditemukan sisa bangunan candi yang terbuat dari bata ditemukan di sekitar tempat arca Bhairawa ditemukan, yaitu di Sei Langsek. Pada tahun 1935, FM Schnitger melakukan penggalian pada tempat yang tertutup semak dan pohon-pohon besar di wilayah Sei Langsek, di lokasi yang pernah dilaporkan oleh Callenfels. Hasil penggalian yang dilakukan mendapatkan kenyataan adanya sebuah bangunan candi berdenah enam persegi panjang dengan empat tangga di keempat sisinya. Pada tahun 1937, arca Amoghapasa dan arca Bhairawa dibawa ke Jakarta dan ditempatkan di Museum Gadjah (Museum Nasional).
Penelitian yang intensif terhadap kepurbakalaan DAS Batanghari mulai dilakukan sejak berdirinya kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Batusangkar dengan wilayah kerja meliputi Sumatera Barat dan Riau, pada tahun 1990. Diawali dengan penelitian dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PuslitArkenas) Jakrta bekerja sama dengan Suaka PSP Sumbar Riau, pada tahun 1990 dilakukan penggalian di beberapa tempat, khususnya di daerah Sei Langsek. Sesudah penelitian pertama yang mendapatkan data adanya tinggalan bangunan candi di wilayah Sei Langsek, dilanjutkan penelitian terhadap situs-situs lain di sepanjang DAS Batanghari sampai saat sekarang.
Pada tahun 1992, dilakukan penggalian (ekskavasi arkeologi) di situs Candi Padangroco II, dilanjutkan dengan penggalian pada situs Candi Padangroco I (Candi Induk) dan pada beberapa munggu di situs Pulau Sawah. Berdasarkan pada ekskavasi yang telah dilakukan tersebut, diketahui adanya beberapa bangunan candi dari bata, tetapi sudah dalam keadaan rusak. Mulai tahun 1995, dilakukan ekskavasi secara rutin di beberapa munggu di situs Pulau Sawah, khususnya munggu I dan II. Penggalian selama tahun 1995 dan 1996 di munggu I menunjukkan adanya bangunan candi bata di situs tersebut, yang kemudian dinamakan sebagai Candi Pulau Sawah I. Pada tahun-tahun berikutnya, penggalian diarahkan pada munggu yang lebih besar, untuk mengetahui kemungkinan adanya bangunan candi di bawah munggu. Situs munggu II, disebut sebagai Candi Pulau Sawah II, sesudah beberapa ekskavasi menunjukkan bentuk bangunan yang cukup kompleks dan luas. Sampai saat ini, ekskavasi yang telah dilakukan belum dapat mengungkapkan keseluruhan bangunan yang ada.
Mulai tahun 1995, dilakukan pemugaran terhadap bangunan candi di kompleks percandian Pulau Sawah, dimulai dari pengupasan Candi Padangroco II dan dilanjutkan dengan pemugarannya. Sesudah Candi Padangroco II selesai dipugar dilanjutkan dengan pengupasan dan pemugaran Candi Induk (Candi Padangroco I), dan Candi III) sampai dengan tahun 2003, dan tahun 2004 dilakukan penataan lingkungan. Semua kegiatan dan pembiayaan kegiatan pemugaran kompleks Candi Padangroco dianggarkan melalui Dana Pembangunan Suaka PSP Sumbar – Riau (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar).
Bersamaan dengan kegiatan pemugaran Kompleks Candi Padangroco, melalui Dana Pembangunan tahun 2003, kegiatan pengupasan dan pemugaran juga diarahkan untuk pengupasan da pemugaran Candi Pulau Sawah I. Kegiatan pemugaraan melalui Dana Pembangunan ini hanya sampai pada tahun 2004, selanjutnya kegiatan pengupasan dan pemugaran di situs Candi Pulau Sawah dibebankan ke anggaran Rutin Balai P3 Batusangkar.
Kegiatan ekskavasi juga dilakukan di situs Bukik Awang Maombiak, Desa Siguntur sesudah mendapatkan laporan penduduk, Main (60 Th) warga Siguntur yang pada tahun 1995 melaporkan adanya temuan bata-bata besar di daerah perkebunan karet di Bukik Awang Maombiak. Berdasarkan pada laporan tersebut, kemudian dilakukan survei dan dilanjutkan ekskvasi pada tahun 1998 dan 1999. Hasil ekskavasi menunjukkan adanya temuan bangunan candi bata yang cukup penting artinya, karena sampai saat ini, merupakan satu-satunya bangunan candi yang berada di seberang sungai, berseberangan dengan situs-situs dan bangunan candi selama ini. Ekskavasi Candi Bukik Awang Maombiak hanya dilakukan selama 2 (dua) kali, dan belum menampakungkapkan keseluruhan bangunan.
Di samping kegiatan ekskavasi, beberapa kegiatan pelestarian kawasan dan kepurbakalaan DAS Batanghari yang pernah dilakukan antara lain kegiatan pemetaan, penelitian geomarfologi, penelitian polen, dan survei-survei yang dilakukan oleh Muskala Kanwil Depdikbud Prov. Sumbar (1989), Suaka PSP dan Puslitarkenas (1990,1991,1992,1993,1994).
Lebih lanjut berbagai kegiatan pelestarian di kawasan Pulau Sawah telah dilakukan oleh BPCB Provinsi Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau meliputi beberapa kegiatan antara lain :
1. Ekskavasi Candi Pulau Sawah I Tahap I dan II tahun 1992.1995
2. Ekskavasi Candi Pulau Sawah II Tahap I s.d IV tahun 1991 sampai 1994.
3. Ekskavasi munggu-munggu di Pulau Sawah tahun 1995.
4. Pemugaran Situs Candi Pulau Sawah I dan II tahun 2003.
5. Pembuatan Cungkup Candi Pulau I dan II tahun 1997,1992.
6. Pembuatan jalan setapak Situs Pulau Sawah tahun 2001.
7. Pemugaran Candi Pulau Sawah Tahap I,II dan III tahun 2003,2004,2005.
8. Penggantian tanaman di Candi Pulau Sawah II tahun 2007.
9. Ekskavasi Candi Pulau Sawah II Tahun 2007.
10. Pemugaran Candi Pulau Sawah II Tahun 2008.
11. Penggantian tanaman di Candi Pulau Sawah II tahun 2008.
12. Pemugaran Candi Pulau Sawah II Tahap 7 tahun 2009.
13. Pemugaran Candi Pulau Sawah II Tahap 8 tahun 2010.
14. Pemugaran Candi Pulau Sawah II Tahap 9 Tahun 2011.
15. Penanaman Rumput lempeng di Candi Pulau Sawah II tahun 2011.
16. Penggantian pagar keliling di Candi Pulau Sawah II tahun 2012.
17. Ekskavasi Munggu XI Tahun 2012.

Dari 11 (sebelas) Munggu (struktur) yang diperkirakan terdapat di Kawasan Pulau Sawah, baru 3 (tiga) Munggu yang telah diekskavasi dan 2 (dua) diantaranya telah dilakukan pemugaran (Candi I dan Candi II). Kawasan Pulau Sawah saat ini merupakan area perkebunan (karet, jeruk nipis, dan jerus manis) milik masyarakat. Selain sebagai perkebunan, kawasan Pulau Sawah saat ini menjadi tempat ternak sapi. Delapan Munggu yang belum terkupas sangatlah perlu untuk dilakukan ekskavasi. Kondisi tersebut menyebabkan BPCB Batusangkar, sebagai instansi pemerintah yang berwenang dalam hal pengelolaan pelestarian kepurbakalaan, memandang perlu untuk mengadakan ekskavasi di kawasan pulau sawah, khususnya ekskavasi yang dimaksudkan sebagai penyelamatan (salvage excavation). Ekskavasi ini merupakan langkah awal untuk pengamanan dan penyelamatan situs dalam rangka perlindungan dan pelestarian situs ini pada tahap‐tahap selanjutnya. Selain itu ekskavasi ini juga dimaksudkan dalam rangka mengumpulkan data.

PROSES EKSKAVASI
Kegiatan Ekskavasi Munggu VI Pulau Sawah melalui beberapa tahapan, mulai dari survei permukaan, pembuatan datum point (DP), pembersihan lahan, pemetaan, lay out, pembuatan grid, penetapan kotak gali, dan dilanjutkan dengan penggalian kotak‐kotak gali. Rangkaian kegiatan ini diakhiri dengan pengambaran temuan dan penimbunan kembali kotak‐kotak gali. Uraian di bawah ini menjelaskan secara lebih detail mengenai tahapan dan jenis pekerjaan dalam Ekskavasi Munggu VI Pulau Sawah.
Hasil dari survei permukaan mendapatkan sebaran bata candi yang telah pecah dan terlepas dari konteksnya. Hal ini terlihat dari adanya permukaan tanah yang agak melengkung ke atas (menggunduk) seperti bekas tanah buangan (hasil galian).
Aktivitas pemetaan merupakan usaha untuk memindahkan bentuk dan keletakan suatu situs pada gambar peta dengan perbandingan skala tertentu. Pemetaan dalam kegiatan ekskavasi Munggu VI dilakukan untuk beberapa tujuan khusus, seperti penggambaran kotak grid ekskavasi, pembuatan gambar stratigrafi kotak ekskavasi, dan pembuatan peta teknis ekskavasi lainnya.
Kegiatan pertama yang dilakukan setelah pembersihan adalah penataan letak ekskavasi dan pembuatan grid (kotak gali) dengan berpedoman pada titik pusat DP (Titik 0). Untuk mempermudah pekerjaan ini, kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan bantuan tali yang dipasang saling bersilangan dengan orientasi pada keempat arah mata angin dengan titik DP sebagai pusat orientasi. Penarikan tali pada keempat arah mata angin ini akhirnya membagi lahan situs menjadi empat kuadran, yaitu Kuadran I, II, III, dan IV.

pulau sawah        munggu IV Pulau sawah

Setelah pembuatan grid selesai, baru dilakukan penggalian pada setiap kotak yang telah ditentukan untuk digali. Sebagaimana telah disebutkan di atas, penggalian dilakukan secara bertahap per spit (level) dengan interval 20 cm. Untuk mempermudah penggalian dipergunakan beberapa peralatan pertanian, seperti cangkul, sabit, dan parang; peralatan pertukangan, seperti sendok dempol dan cethok (sendok semen), dan peralatan K3, seperti sapu lidi dan keranjang.

pulau sawah ekska         ekskavasi p sawah

Selama lima hari efektif, Tim Ekskavasi Munggu VI Pulau Sawah telah berhasil membuka 9 (sembilan) buah kotak galian di kwadran I. Kotak yang dibuka adalah Berdasarkan pertimbangan teknis, dari sembilan buah kotak tersebut hanya dua buah kotak yang digali secara keseluruhan (2 m x 2 m), yaitu Kotak U13 T3, dan Kotak U12 T6, dua kotak lainnya yaitu Kotak U12 T3 dan Kotak U13 T4 hanya digali separuhnya (1 m x 1 m). Sedangkan lima kotak lainnya, yaitu Kotak U12 T4, Kotak U13 T6, Kotak U11 T6, Kotak U12 T9, dan Kotak U11 T9, hanya di gali separuhnya (2 m x 1 m).

kawasan ekskavasi pulau sawah

 

temuan runtuhan bata kotak U12 T4

temuan runtuhan bata di kotak U12 T4