Kompleks Makam Tralaya, Mojokerto

0
9518

Kompleks Makam Tralaya di Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto memang memiliki fungsi utama sebagai tempat pemakaman. Fungsi makam itu semakin meluas apabila dihubungkan dengan angka tahun dan hiasan yang tertera pada beberapa nisannya. Pada salah satu sisi beberapa nisan terdapat angka tahun 1376 – 1611 M (Damais, 1995: 228-249). Berdasaran angka tahun tersebut dapat diberi makna bahwa pada tahun 136 M telah ada orang Islam yang dikubur di Tralaya. Hal itu dapat dimaknai lebih luas berdasarkan keletakan Makam Tralaya di bekas wilayah ibukota kerajaan Majapahit, sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk bahwa pada masa Majapahit sudah ada komunitas orang yang beragama Islam.

Pada sisi yang lain dari beberapa nisan Makam Tralaya terdapat inskripsi beraksara dan berbahasa Arab yang berupa doa dan kutipan ayat-ayat Al Qur’an. Inskripsi yang berupa doa merupakan permohonan ampun kepada Allah. Doa yang dipahatkan pada nisan tersebut sangat cocok dengan nifas kematian, sehingga diperkirakan bahwa pada masa itu sudah terdapat ulama Islam di ibukota Majapahit sehingga dapat memilih doa inskripsi berbahasa dan beraksara Arab di beberapa nisan Makam Tralaya juga berisi kutipan ayat-ayat Al-Qur’an, Hadist, dan doa yang berhubungan dengan keimanan dan kematian (Kusen, Sumiaji, Inajati, 1993:110).

Beberapa inskripsi Arab tersebut masih sering diucapkan sebagai doa dalam upacara peguburan maupun khotbah untuk mengingatkan orang pada keimanan Islam. Penulisan kutipan itu di nisan kubur mungkin juga untuk mengingatkan orang pada keimanan Islam. Penulisan kutipan itu di nisan kubur mungkin juga untuk mengingatkan para peziarah pada pokok-pokok ajaran Islam (Kusen, Sumijati, Inajati, 1998: 110). Pemilihan ayat-ayat yang sesuai untuk ditempatkan di makam menunjukkan telah adanya ulama Islam pada masa itu. Adanya ulama Islam pada masa Majapahit dapat dihubungkan dengan sebutan beberapa bagian makam di kompleks Makam Tralaya dengan tokoh ulama Islam pada masa itu, seperti makam Syekh Jumadil Qubro, Sunan Ngudung, dan sebagainya. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pada masa Majapahit telah ada masyarakat Islam yang terorganisir dengan ulama sebagai pemimpinnya.
Berdasarkan kajian, ada beberapa inskripsi Arab pad nisan Makam Tralaya yang kurang lengkap atau salah tulis, seperti tulisan “tahibbu” pada salah satu nisan yang seharusnya “tuhibbu” (Damais, 1995 : 275). Hal itu dapat menunjukkan bahwa penulisnya mungkin bukan orang yang ahli berbahsa Arab atau mungkin orang yang baru masuk Islam. Pada masa Majapahit tentu banyak ahli pahat karena ditemukan arca-arca batu dari masa itu yang memiliki kualitas pahatan bagus, tetapi mereka tentu belum pandai berbahasa dan menulis aksara Arab sehingga penulisan prasasti beraksara dan berbahasa Arab sangat mungkin terjadi kesalahan.

Sementara itu, beberapa motif hias yang ditemukan dibeberapa nisan, seperti motif teratai, lontar, dan surya/matahari (Surya Majapahit) dapat dimaknai lebih luas. Motif hias bunga teratai biasanya banyak ditemukan pada pengarcaan dewa-dewi dalam agama Hindu dan Buddha. Motif ini biasanya dihubungkan dengan air sebagai lambang kesuburan (Van der Hoop, 1949 : 258). Motif lontar yang ditemukan bersamaan dengan hiasan sinar dapat dihubungkan dengan dunia tasawuf dalam Islam. Hiasan motif lontar yang digulung pita dapat melambangkan ilmu pengetahuan, karena orang yang berilmu dijanjikan akan mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah. Sementara itu, motif surya dipakai sebagai simbol perwujudan, seperti bentuk roda matahari dan cakra (Van der Hoop, 1949 : 284). Daam konteks Islam, hiasan surya dapat dihubungkan dengan cahaya (an nuur) yang melambangkan petunjuk Ilahi.

Motif hias pada nisan makam Tralaya dapat dimaknai bahwa pada masa Majapahit telah ada akulturasi dan toleransi antara budaya Hindu-Buddha dan Islsam karena pada satu benda terdapat simbol dari dua unsur budaya tersebut. Pada satu nisan terdapat hiasan teratai, lontar dan surya yang sebelumnya merupakan lambang-lambang dari agama Hindu- Buddha tetapi juga dipakai pada monumen Islam.(un)

Sumber : Laporan Pameran Museum Expo 2015, BPCB Mojokerto.