Megalitik Pasemah: Pemanfaatan Batu Breksi Volkanik

0
586
BPCB Jambi

Mencari dan menemukan kembali jejak-jejak budaya megalitik Pasemah di daratan tinggi Sumatra Selatan, adalah suatu perjalanan ilmiah yang menuntut kejelian dan ketelitian para arkeolog. Data kepurbakalaan berupa sebaran bangunan batu megalitik meliputi dolmen, menhir, tetralit, bilik batu, dan aneka bentuk arca batu dengan segala atributnya, hingga saat ini masih diselimuti banyak misteri. Bentang lahan yang memiliki indikasi tinggalan megalitik begitu luas meliputi wilayah Lahat, Kota Pagar Alam hingga wilayah Empat Lawang. Secara geografis ketiga wilayah di atas merupakan satu kesatuan bentang alam yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya. Ditinjau dari keberadaan lokasi jejak-jejak tinggalan bangunan megalitik Pasemah, yaitu umumnya menempati ruang teras-teras sungai atau dapat dijumpai di setiap bantaran baik bagian kanan maupun bagian kiri aliran sungai. Sejumlah tinggalan batu megalitik lainnya, juga tersebar hingga di lereng-lereng bukit yang mengarah ke Gunung Dempo.

Keberadaan dan penempatan tinggalan megalitik tersebut mungkin memiliki makna yang dapat dikaji secara kontekstual melalui pendekatan keruangan. Penting pula untuk melakukan retrospeksi atau mengkaji ulang mengenai pemahaman kita terhadap fungsi- fungsi batu megalitik itu terhadap kehidupan manusia, terutama bagimana keterkaitan dengan adaptasi manusia terhadap kondisi dan situasi alam pada masa lampau.

Kedekatan manusia Pasemah dengan alamnya, terbaca oleh Brahmantyo melalui observasi yang pernah dilakukan di Lahat dan Pagar Alam bahwa semua batu arca umumnya dipahat pada batupasir atau breksi volkanik, yaitu batu yang terbentuk secara sedimentasi dari hasil letusan gunung api. Sedangkan bahan untuk bangunan bilik batu, umumnya menggunakan batu-batu yang lebih keras seperti andesit, sehingga sedikit sekali mengalami rekayasa, kecuwali lubang kecil atau goresan-goresan dangkal (Brahmantyo Budi, 2011).