Sulit diterjemahkan: “Kerusakan Megalitik Pasemah”

0
556
ririfahlen/bpcbjambi

Lukisan-lukisan kuno yang tersimpan dalam sejumlah bilik kamar batu di daerah Lahat, kini kondisinya sangat memperihatinkan. Sebagian dari peninggalan itu mengalami kerusakan, sehingga sulit diamati kembali wujud dan bentuknya. Penyebab utama kerusakan disebabkan adanya aksi corat-coret yang melukai warisan gambar megalitis tersebut. Dan siapapun yang sempat menyaksikan perbuatan itu akan menjadi berang dan marah. Diperparah lagi dengan faktor klinis yang secara alamiah seperti penyakit jamur yang muncul dari kelembaban udara dalam ruang bilik batu di bawah tanah, karena kurangnya perawatan dan pemeliharaan.

Kerusakan yang dialami lukisan kuno itu adalah terdapatnya bermacam-macam coretan atau tulisan yang diterakan di atas lukisan batu, baik dengan menggunakan bahan berupa arang dan dengan menggunan benda tajam. Akibatnya terjadi goresan-goresan yang sangat jelas berupa huruf-huruf latin untuk sekedar penulisan nama maupun suatu penyampaian pesan seperti: Lia, …amat, Gus, Melamar, Linda, IPA, dan tulisan lainnya yang tidak jelas. Graffiti para vandalis di atas tidak hanya mencemari tetapi sekaligus telah memusnahkan bentuk peninggalan budaya tersebut sebagai karya leluhur yang penting di masa lampau.

ririfahlen/bpcbjambi

Peninggalan lukisan-lukisan kuno tersebut merupakan satu-satunya peninggalan kepurbakalaan yang dimiliki Sumatra Selatan dan tidak terdapat di tempat lain dimanapun, tetapi sayangnya pemerintah daerah terkesan menelantarkan. Hal itu terlihat atas kurangnya pemeliharaan dan perawatan yang mestinya dilakukan terhadap setiap peninggalan kepurbakalaan yang termasuk unik dan langka ini. Semenjak diberlakukan Otonomi Daerah (OTODA) di daerah Lahat, maka seolah-olah terjadi perubahan dan pengalihan atas pemanfaatan dan pemeliharaan kepurbakalaan, dimana sebelumnya ditangani sepenuhnya oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi sebagai pelaksana teknis (UPT) dari Direktorat PBCBM, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Asset purbakala ini memang merupakan potensi daerah, tetapi pengelolaannya perlu dipikirkan dan dibagi bersama.

Peninggalan bilik batu bergambar ini merupakan satu-satunya yang dapat dijumpai dan dikunjungi di beberapa tempat di Lahat dan Pagar Alam seperti terdapat di Desa Tanjung Aro, Tegur Wangi, Kotaraya Lembak, dan Jarai. Menurut catatan para peneliti terdahulu, bahwa sebaran bilik batu ini sangat banyak, terutama sekali ditemukan di daratan tinggi, baik di ladang-ladang kopi, persawahan, dan bahkan di sekitar pemukiman penduduk. Namun bilik- bilik batu ini sangat sedikit yang memiliki kondisi terpelihara, sebut saja yang terdapat di Tegur Wangi, dan Jarai misalnya. Keadaannya cukup merana tanpa adanya perawatan dan pemeliharaan memadai, tidak terdapat seorang juru pelihara (juper) yang dapat dimintai informasi atau suatu plakat yang dapat dijadikan sebagai tanda bahwa di lokasi tersebut terdapat situs megalitik, begitu juga halnya di Tanjung Arau. Lebih parah lagi peninggalan bilik batu yang terdapat di Kotaraya Lembak, nyaris tidak dapat ditelusuri letaknya, karena berada sedikit jauh dari perkampungan yaitu terletak di dalam perkebunan kopi yang lebat. Untung saja ada seorang penduduk mau mengantar ketika penulis mengunjungi lokasi situs bilik-bilik batu tersebut.

Apabila melihat bangunan pagar pelindung yang pernah dibangun oleh BPCB Jambi sebagai suatu bentuk pengamanan dan proteksi, bahkan tampaknya pernah dilengkapi dengan alat gempok di setiap pintu pagar. Kondisi saat ini memang sangat jauh dari pemeliharaan. Kesan yang dapat ditangkap adalah kotor dan tak terawat lagi.

ririfahlen/bpcbjambi

Gambar-gambar yang terpendam di dalam bilik-bilik batu situs Kotaraya Lembak, selain sangat unik, juga paling terindah dari seluruh lukisan yang pernah dipamerkan dalam bilik-bilik batu di Lahat. Satu diantara lukisan itu pernah diperdebatkan para ahli mengenai identifikasi gambar. Ahli lain menyebutkan dengan gambar seekor burung hantu, tetapi Teguh Asmar ketika masih hidup tetap pada pendapatnya bahwa gambar itu adalah “harimau”. Kedua pendapat itu memang berbeda penafsiran atas satu gambar, namun gambar-gambar lainnya pun sangat misterius dan sulit untuk diterjemahkan.

(artikel ini ditulis oleh Nasruddin, disadur dari tulisan yang berjudul “Melukis Dalam Bilik Batu”, yang telah dipublikasikan dalam buku “Megalitik Pasemah, Warisan Budaya Penanda Zaman”)

Bersambung…