Ancaman Terhadap Kelestarian Situs Gunung Tambora

0
1427

Gunung Tambora adalah sebuah gunung yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Gunung Tambora ini secara administratif termasuk alam Kabupaten Dompu dan Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Situs Gunung Tambora ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dompu (sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut, dan Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan hingga barat laut, dan kaki hingga puncak sisi timur hingga utara), Provinsi Nusa Tenggara Barat, tepatnya pada 8°15′ LS dan 118° BT.

Gunung ini terletak baik di sisi utara dan selatan kerakoseanik. Tambora merupakan gunung api aktif Tipe A dengan ketinggian ±2854 m, memiliki kaledra dengan garis tengah bibir ±7 km dan dasar kawah 3500×4000 m, serta mempunyai kedalaman mencapai ±950 m. di dalam kaldera sebelah barat terdapat sebuah danau dengan garis tengah arah selatan-utara ±800 m, timur-barat 200 m, mempunyai kedalaman mencapai 15 m yang terletak pada ketinggian ±1300 m, di atas permukaan air laut (dpl).

Konservasi Gunung Tambora merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa di antaranya dari kelas mamalia (Rusa Timor), reptile (Biawak, Kadal Pohon, Ular Sanca), primate (Kera Abu), dan Aves. Terdapat 8 jenis burung yang dilindungi, 1 jenis di antaranya merupakan spesies prioritas terancam punah dan dua jenis burung endemic NTB. Kawasan gunung tambora sebagian besar berbatasan dengan kawasan hutan dengan fungsi lainnya. Sebelah utara berbatasan dengan hutan produksi dan areal peruntukan lainnya, sebelah selatan berbatasan dengan hutan produksi, hutan lindung dan hutan produksi terbatas, sebelah barat berbatasan dengan areal peruntukan lainnya dan hutan produksi sedangkan sebelah timur berbatasan dengan hutan produksi.

Berdasarkan analisis citra satelit yang dipaduserasikan dengan Peta Topografi Pulau Sumbawa skala 1 : 250.000, kawasan Gunung Tambora memiliki topografi berbukut sampai bergunung dengan kelerengan agak landa sampai curam dengan klasifikasi kelas kelerengan 8% – 45%. Menurut klasifikasi Schmicht & Ferguson Gunung Tambora memiliki cakuoan wilayah yang sangat luas memiliki 3 tipe iklim yaitu iklim D dengan nilai Q antara 60% s/d 100%, tipe iklim E dengan nilai Q antara 100% s/d 167% dan tipe iklim F dengan nilai Q antara 167% s/d 300%. Tipe ikli tersebut sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan perbandingan jumlah bulan kering dengan jumlah bulan basah selama periode waktu tertentu.

Secara administratif situs Tambora  terletak di kawasan Sori Sumba, Dusun Tambora, Desa Oi Bura, Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima. Secara geografis lokasi ini berada di tengah hutan di kaki Gunung Tambora dan dekat dengan perbatasan wilayah Kabupaten Dompu. Pintu masuk paling dekat menuju lokasi ini melawati Dusun Pancasila, Desa Tambora Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu. Dengan berjalan kaki sekitar satu setengah jam melawati jalan-jalan di sekitar perkebunan kopi yang sangat luas barulah bisa sampai pada lokasi ini. Perjalanan sepanjang kebun kopi adalah relatif landai. Tetapi dengan berjalan sekitar 20 sampai 30 menit sebelum mencapai lokasi, perjalanan  dengan mengikuti jalan setapak yang ditumbuhi semak belukar. Di sekitar situs Tambora terdapat enam buah dusun/kampung yang menyebar antara lain, kampung timur, Kampung Bali, Sumber Urip, Jembatan Besi, Lembah Madu, dan Oi Bura. Keempat kampung dihuni oleh  sekitar 400 KK. Masing-masing kampung dengan lokasi dan jarak sangat berjauhan antara kampung satu dengan kampung yang lainnya.  Material ledakan Gunung Tambora yang berserakan di sepanjang jalur pendakian  terutama di punggung dan areal kawah Gunung Tambora menambah eksotisme Gunung Tambora. Rumput-rumput pendek yang dihiasi bunga abadi sepanjang masa, edelweisess  dan areal tanpa pepohonan yang memberi kesan tandusnya wilayah puncak dan kawah.  Sejauh mata memandang akan terlihat tempat-tempat seperti Bima, Dompu, Pulau Moyo, dan Pulau Satonda. Secara astronomis, lokasi-lokasi yang diduga memiliki potensi cagar budaya dengan posisi antara lain pesanggrahan dengan posisi astronomis 50 L 0592994, UT 9095543, dpl. 670 meter;  situs kawasan Tambora dengan posisi astronomis 50  L. 0593112, UT. 9095884, DPL 637 meter (Gambar 1 dan foto 1). Berdasarkan catatan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat, sebelum ditetapkan sebagai Taman Nasional pengelolaan kawasan ini terbagi menjadi tiga yakni Cagar Alam (23.840,81 Ha), suaka Margasatwa (21.674,68 Ha), dan Taman Baru (26.130,25 Ha). Setelah ditetapkan sebagai Taman Nasional (TN) luas kawasan ini menjadi 71.645,64 Ha. Adapun batas-batas kawasan ini yakni utara hutan produksi dan peruntukan lainnya;  selatan hutan produksi, hutan lindung, dan hutan produksi terbatas; barat areal peruntukan lain; dan timur hutan produksi. Berdasarkan ketinggiannya, kawasan Tambora memiliki beberapa ekosistem yakni hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan tengah, dan hutan pegunungan atas. Berdasarkan habitatnya terdapat 3 tipe ekosistem yakni hutan savanna, hutan hujan tropis, dan hutan musim.

Ancaman Terhadap Kelestarian Situs Gunung Tambora

Ancaman (threats) adalah merupakan sebuah kondisi yang memungkinkan adanya faktor dari dalam maupun dari luar situs cagar budaya yang berpotensi menimbulkan kerusakan dan pelapukan. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ancaman kelestarian tersebut antara lain, adalah:

  • Faktor Internal

Faktor Internal terkait dengan sifat bawaan yang merupakan kelemahan dari benda itu sendiri, dapat berupa sifat bahan, teknologi, desain, bahan dasar, tata letak, dan geotopografis atau keletakan/posisi benda. Faktor ini ditentukan oleh proses awal dari penciptaan dan rekayasa pada masanya yang kemudian bertahan hingga masa kini atau pada saat ditemukannya. Dalam proses rentang masa itu akan terjadi proses-proses alam yang menyebabkan menurunnya kualitas bahan, dan juga dipengaruhi oleh kelemahan desain, tata letak, dan teknologi yang digunakan. Selain itu, kondisi tanah dasar, geotopografis dan pemilihan tempat pendirian atau penempatan benda juga memiliki potensi kelemahan dalam beradaptasi secara terus menerus dengan lingkungan sekitar yang terus mengalami perubahan. Berkaitan dengan hal tersebut dan melihat kondisi terkini dari tinggalan-tinggalan cagar budaya yang terdapat di Situs Gunung Tambora tinggalan selain bangunan Rumah Atas/guest house bangunan bekas peninggalan kolonial lainnya kondisinya sudah rusak karena lapuk dan tidak terawat, sedangkan untuk artefak hasil penelitian masih tersimpan dengan baik di bangunan rumah atas/guest house. Namun demikian perlu kiranya dipertimbangkan untuk melaksanakan pelestarian konservasi dan revitalisasi bangunan yang didahului dengan kajian-kajian secara ilmiah.

  • Faktor Eksternal

Faktor Eksternal, adalah pengaruh dari luar benda atau lingkungan di sekitarnya yang juga mengalami perubahan atau fluktuasi secara terus menerus mempengaruhi benda sejak awal. Hal ini berhubungan dengan seting lingkungannya, yaitu mahluk hidup (biotik) dan benda-benda non hayati di sekitarnya (abiotik).

Saat ini Situs Gunung Tambora telah mengalami keterancaman, terutama pada bangunan bekas peninggalan masa kolonial Belanda. Kondisi situs yang telah terekspose pengaruh manusia dan alam yang mengakibatkan munculnya kerentanan atau ancaman secara keseluruhan terhadap keberadaan situs ini.  Secara umum pangaruh penduduk dan alam sangat besar terhadap kondisi bangunan peninggalan masa kolonial di Situs Gunung Tambora, karena maraknya terjadi pencurian bahan bangunan yang terbuat dari besi, maraknmya terjadi vandalism, serta kondisi bangunan yang ditumbuhi semak belukar, hal ini disebabkan karena tidak ada pengawasan langsung terhadap situs  karena letak situs yang jauh dari pemukiman penduduk dan tidak terawatnya bangunan. Hal ini perlu kiranya menjadi pertimbangan stakeholder yang memeiliki kewenangan dalam hal ini, sehingga keberadaan Situs Gunung Tambora tetap dapat terjaga kelestariannya.