KAJIAN PENYELAMATAN PRASASTI BLANJONG

0
2831

BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA BALI


Latar Belakang

Pelestarian warisan budaya memiliki lingkup yang luas, pelestarian tidak semata berhubungan dengan kegiatan pemugaran bangunan kuno atau perawatan naskah-naskah kuno saja. Pelestarian mencakup upaya-upaya pemeliharaan, pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan nilai-nilai yang terkandung dan keberadaan warisan budaya. Pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya merupakan alat dan strategi pelestarian, dalam upaya memberdayakan dan mengangkat nilai-nilai penting warisan budaya. Nilai-nilai penting warisan budaya meliputi nilai penting bagi ilmu pengetahuan, edukasi, kebudayaan, sejarah dan nilai ekonomik yang terkandung dalam warisan budaya. Suatu kawasan akan dilestarikan, apabila kawasan tersebut mempunyai potensi atau nilai penting tertentu. Karena itu, nilai-nilai penting yang terkandung dalam kawasan itulah yang semestinya menjadi dasar utama dalam menentukan perencanaan pelestarian dan pengembangannya. Dengan kata lain, pelestarian adalah kata kunci utama dalam melakukan pengelolaan warisan budaya.

Pelestarian warisan budaya pada hakekatnya adalah melestarikan  warisan budaya agar tetap ada dalam konteks sistem dan berguna bagi kehidupan masyarakat sekarang. Pelestarian warisan budaya adalah upaya untuk memberi makna baru bagi warisan budaya itu, apakah sebagai identitas atau jatidiri, daya tarik wisata ataupun untuk kajian ilmu pengetahuan. Oleh karena itu jika tidak ada makna baru yang dapat dirasakan oleh masyarakat sekarang, upaya pengelolaan itu akan terasa sulit atau bahkan tidak akan mencapai sasaran. Lebih jauh dijelaskan bahwa ada tiga sudut pandang dalam melihat nilai penting suatu sumberdaya budaya, termasuk suatu kawasan cagar budaya, berdasarkan azas kegunaan (use-value), pilihan (option value), dan azas keberadaan (existence value).

Berdasarkan azas kegunaan, suatu sumberdaya budaya mempunyai nilai penting apabila dapat memberikan manfaat beragam pada saat ini dan mendatang baik bersifat material maupun non-material. Azas keberadaan berpandangan bahwa yang paling penting sumberdaya budaya itu tetap ada, walau pun kini kegunaannya tidak dirasakan sama sekali. Kepuasan pendukung azas ini tercapai kalau mereka mendapatkan kepastian bahwa sumberdaya itu akan bertahan (survive) atau tetap eksis (in existence).

Berkenaan dengan uraian tersebut di atas Pokja Pengembangan dan Pemanfaatan sebagai salah satu bidang teknis di BPCB Bali merencanakan progam pelestarian berupa kegiatan Kajian Penyelamatan Situs Prasasti Blanjong di Banjar Blanjong, Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Perencanaan program ini terfokus pada kegiatan penyelamatan prasasti Blanjong dan pelestariannya kedepan untuk tujuan pariwisata, pendidikan dan kebudayaan sehingga  potensi nilai, informasi, dan promosi cagar budaya serta pelestarian cagar budaya tersebut  dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat banyak.

Blanjong adalah nama daerah di Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Di daerah ini juga ditemukan Prasasti Pilar tepatnya di dekat Banjar Blanjong. Kemu­dian prasasti tersebut diberi nama Prasasti Blanjong. Pura Blanjong berlokasi di Banjar Blanjong, Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan. Pura ini terdiri dari dua halaman yaitu halaman dalam (jeroan) dan halaman luar (jabaan). Daya tarik Pura Blanjong salah satunya yaitu keberadaan peninggalan arkeologi yaitu prasasti Blanjong. Prasasti Blanjong adalah sebuah prasasti yang memuat sejarah tertulis tertua tentang Pulau Bali. Prasasti ini terbuat dari batu padas, berbentuk tiang batu atau pilar dengan ukuran tinggi 1,77 m, garis tengah 0,62 meter. Pada bagian atas berntuk bunga teratai (lotus). Prasasti ini memakai dua bahasa dan dua huruf sehingga disebut prasasti bilingual yaitu disisi barat laut terdapat enam baris tulisan dengan huruf Pranegari dan menggunakan bahasa Bali Kuno (Kawi) dan di sisi tenggara terdapat tiga belas baris tulisan dengan huruf Bali Kuno dan memakai bahasa Sansekerta. Prasasti ini ditemukan oleh Stutterheim sekitar tahun 1930. Pada prasasti ini disebutkan kata Walidwipa, yang merupakan sebutan untuk Pulau Bali. Prasasti ini bertarikh 913 M, dan dikeluarkan oleh seorang raja Bali yang bernama Sri Kesari Warmadewa. Keunikan situs yang berpadu dengan lingkungan alam sekitarnya merupakan suatu potensi unggulan yang kiranya dapat dikembangkan dan dimafaatkan untuk tujuan wisata budaya yang tetap terintegrasi dengan upaya-upaya pelestarian cagar budaya.

Kondisi saat ini Situs Prasasti Blanjong berada di bawah permukaan tanah, sehingga menyulitkan untuk mengembangkan dan memanfaatkan situs tersebut. Faktor utama akan keterancamannya adalah bila terkena banjir atau genangan air yang ada di prasasti tersebut. Dilaksanakannya kajian penyelamatan cagar budaya, khususnya pelestarian pasasti Blanjong diharapkan dapat menangani keterancaman tersebut dan rancangan untuk menata situs sehingga dapat meningkatkan potensi nilai, informasi, dan promosi cagar budaya serta pemanfaatannya untuk kepentingan sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian. Faktor utama dilaksanakannya kajian pelestarian cagar budaya adalah manfaat yang dapat dirasakan dalam pelestarian bagi masyarakat banyak. Dengan terwujudnya kajian penyelamatan cagar budaya diharapkan pelestarian cagar budaya lebih berkesinambungan dan dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat. Atas dasar pertimbangan tersebut perlu dilakukan kajian pelestarian ini dalam upaya pelestarian cagar budaya.

Kegiatan pengumpulan dan pengolahan data kajian pelestarian cagar budaya yang dengan memperhatikan tata ruang, tata letak, fungsi sosial, dan/atau lanskap budaya asli. Pada kajian pelestarian situs prasasti Blanjong ini secara substansial difokuskan dengan menata kembali letak prasasti, nilai budaya, dan fungsi ruang tentang Situs Prasasti Blanjong sebagai destinasi wisata dengan potensi-potensinya, baik itu potensi budaya maupun potensi alamnya. Dari hasil kegiatan kajian diharapkan menghasilkan rekomendasi yang akan bermanfaat untuk kelestarian cagar budaya.

Untuk mendapatkan hasil kajian yang berbobot dan memiliki nilai ilmiah, maka pada pelaksanaan kajian pelestarian cagar budaya menggunakan kaidah-kaidah metodelogi penelitian yang lazim dipergunakan, yaitu dengan melakukan studi kepustakaan, observasi lapangan dan wawancara dengan narasumber yang berkompeten. Disamping itu dalam pelaksanaan kegiatan  ini dilengkapi dengan dokumentasi-dokumentasi berupa foto, gambar.

 

Konsep

Dalam suatu penelitian perlu penegasan batasan pengertian operasional dari setiap istilah atau konsep yang terdapat baik dalam judul penelitian maupun rumusan masalah penelitian. Pemberian definisi atau batasan operasional suatu istilah berguna sebagai sarana komunikasi agar tidak terjadi salah tafsir dan juga mempermudah dalam proses penelitian. Beberapa deskripsi konsep yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

  • Warisan Budaya

Warisan budaya adalah sesuatu yang diperentasikan atau dipresentasikan ulangyang berhubungan dengan masa lalu dan memiliki nilai khusus atau signifikan sebagai kekayaan atau warisan. Oleh karena itu warisan budaya dikontruksi melalui proses seleksi dan eliminasi oleh negaradan agen untuk tujuan politik, ekonomi, dan daya Tarik wisata. Warisan budaya dapat berupa tangible dan intangible dari masa lalu yang diinterpretasikan, dinilai, dan dipertimbangkan karena  memiliki nilai penting sehingga perlu dilindungi. Warisan budaya juga diinterpretasikan terkait dengan identitas baik ditingkat local, nasional, dan global (Ardika, 2015: 2).

  • Konsep  Sistem Drainase

Masalah air baik itu air tanah maupun air dari hujan apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan permasalahan lingkungan yang akan berdampak terhadap kehidupan manusia, salah satunya menyebabkan kerusakan bangunan-bangunan buatan manusia. Dari bermacam-macam bangunan buatan manusia salah satunya adalah bangunan/benda cagar budaya yang mempunyai nilai dalam kehidupan sosial maupun spiritual manusia. Untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan karena disebabkan oleh air/genangan air maka diperlukan sebuah metode/sistem untuk mengaturnya.

Dalam pengaturan masalah air ini kita membuat sistem drainase yaitu sebuah upaya untuk mengelola kelebihan air (air hujan) dengan berbagai metode diantaranya dengan menampung air hujankedalam tampungan buatan atau alamiah, meresapkan, mengalirkan ke saluran pembuangan dan memelihara sistem tersebut sehingga berdaya guna secara berkelanjutan. Sistem drainase dalam hal ini adalah untuk mengatasi air yang menggenang karena air hujan, air yang menggenang dialirkan menuju ketempat yang rendah secara gravitasi, atau dipompa (ditampung dalam bak penampungan terlebih dahulu), dimasukkan sumur resapan (sumurdewatering). Kondisi eksisting hasil pengukuran dilapangan elevasi muka air sumur di dalam pura yang berada ± 25 m dari lubang prasasti memiliki beda elevasi – 87,5 cm dari elevasi dasar dudukan prasasti. Pada kondisi ini lubang prasasti kering karena air secara gravitasi akan menuju ketempat dengan elevasi yang lebih rendah. Dari berbagai metode yang digunakan untuk memanage/mengatur debit air bisa dipilih yang paling efektif dan mudah dalam pelaksanaan dilapangan.

  • Tinjauan Sistim Drainase dan Lingkungan

Dalam lingkup rekayasa sipil, drainase dibatasi sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal sesuai dengan kepentingan.Konsep sistem drainase yang direncanakan di lingkungan situs Prasasti Blanjong dengan menata dan mendesin ulang  saluran pembuangan. Untuk mendesain ulang saluran drainase diperlukan data hidrologi untuk bisa mengetahui seberapa banyak air yang masuk situs dan seberapa banyak air yang harus dibuang. Selain itu juga diperlukan data kontur tanah di area situs sebagai acuan dalam perencanaan arah saluran pembuangan air.

RiwayatPelestarian Pada Tahun 1986

  • Usaha Penyelamatan

Usaha penyelamatan tugu prasasti Blanjong meliputi konservasi tugu prasasti dan perbaikan kondisi lingkungannya. Berdasarkan hasil pengamatan, maka usaha penyelamatan dilakukan sebagai berikut:

  1. Membersihkan permukaan tugu prasasti.
  2. Mencegah agar tidak terjadi kapilarisasi air tanah ketubuh tugu prasasti Blanjong.
  3. Coating, konsolidasi dan memperbaiki konstruksi penjepit tugu prasasti.
  4. Memperbaiki lingkungan tugu prasasti.
  5. Pembuatan abklaatsoh
  • Pelaksanaan Konservasi
  1. Membersihkan permukaan tugu prasasti dari jasad organis seperti lumut, jamur kerak, dan ganggang, dengan cara:
  • Seluruh permukaan tuguprasasti dibersihkan dengan sikat dan air untuk membersihkan debu dan jasad organis yang tumbuh pada permukaan tugu prasasti.
  • Mengoleskan AC 322 pada seluruh permukaan tugu prasasti untuk membersihkan secara chemis sisa-sisa jasad organis yang pada permukaan tugu prasasti. Komposisi AC 322 yang dipakai adalah sebagai berikut:

Amonium Bicarbonat 110 gram.

Disodium Salt/Elta 90 gram.

Sodium Bicarbonat 160 gram.

Carboxymethil Cellulose 155 gram.

Dilarutkan dengan air sebanyak 3 liter

  • Setelah kontak waktu kurang lebih 24 jam, maka AC 322 dibersihkan dengan air sampai bersih.
  • Air bekas cucian AC 322 diperkirakan PH nya netral (PH=7). Dengan demikian berarti tugu ini bersih dari sisa-sisa jasad organis dan AC 322.
  • Pemasangan Lapisan Kedap Air

Pemasangan lapisan kedap air di bagian bawah tugu prasasti bertujuan untuk mencegah agar tidak terjadi kapilarisasi air tanah yang dapat merembes naik ketubuh tugu prasasti.Akibat panas sinar matahari, maka penguapan mengakibatkan terjadinya kristalisasi garam pada permukaan bagian atas tugu prasasti, sehingga menjadi aus. Untuk mencegah hal ini maka pada bagian bawah tugu prasasti dipasang lapisan kedap air Ultran Clear dengan komposisi hardener dan resin= 1 : 4, dengan cara:

  • Membongkar beton penjepit tugu prasasti pada bagian dinding bangunan pelindung. Sebelum beton penjepit dibongkat terlebih dahulu dipasang penyangga dari kayu agar tugu prasasti tidak bergerak. Membongkar sisi sebelah barat bagian bawah tugu prasasti dan menunggu sampai bagian bawah tugu prasasti dalam keadaan kering.
  • Bagian bawah tugu prasasti dibersihkan dengan sikat ijuk agar bersih dari kotoran tanah.
  • Mengoleskan lapisan Ultran Clear pada bagian bawah tugu prasasti. Sementara menunggu Ultran Clear pada bagian bawah sisi sebelah barat tugu prasasti kering, pekerjaan dilanjutkan dengan pengecoran lantai kerja dan pondasi di bawah tugu prasasti. Demikian juga halnya dengan pemasangan lapisan Ultran Clear pada bagian bawah sisi sebelah timur tugu.
  1. Coating dan Konsolidasi
  • Coating pada seluruh permukaan tugu prasasti dilakukan setelah tugu prasasti dalam keadaan kering. Bahan kimia yang dipakai adalah Handifik Masinseal. Pengolesan Masonseal ini bertujuan untuk mencegah masuknya air dari luar tugu prasasti misalnya dari kelembaban lingkungan dan air hujan.
  • Konsolidasi pada bagian permukaan yang mengalami retak-retak kecil dengan memakai resin cyano orilate. Dengan cara menekankan ujung tubve ke dalam celah-celah retakan kecil yang ada, agar tidak mengelupas. Konsolidasi dilakukan setelah bagian yang retak dalam keadaan kering dan bersih.

2. Perbaikan Konstruksi Penjepit Tugu Prasasti

Konstruksi penjepit tugu prasasti memakai beton bertulang dengan diameter tulang 8 mm. dan diperkuat dengan beton sloof-ring dibagian bawah tugu prasasti, dilaksanakan sebagai berikut:

  • Membongkat lantai pada bagian bawah tugu prasasti.
  • Mengakkan kedudukan tugu prasasti, dari hasil pengukuran yang telah dilakukan, ternyata kedudukan tugu prasasti miring 20 45’ ke arah barat laut. Kemungkinan kemiringan ini sudah terjadi sejak perbaikan untuk pertama kalinya (1961), oleh Dinas Purbakala Bali mengingat kedudukan beton penjepit yang sudah ada tidak mengalami kemelesakan. Untuk menegakkan kedudukan tugu prasasti ini, maka ditambah pasak pada penyangga sisi barat laut. Pasak dipukul perlahan-lahan sehingga bagian atas tugu prasasti bergerak ke arah tenggara secara perlahan-lahan. Pekerjaan ini dilakukan bersamaan dengan pemasangan lapisan kedap air Ultran Clear pada bagian bawah tugu prasasti.
  • Setelah kedudukan tugu prasasti tegak kembali, kemudian diukur dengan untung-unting, maka pekerjaan dilanjutkan dengan memasang tulang beton penjepit tugu prasasti dan sloofring pada bagian bawahnya.
  • Antara beton penjepit dan permukaan prasasti diberi batas plastic mika agar tidak terjadi kontak langsung antara beton dengan tugu prasasti.
  • Pengecoran dilakukan dengan campuran Pc : Pasir : Kerikil = 1 : 2 : 3.

3. Pembuatan Abklaatsch

Pembuatan abklaatsch adalah merupakan program yang belum direncanakan dalam laporan data kerusakan dan rencana konservasi prasasti Blanjong. Mengingat pentingnya abklaatsch tersebut sebagai dokumentasi, setelah tugu prasasti dibersihkan, maka dilanjutkan dengan pembuatan abklaatsch dengan memakai bahan kertas tissue dengan cara:

  • Kertas tissue ditempel pada seluruh permukaan tugu prasasti terutama yang ada tulisannya.
  • Kertas tissue yang sudah menempel ditekan-tekan dengan kuas yang dibasahi air sampai kertas tissue masuk keseluruh pahatan huruf dan dilakukan secara berulang-ulang sampai kurang lebih 7 lapis yang dipasang vertikal dan horizontal secara bergantian.
  • Pada lapisan kertas tissue yang terakhir diolesi dengan larutan polivinil asetat 5 % untuk memperkuat abklaatsch ditunggu sampai kering (kurang lebih 24 jam), abklaatsch dibuka dan pada permukaan bagian dalamnya diolesi lagi dengan polivinil acetat 5% abklaatsch menjadi lebih kuat.

 

  • Perbaikan Lingkungan Tugu Prasasti

Perbaikan lingkungan tugu prasasti Blanjong bertujuan untuk menjaga agar ruangan disekitar tugu prasasti tidak selalu lembab, dengan jalan memasang lapisan kedap air pada dinding bangunan pelindung, yaitu lapisan mortar araldite TAR dengan komposisi resin dan hardener = 4 : 1 dengan demikian maka pekerjaan konservasi tugu prasasti Blanjong telah selesai dikerjakan seluruhnya.

Walaupun usaha penyelamatan tugu prasasti Blanjong sudah dilakukan, namun kerusakan yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan masih mungkin terjadi, misalnya karena pengaruh angina laut, polusi akibat debu dan kerusakan oleh akar tumbuh-tumbuhan yang berada disekitar bangunan pelindung tugu prasasti.

Untuk mencegah kerusakan oleh faktor lingkungan inin, maka beberapa hal yang perlu dilakukan di masa yang akan datang:

  • Perbaikan bangunan pelindung tugu prasasti Blanjong

Dalam perbaikan bangunan pelindung tugu prasasti ini dipertimbangkan pemakaiandinding kaca sehingga tugu prasasti terlindung, seperti di dalam sebuah vitrin.Konstruksi vitrin dibuat sedemikian rupa sehingga sewaktu-waktu dapat dibuka untuk berbagai macam keperluan, misalnya penelitian, upacara keagamaan, dan lain-lainnya.Untuk dapat memasang dinding penutup kaca, maka bangunan pelindung tugu prasasti harus diperbesar dari ukuran yang ada sekarang.

  • Penebangan pohon-pohon yang ada disekitar bangunan pelindung tugu prasasti

Sampai saat ini di sekitar bangunan pelindung tugu prasasti tumbuh beberapa pohon kelapa dan pohon manga yang akar-akarnya dapat merusak pondasi bangunan pelindung tugu prasasti.Pohon-pohon ini sebaiknya ditebang dan diganti dengan pohon Bungan yang tidak terlalu tinggi untuk menambah keindahan pura.

  • Pengamanan Lingkungan

Pengamanan lingkungan yaitu merencanakan pemanfaatan lingkungan sekitar agar tidak mencemarkan kekunaan yang penting ini melalui perencanaan zoning yang menyangkut tata guna tanah di sekitar tugu prasasti dan bangunan seperti perumahan dan sebagainya.

 

Letak dan Lingkungan

Desa Sanur Terletak di dataran rendah dengan ketinggian 0-10 M diatas permukaan Laut yang termasuk Wilayah Bali Selatan yang berbatasan dengan :

– Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sanur Kaja

– Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Badung / Samudra

Indonesia

– Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Renon dan Desa

Sidakarya

– Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Sanur

Kondisi Lingkungan

Dari hasil observasi yang dilakukan, lokasi Prasasti Blanjong berada ditengah-tengah pemukiman penduduk yang mana disekeliling situs banyak tumbuh tanaman pisang dan tanaman besar lain yang cukup lebat. Daun-daun tanaman yang menaungi situs menyebabkan area situs selalu terlindung dari panas dan hembusan angin. Kondisi ini menyebabkan lingkungan situs berada dalam kondisi lembab. Hal ini ditandai dengan permukaan dinding dalam prasasti yang terasa basah(lembab) bila disentuh dan munculnya mikroorganisme pada dinding lubang prasasti dan pada batu prasasti.

Jalan umum yang berada dibelakang situs prasasti juga tidak ada saluran drainase sehingga apabila hujan air yang melimpas justru akan kearah situs prasasti hal ini akan menambah debit genangan air di area situs prasasti.  Lokasi tanah situs yang berbatasan dengan tanah warga juga menyulitkan dalam perawatan saluran, terlihat pada saat observasi pada sela-sela pagar terdapat tumbuhan yang tidak terawat dan sampah. Kondisi ini akan membuataliran air terhambat dan semakin menambah waktu genangan air. Kondisi saluran drainase yang ada saat ini dalam kondisi terawat dan bersih, tetapi masih perlu pengukuran ulang untuk mengatur kemiringan saluran. Sedangkan untuk mendesain ulang saluran drainase dibutuhkan data-data hidrologi terutama data curah hujan minimal 10 tahun terakhir.

Luas Wilayah

Luas Wilayah Desa Sanur Kauh secara keseluruhan 386,0 Ha yang sebagai besar merupakan Daerah pemukiman dan sedikit Daerah tegalan, Persawahan yang terletak di Wilayah Kerja Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar.

 Iklim

Desa Sanur Kauh memiliki iklim Laut tropis yang di pengaruhi oleh angin musim dan terdapat musim kemarau dan musim Hujan yang diselingi oleh musim pancaroba.

Suhu rata – rata di Desa Sanur Kauh 19-34 Celcius dengan curah Hujan rata-rata setiap Tahun berkisar antara 2000 – 3000 MM.

Kependudukan

Jumlah Penduduk Desa Sanur Kauh Desember Tahun 2015 sebesar 8.076 JiwaKK 2.013 berdasarkan rekapitulasi dari masing – masing Dusun se Wilayah Desa Sanur Kauh.

No Dusun Jumlah KK Jumlah Penduduk Luas Wilayah Km 2
1 Dusun Danginpeken 302 KK       1.162 Jiwa 0,66 Km 2
2 Dusun Medura 171 KK 583 Jiwa 0,38 Km 2
3 Dusun Abiantimbul 96 KK 499 Jiwa 0,03 Km 2
4 Dusun Tewel 66 KK 490 Jiwa 0,01 Km 2
5 Dusun Puseh 88 KK 599 Jiwa 0,14 Km 2
6 Dusun Pekandelan 100 KK 614 Jiwa 0,04 Km 2
7 Dusun Penopengan 215 KK 654 Jiwa 0,67 Km 2
8 Dusun Belanjong 342 KK 913 Jiwa 0,73 Km 2
9 Dusun Tanjung 294 KK 897 Jiwa 0,81 Km 2
10 Dusun Betngandang 269 KK

1.364 Jiwa

0,28 Km 2
11 Dusun Puseh Kauh 70 KK 301 Jiwa 0,11 Km 2
  Jumlah 1.993KK 7.752Jiwa 0,386 Km 2

 

Tinggalan Arkeologi

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 menyebutkan bahwa cagar budaya adalah warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

  • Tugu Prasasti

Stutterheim berbendapat bahwa penggunaan huruf Pre Nagari dan bahasa Sansekerta pada prasasti blanjong Sanur adalah suatu bukti pada masa itu pernah ada pengaruh dan hubungan India Utara dengan Indonesia pada umumnya, khususnya Bali. Lebih lanjut Stutterheim berpendapat bahwa situs Blanjong merupakan sebuah pelabuhan laut orang-orang India (Ardika, 1991: 10-11). Menurut Stutterheim raja yang menerbitkan prasasti itu adalah Çri Kesari Warma(dewa), yang telah mengalahkan musish-musuhnya di Gurun dan Suwal, sedangkan keratonnya bernama Singhadwala. Gurun diidentifikasikan dengan Nusa Penida, sedangkan Suwal masih diragukan apakah tempat itu sama dengan Kutaraja(?). Candra sengkala yang terdapat pada prasasti itu oleh Sten Konow dibaca: Sake Khecara Wahni Murti Ganite, yang nilainya sama dengan 839 Çaka atau 917 Masehi, sedangkan angka tahun prasasti itu sendiri tidak terbaca karena sudah rusak.

Selanjutnya L.C. Damais membaca candra sengkala itu: Sake Baesara Wahni Murti Ganite, yang nilainya sama dengan 835 Çaka atau 913 Masehi. DR. R. Goris kemudian membuat transkripsi prasasti itu yang dimuat dalam bukunya yaitu Prasasti Bali I (Goris, 1934: 64-65). Berkenaan dengan nama Gurun ia mengidentifikasikan dengan suatu tempat diluar pulau Bali, kemungkinan adalah pulau Lombok, dan M.M Soekarto Kartoatmojo mengidentifikasikan nama Suwal dengan Desa Ketewel.

Di atas tugu ini terdapat sebuah tutup dengan hiasan Padma ganda dan diatasnya diletakkan beberapa buah fragmen arca. Selain prasasti ini, raja Çri Kesari Warmadewa rupanya telah membuat prasasti lain yang ditemukan di Desa Penempahan, Tampaksiring dan di Desa Malet Gede, Bangli (Sutaba, 1985: 3).

  • Bahan : Batu Padas
  • Warna : Abu-abu
  • Ukuran Prasasti
    • Tinggi :178 cm
    • Diameter : 61 cm
  • Tutup Prasasti
    • Tebal : 14 cm
    • Diameter : 70 cm
  • Periodisasi : Klasik (Hindu-Budha)
  • Deskripsi : Kondisi prasasti beserta tutup prasasti mengalami kerusakan dan pelapukan berupa gempil, retak, noda debu, aus, penglupasan, penggaraman, dan perumbuhan jasad-jasad renik (lumut dan lichen).

Fragmen arca

  • Bahan : Batu Padas
  • Warna : Abu-abu
  • Ukuran
    • Tinggi :27 cm
    • Tebal : 13 cm
    • Lebar : 16 cm
  • Periodisasi : Klasik (Hindu-Budha)
  • Deskripsi  : Kondisi fragmen arca mengalami kerusakan dan pelapukan berupa patah, noda debu, aus, penglupasan, dan perumbuhan jasad-jasad renik (lumut dan lichen).

Fragmen arca

  • Bahan : Batu Padas
  • Warna : Abu-abu
  • Ukuran
    • Tinggi :15 cm
    • Tebal : 11,5 cm
    • Lebar : 16,5cm
  • Periodisasi : Klasik (Hindu-Budha)
  • Deskripsi : Kondisi fragmen arca mengalami kerusakan dan pelapukan berupa patah, noda debu, aus, penglupasan, dan perumbuhan jasad-jasad renik (lumut dan lichen).

 

Fragmen arca

  • Tinggi     :16 cmBahan : Batu Padas
  • Warna : Abu-abu
  • Ukuran
    • Tebal : 9 cm
    • Lebar : 16cm
  • Periodisasi : Klasik (Hindu-Budha)
  • Deskripsi : Kondisi fragmen arca mengalami kerusakan dan pelapukan berupa patah, noda debu, aus, penglupasan, dan perumbuhan jasad-jasad renik (lumut dan lichen).

 

Fragmen arca

  • Bahan : Batu Padas
  • Warna : Abu-abu
  • Ukuran
    • Tinggi     : 22 cm
    • Tebal      : 9 cm
    • Lebar      : 16 cm
  • Periodisasi : Klasik (Hindu-Budha)
  • Deskripsi : Kondisi fragmen arca mengalami kerusakan dan pelapukan berupa patah, noda debu, aus, penglupasan, dan perumbuhan jasad-jasad renik (lumut dan lichen).

Fragmen arca

  • Bahan : Batu Padas
  • Warna : Abu-abu
  • Ukuran
    • Tinggi     :16 cm
    • Tebal      : 7,5 cm
    • Lebar      : 16 cm
  • Periodisasi : Klasik (Hindu-Budha)
  • Deskripsi : Kondisi fragmen arca mengalami kerusakan dan pelapukan berupa patah, noda debu, aus, penglupasan, dan perumbuhan jasad-jasad renik (lumut dan lichen).

 

Upaya Penyelamatan Prasasti Blanjong

Prasasti Blanjong terletak di Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Madya Denpasar. Secara umum kemiringan lereng mencapai 2 sampai dengan 8 %, hanya pada bagian sungai saja yang memiliki kemiringan lahan lebih dari 8%. Wilayah ini memiliki litologi (batuan dasar) berupa Endapan aluvial yang terdiri dari material lepas seperti pasir dan kerikil menempati daerah sepanjang pantai Sanur, sedangkan endapan aluvial yang terdiri dari material liat dan lempung menempati daerah sepanjang pantai Suwung.

Keletakan Situs Prasasti Blanjong (Google Earth).

 

 

 

Keletakan Situs Prasasti Blanjong (Google Earth).

Endapan Kuarter ini dicirikan oleh perulangan satuan pasir yang cukup dominan dengan ukuran butiran mulai halus hingga kasar diselingi dengan lapisan lanau dan lempung dan sisipan kerakal- kerikil. Kedalaman endapan Kuarter di Bali Selatan mencapai kurang lebih 20 meter (Soebowo et al., 2011). Sebaran kedalaman muka air tanah di daerah ini ini berkisar antara – 0,45 – 3,5 m dan di beberapa lokasi lebih dalam dari – 3,5 meter. Pantai Bali Selatan merupakan wilayah dengan kerentanan bahaya gempabumi tinggi, terletak + 100 – 150 km di sebelah utara zona subduksi aktif (McCaffrey dan Nabalek, 1987 ; Daryono, 2011). Sejarah kegempaan di daerah ini telah mencatat peristiwa gempabumi besar seperti pada tahun 1862 : MMI VII, tahun 1890: MMI VII, tahun 1917 : MMI VII, tahun 1938 : MMI VII, tahun 1961 : MMI VII tahun 1976 : MMI VIII, tahun 1979 : MMI VII – VIII, tahun 1985 : 6.2 SR, tahun 1987 : 5.7 SR, tahun 2004: 6.1 SR, 6.2 SR, 5.5 SR selatan Bali dan terakhir 13 Oktober tahun 2011 dengan 6.8 SR (USGS dan BMKG) (Soebowo, E., 2016).

Kondisi Eksisting Prasasti Blanjong

Kondisi eksisting saat ini, Prasasti Blanjong merupakan prasasti dengan bentuk pilar (silinder) dengan diameter 61 cm dan tinggi 178 cm. Pada bagian atas dari prasasti ini terdapat ukiran yang berbentuk seperti bunga teratai. Dimensi dari ukiran bunga teratai ini memiliki tinggi 15 cm dan diameter 71 cm.  Prasasti ini terbuat dari batu dengan jenis batu Ignimbrit yang merupakan produk letusan gunung api. Karena posisinya di wilayah Kota Denpasar maka diperkirakan Ignimbrit ini merupakan produk letusan Gunung Batur, yang dalam Peta Geologi Regional Bali menempati formasi Batuan Gunung Api Kelompok Buyan, Beratan dan Batur. Batu yang dimanfaatkan untuk Prasasti Blanjong ini sebagian besar kandungannya berupa tuf dan material seperti batu apung (dengan struktur pumice dan scoria).

Prasasti ini terlindung oleh sebuah Balai Pelindung dengan dimensi 541 cm  berbanding 546 cm.  Balai Pelindung ini memiliki 8 buah Saka (tiang penopang) yang memiliki kondisi rusak, terutama pada bagian kakinya.Prasasti ini juga dilindungi dengan pagar keliling yang melingkupi seluruh sisinya dengan pintu di bagian utara.  Pagar keliling ini memiliki ukuran 775 cm berbanding 765 cm, tingginya kurang lebih 185 cm.

Prasasti Blanjong terletak di dalam tanah dengan kedalaman 159 cm dari lantai bangunan balai pelindung.Lokasi berbentuk kotak persegi dengan dimensi 155,5 cm x 193 cm. Pada kenampakan lapangan sangat sempit karena terbatas rung gerak di sekitar prasasti.

Lubang galian prasasti ini ditempel menggunakan batu padas/ignimbrite yang memiliki umur jauh lebih muda dari pada batu penyusun prasasti tersebut.Nampak telah terjadi kerusakan pada batu tempelan ini. Diatas batu tempelan (still bali) ini dibuatkan kaca dengan bentuk persegi panjang yang dibagian lisnya terbuat dari kayu, pada bagian atas dari kotak galian ini tidak ditutupi dengan penutup apapun, kemungkinan memiliki fungsi untuk  lebih memperlancar sirkulasi udara.

Analisis Hidrologi

Air yang masuk di dalam situs Prasasti Blanjong dapat dipilah jadi 2 kelompok berdasarkan sumbernya, yaitu air yang berasal dari hujan dan air limpasan hujan dari lingkungan sekitar karena elevasi situs yang lebih rendah. Air hujan yang tertangkap oleh vegetasi, sebagian akan menguap dan sebagian lain akan jatuh ke tanah permukaan melalui proses tetesan / aliran ( dripstem flow ).  Air dari tetesan tajuk daun ataupun aliran batang tersebut akan masuk ke tanah permukaan (top soil) melalui proses infiltrasi ( peresapan ) bersama dengan air hujan yang jatuh langsung ke permukaan tanah. Tahap lanjutan setelah proses infiltrasi adalah perkolasi yaitu mengisi lapisan tanah hingga  jenuh (saturation zone) dan menambah cadangan air tanah (groundwater).

Air hasil proses infiltrasi dan perkolasi akan bergerak menuju ke daerah yang tekanan hidroliknya rendah dan keluar sebagai mata-air. Apabila intensitas curah hujan tinggi sedangkan kapasitas maksimum infiltrasi telah terlampaui maka tahap selanjutnya adalah terbentuknya tegangan tipis dari air hujan di permukaan tanah (surface detention). Tegangan ini akan semakin menebal untuk kemudian mengalir secara laminar hingga turbulen di atas permukaan tanah yaitu menuju ke daerah yang topografinya lebih rendah. Gerakan air di atas permukaan tanah tersebut dikenal sebagaioverland flow atau surface runoff. Air dari limpasan permukaan (surface runoff) akan bergerak atau mengalir menuju sungai (channel flow ).

Pada kasus Prasasti Blanjong ini dijumpai adanya infiltrasi air tanah yang masuk dalam lubang prasastiterutama pada saat musim hujan. Dan air akan menggenang selama musim hujan berlangsung kemudian akan menyusut dan bahkan mengering dari dalam lubang prasasti pada saat musim kemarau. Dalam studi ini kami tidak mempunyai data hidrologi yang lengkap, namun dari hasil wawancara dengan jupel diketahui bahwa debit maksimal pada lubang prasasti setinggi 1.3 mdari dasar lubang prasasti. Dan adanya air yang menggenang dilingkungan sekitar situs dalam jangka waktu tertentu sebelum habis terbuang di saluran drainase eksisting yang terhubung dengan saluran drainase primer ditepi jalan (gorong-gorong). Dari hasil observasi dilapangan diketahui keterbatasan lahan yang ada pada situs Prasasti Blanjong memunculkan alternative penanganan masalah genangan air dengan memaksimalkan potensi saluran eksisting dengan memperbesar dimensi dan mengatur ulang kemiringan saluran. Selain itu juga bisa menambahkan sumur resapan didekat saluran primer (jalan menuju jalan raya) untuk mempercepat pembuangan air dari lingkungan situs.

Permasalahan utama dari keberadaan Prasasti Blanjong pada kotak galian ini adalah kelembaban dan air tanah yang kerap merendam prasasti apabila musim hujan.

Air Tanah

Wilayah Blanjong dan sekitarnya merupakan wilayah dengan litologi yang berupa lempung, lanau, pasir lepas yang terbentuk akibat aktivitas pengendapan sepanjang pantai.Ketletakan yang berdekatan dengan lautan dan litologi yang di dominasi oleh pasir menyebabkan kondisi Muka Air Tanah sangat dangkal.  Berdasarkan hasil pengukuran Muka Air Tanah yang dilakukan pada dua sumur yaitu sumur yang terletak di Pura Blanjong dan sumur penduduk menunjukan kedalaman yang relative dangkal yaitu 2,95 meter dan 2,21 meter. Sumur yang memiliki kedalaman 2,95 meter ini terletak di sebelah utara dari Prasasti Blanjong dan sumur yang memiliki kedalaman 2,21 ini terletak di sebelah selatan.

Apabila dilakukan penggambaran muka air tanah berdasarkan 2 buah sumur tersebut maka didapatkan seperti gambar berikut :

Berdasarkan gambar tersebut nampak muka air tanah pada waktu musim kemarau hanya berjarak 46 cm dari bagian dalam kotak galian tempat Prasasti Blanjong berdiri. Hal ini menyebabkan kondisi prasasti yang akan selalu lembab, karena letak muka air tanah sangat dekat.

Berdasarkan informasi yang didapat dari masyarakat sekitar dan tanda rendaman air yang masih tersisa dari bagian prasasti tersebut, terdapat indikasi apabila musim hujan tiba maka muka air tanah akan naik sekitar 120 cm sehingga Prasasti Blanjong pada saat yang bersamaan telah terendam sedalam 80 cm.

Air Permukaan

Selain kondisi air tanah, kondisi air permukaan perlu diperhatikan,apabila kondisi air permukaan ini dibiarkan tanpa langsung dialirkan maka akan menyebabkan terjadinya penggenangan air yang akan memberikan konsekuiensi resapan air ke dalam tanah lebih banyak. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kasus air permukaan ini adalah :

  • Tidak adanya saluran untuk pembuangan air permukaan yang ada di bagian dalam lingkungan Prasasti Blanjong.
  • Kondisi wilayah sekitar lokasi prasasti memiliki ketinggian yang lebih dari lantai balai pelindung prasasti.
  • Terdapat saluran air pada bagian luar lingkungan prasasti (bagian utara) menuju utara, sedangkan ketinggian lahan di bagian utara lebih tinggi kurang lebih 18 cm (berdasarkan pengukuran menggunakan auto level).
  • Saluran air yang terdapat di bagian samping dari jalan setapak menuju ke Prasasti Blanjongan hanya memiliki lebar 13 sampai dengan 19 cm, dengan kedalaman rata-rata 20 cm.
  • Saluran ini tersumbat pada bagian hilirnya (utara) karena tidak terdapat lubang yang menghubungkan saluran air ini dengan saluran air di jalan raya.
  • Kondisi ini menyebabkan air permukaan tidak mengalir secara lancar, sedangkan tanah bagian bawah air permukaan ini merupakan tanah pasir yang sangat cepat menyerap air.

 

Data Keterawatan Cagar Budaya

Prasasti Blanjong terletak di lingkungan Pura Blanjong Kelurahan Sanur, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar beberapa tahun yang lalu telah mendapatkan tindakan pemeliharaan berupa konservasi, baik secara tradisional maupun modern. Tindakan konservasi sifatnya membunuh jasad-jasad organik dan menghambat proses terjadinya pelapukan, tetapi karena faktor iklim, cuaca, dan kelembaban maka jasad-jasad organik akan kembali tumbuh.

Menurut tim ahli jarak dasar prasasti dengan permukaan air tanah ± 40 cm, sehingga pada musim hujan prasasti terendam air sampai 80 cm. Kerusakan dan pelapukan pada prasasti disebabkan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal yaitu bahan dasar prasasti tersebut yang terbuat dari batuan yang kurang kompak, sehingga mempercepat proses kerusakan dan pelapukan. Sedangkan faktor eksternal disebabkan oleh letak prasasti di dalam lubang tanah, sehingga kelembabannya sangat tinggi.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, dapat diidentifikasi proses kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada Cagar Budaya di pura tersebut, yaitu: kerusakan mekanis, kerusakan fisis, pelapukan chemis, pelapukan biotis.

Kerusakan Mekanis

Kerusakan mekanis adalah suatu proses kerusakan yang disebabkan oleh adanya gaya statis maupun dinamis, adapun bentuk dari kerusakan ini berupa: patahan, retak, dan gempil.Jeniskerusakan ini terjadi sekitar 3%.

Kerusakan Fisis

Bentuk dari kerusakan fisis berupa aus dan pengelupasan pada permukaan benda cagar budaya. Penyebab dari kerusakan ini adalah faktor-faktor fisis seperti: suhu, kelembaban, angin, air hujan, dan penguapan. Jenis kerusakan ini terjadi hampir 100%.

Pelapukan Chemis

Pelapukan chemis terjadi sebagai akibat atau adanya reaksi kimia. Dalam proses ini faktor yang berperan adalah air, penguapan, dan suhu. Gejala yang tampak berupa endapan kristal-kristal garam terlarut pada benda cagar budaya. Pelapukan chemis yang terjadi sekitar 15%.

Pelapukan Biotis

Pelapukan Biotis disebabkan oleh kegiatan mikroorganisme seperti : rumah/kotoran serangga, moss, algae, dan lichenes. Jenis pelapukan ini terjadi sekitar 2%.

 

Rencana Penanganan Konservasi

  • Pembersihan mekanis kering

Pembersihan yang dimaksud adalah untuk membersihkan akumulasi debu, kotoran hewan, rumah serangga, serta pertumbuhan mikroorganisme yang mengering dan menempel pada benda Cagar Budaya. Adapun peralatan yang digunakan berupa sapu lidi, sudip bambu, sikat ijuk, sikat gigi, dan kuas eterna.

  • Pembersihan mekanis basah

Pembersihan ini hampir sama dengan pembersihan mekanis kering, hanya saja disertai dengan guyuran air agar kotoran-kotoran anyut bersama air.

  • Pembersihan Chemis

Pembersihan secara chemis dilakukan untuk membersihkan noda-noda yang membandel dan sangat sulit dibersihkan. Adapun bahan konservan yang dipakai yaitu bahan kimia AC-322 yang terdiri dari Amonium Bicarbonate, Sodium Bicarbonate, Sodium CMC, Aquamolin, Arkopal, dan air (sebagai pelarut). Aplikasi bahan di atas dilakukan dengan cara pengolesan memakai kuas eterna ke seluruh permukaan Benda Cagar Budaya. Waktu kontak bahan kimia AC-322 dengan Benda Cagar Budaya yaitu 24 jam. Selanjutnya, Benda Cagar Budaya dibersihkan lagi dengan air sampai betul-betul bersih hingga pH 7 (netral).

  • Konsolidasi

Kegiatan ini dilakukan secara selektif, terutama dilakukan pada bagian-bagian yang aus. Tujuan dari konsolidasi yaitu untuk memperkuat partikel-partikel bahan yang sudah rapuh. Pelapisan ini menggunakan bahan kimia Paraloyd B-72 dengan pelarut Ethyl Acetate dengan konsentrasi 2-3 %. Pelapisan ini dapat dilakukan lebih dari satu kali jika tahap pertama telah kering.

Dalam upaya pelestarian terhadap benda cagar budaya di akan dilakukan tindakan pemeliharaan berupa konservasi secara tradisional/modern. Adapun volume luas permukaan Prasasti Blanjong ± 5,1 m² dan Benda Cagar Budaya ± 0,5 m², jadi luas keseluruhan yaitu 5,6 m² (6 m²) yang akan diberikan tindakan pembersihan mekanis kering/basah, chemis, dan konsolidasi.

Untuk 1 m² luas permukaan Benda Cagar Budaya diperlukan 0,5 liter larutan Paraloyd B-72 dan AC-322. Luas permukaan Benda Cagar Budaya yang akan dikonservasi yaitu 6 m², maka diperlukan3 liter Paraloyd B-72 dan AC-322.

 

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisa yang dilakukan, maka dapat diusulkan dua buah rekomendasi penanganan terhadap kondisi Prasasti Blanjong saat ini.

  • Pemasangan Lapisan Kedap Air

Pemasangan Lapisan Kedap Air di Sekeliling Bangunan Pelindung serta di Sekeliling Lumbang Galian Prasasti.Bisa mempergunakan Geotextile. (yaitu pada bagian yang diarsir) dengan kedalaman 120 cm (berdasarkan pengalaman) dari lubang kedudukan Prasasti.

Pemasangan lapisan kedap air pada kedalaman 120 cm ini berdasarkan pengalaman lapangan yang kita miliki pada bahan banguna yang berupa bata. Beberapa hasil pengamatan bangunan bata, terutama pada bangunan gapura di beberapa Pura di bali terdapat kerusakan pada level ketinggian 100 sampai dengan 120 cm hal ini diakibatkan oleh adanya kapilaritas dari air tanah maupun air hujan.Pasangan lapisan kedap air ini dilakukan pada dua bagian yaitu pada samping kotak galian dan pada wilayah di antara lantai dan pagar keliling Situs Prasasti Blanjong (lihat Gambar).

Penempatan lapisan kedap air pada daerah yang diarsir
Penampang penempatan lapisan kedap air

Berdasarkan analisa yang kami lakukan, penggunaan sistem ini memiliki kelebihan berupa prasasti akan tetap berada pada posisi semula (in situ). Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah :

  • Biaya yang dibutuhkan sangat besar.
  • Tidak bisa menjamin tidak ada rembesan air dari bagian bawah.
  • Tekanan pada lapisan kedap air akan sangat tinggi ketika musim hujan.
  • Kondisi lembab akan terjadi jika tidak ada pelebaran ruang galian yang ada di sekitar prasasti.

 

  • Pengangkatan Tugu Prasasti

Rekomendasi ke 2 adalah pengangkatan prasasti sampai pada level yang sama dengan lantai balai pelindung. Pengangkatan ini dilakukan untuk menghindari prasasti dari air dan mengatasi kondisi kelembaban yang terjadi akibat posisi prasasti yang terdapat pada lubang galian.

Pengangkatan dilakukan dengan mempertimbangkan letak tulisan prasasti sehingga dengan posisi yang baru tersebut, pengunjung dapat melihat tulisan tanpa harus mendongak dan atau menunduk.Penempatan tulisan dilakukan rata-rata mata orang dewasa.

Rencana penempatan prasasti dan perbandingan dengan keberadaan air tanah

Rekomendasi 2 ini memiliki kelemahan berupa letak prasasti tidak lagi in situ, dan dalam proses pengangkatan diharapkan memiliki tingkat kehati hatian yang tinggi karena kemungkinan akan terjadi gesekan antara material pengangkat dengan patina yang sudah terbentuk pada lapisan luar prasasti yang berisi tulisan.

Sedangkan kelebihan dari rekomendasi ke dua ini adalah biaya yang relatif murah, aman dari kondisi air tanah dan juga pengunjung dapat mengamati secara langsung keberadaan prasasti dan tulisan yang ada di bagian atasnya.

Selain dua rekomendasi yang telah di sampaikan tersebut, penanganan terhadap kondisi air permukaan diperlukan secara langsung dan beberapa rekomendasi teknis lainnya yang diperlukan adalah :

  1. Penataan Saluran Air Permukaan, dengan pelebaran dan lainnya)
  2. Perbaikan Balai Pelindung (Cungkup Prasasti)
  3. Perbaikan Papan Nama Situs
  4. Pembuatan Papan Informasi Situs
  5. Penataan Lingkungan Dengan Pertamanan
  6. Pengembangan, dengan pembuatan mural terkait Dinasti Warmadewa.
  7. Kajian mengenai bencan geologi yang berupa Likufaksi (peluruhan tanah) akan sangat berpengaruh ketika terjadi gempa bumi.
  8. Pelibatan Instansi Teknis yaitu Dinas Pekerjaan Umum, dan BAPPEDA Kota Denpasar.
  9. Pelibatan Masyarakat untuk memberikan masukan pengambilan keputusan rencana teknis penyelamatan (Dengan melakukan FGD).

Penataan lingkungan perlu dilakukan di area situs Prasasti Blanjong dengan melakukan pengaturanbeda tinggi (leveling) tanah sekeliling situs sehingga air dari luar situs tidak mengalir kedalam lingkungan situs. Penataan vegetasi didalam dan di luar lingkungan situs juga harus diperhatikan untuk mengurangi kelembaban di area situs dan menambah sirkulasi udara sehingga lingkungan dalam situs tidak lembab.Untuk itu dalam rancangan rencana penanganan situs Prasasti Blanjong perlu dilakukan penataan vegetasi tanaman di sekeliling situs Prasasti Blanjong. Tanaman-tanaman besar diganti tanaman yang lebih kecil dan tidak mengeluarkan bunga ataupun buah yang akan menarik buat hewan-hewan terutama serangga untuk mencari makan.  Karena aktifitas hewan-hewan/serangga dalam menacari makan dan berkembang biak inipun dimasa mendatang bisa menimbulkan masalah dalam pelestarian cagar budaya. Saluran drainase existing supaya ditata ulang agar pembuangan air hujan yang menggenang dari lokasi sekitar situs ketempat pembuangan yang representative.

Diharapkan rekomendasi ini ditindak lanjuti dengan upaya kegiatan Penyusunan Master Plan pelestarian cagar budaya Prasasti Blanjong yang lebih banyak melibatkan tenaga teknis baik dari BPCB maupun dari Pemerintah Kota Madya Denpasar.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data-data diatas maka, dapat disimpulkan bahwa penanganan genangan air pada Situs Prasasti Blanjong selain dengan pengaturan drianase juga dilakukan penanataan lingkungan dengan penataan vegetasi dilingkungan situs. Selain itu juga ada alternative penanganan dengan melakukan pelapisan bahan kedap air pada lubang prasasti dan  alternative selanjutnya adalah pengangkatan situs dari lubang sampai selevel lantai teras eksisting (batas aman genangan air).

 Saran

  • Perlu kehati-hatian dalam proses pengangkatan prasasti mengingat lokasi yang sangat terbatas dan kondisi prasasti.
  • Perlu dilakukan perawatan lingkungan yang kontinu agar kondisi cagar budaya terawat dengan baik dengan memperhatikan kebersihan lingkungan dan fungsi saluran drainase.

 

Daftar Pustaka

  1. Anonim, 2010. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Benda Cagar Budaya. Jakarta.
  2. Anonim, 2010. Draf Pedoman Penataan Situs Dan Kawasan Cagar Budaya.  Direktorat Peninggalan Sejarah dan Purbakala.
  3. Ardika, I Wayan, 2015. Warisan Budaya Perspektif Masa Kini. Udayana University Press, Denpasar
  4. Sedyawati, Edi, cet ke 5 2012. Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Rajawali Pers, Jakarta.

Internet :

  1. https://sanurkauh.denpasarkota.go.id/index.php/profil/871/Gambaran-Umum

online tanggal 13 April 2018  jam 09.015

  1. http://djuliantosusantio.blogspot.co.id/2009/07/makna-situs-sanur-di-bali-bagi.html

online tanggal 13 April 2018  jam 10.05