Valeria Martano: Penggerak Dialog Lintas Agama dan Peradaban (2)

0
648
Valeria Martano bersama komunitas Sant'Egidio saat menerima Anugerah Kebudayaan

Valeria Martano beberapa kali ia menjadi direktur panitia konferensi tingkat tinggi tentang dialog antar agama, kerukunan umat beragama dan perdamaian pada tahun 206, 2009, 2012, 2015 di Roma dan Jakarta. Konferensi tersebut melibatkan Menteri Luar Negeri Italia, Menteri Luar Negeri Indonesia, komunitas Sant’ Egidio, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Konferensi Wali Gereja Indonesia.

Valeria Martano bersama komunitas Sant’Egidio saat menerima Anugerah Kebudayaan

Aktivitas lainnya dalam membina dialog lintas agama dan perdamaian di antaranya menjadi anggota komite penyusunan draft MoU, bekerja sama dengan Din Syamsuddin, antara Sant’ Egidio dan Muhammadiyah, yang ditandatangani pada 2012 dan diperbaharui tahun 2017. Ia menjadi koordinator untuk wilayah Asia dan bersama komunitasnya itu ia telah mengembangkan kerja sama dan dialog lintas agama di 15 kota Indonesia, seperti Padang, Banda Aceh, Jakarta, Medan, dan Yogyakarta, sejak tahun 2005. Bersama komunitasnya itu valeria juga menjadi coordinator bantuan kemanusian untuk korban bencana alam tsunami di Banda Aceh tahun 2004, korban bencana alam gempa bumi di Yogyakarta tahun 2005 dan sebagainya.

Valeria juga pernah bertugas sebagai panelis dalam “Indonesian Model Of Religious Harmony dan Integration “ di Jakarta dan dihadiri oleh perwakilan dari berbagai tokoh agama. Kegiatan tersebut digelar bersamaan dengan kunjungan kenegaraan Presiden Italia, Mattarelia, di Indonesia.

Perempuan Italia yang gemar makan nasi goreng dan bika ambon ini mengagumi keberagaman di Indonesia. “Indonesia punya tradisi untuk hidup bersama dalam perbedaan yang tinggi mulai dari suku, Bahasa, hingga agama dan Indonesia telah menemukan jalan bineka tunggal ika,” tegasnya.

Masyarakat Indonesia, katanya menerima perbedaan sebagai kekayaan dan bukan kendala. Prinsip tersebut membuatnya mencintai Indonesia dari hari ke hari. Bahkan ia menyebut Indonesia sebagai tanah air keduanya. Apalagi, tambahnya para tokoh agamanya berjuang melindungi persatuan dan kesatuan.

“Saya bisa katakan bahwa sekarang Indonesia merupakan tempat yang mampu hidup bersama dalam perbedaan. Karena itu, saya sangat mengharapkan bahwaa Indonesia tinggal dalam jalan ini, dan melindungi Pancasila, ideologi bineka tunggal ika. Sebab, ia bukan hanya merupakan kekayaan Indonesia, tapi juga merupakan kekayaan dunia,” tegasnya. “Kita harus seperti pelangi,” tambahnya.

Disalin dari Buku Profil Penerima Anugerah Kebudayaan Tahun 2018