Muhammad Maulidan Anwar: Berawal dari Lomba Karya Tulis Ilmiah

0
1811

“Untuk menjadi orang modern belum tentu kita harus mengikuti kebudayaaan luar, kita
bisa menjadikan kebudayaan tradisional kita sebagai kebudayaan yang lebih maju, lebih modern.”

Tradisi lisan lamut atau balamut adalah jenis tradisi tutur berbentuk syair, pantun, dan
narasi. Lamut didendangkan dengan diiringi tabuhan tarbang. Tema yang diceritakan dalam lamut adalah mengenai keberhasilan seorang tokoh karena menggunakan kekuatan supranaturalnya dan kemudian dipuji-puji oleh masyarakat.

Kesenian ini terbilang bukan kesenian populer. Penggiatnya yang masih hidup tinggal Jamhar Akbar, yang usianya sudah tidak muda lagi. Usaha mencari dan mengader penerus Jamhar Akbar dilakukan, salah satunya oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, lewat pelatihan lamut dengan peserta sekitar 100 orang. Namun teryata tidak membuahkan hasil karena banyak yang menyerah lantaran kesulitan mempelajari catukan dan tabuhannya.

Titik cerah pelestarian lamut yang berada di ambang kepunahan muncul dari sosok Maulidan atau yang biasa dipanggil Zidan. Siswa SMP ini mengenal lamut ketika ia mengikuti ayahnya yang seorang wartawan meliput kesenian ini. Di sinilah ia bertemu dengan Jamhar Akbar, pelestari lamut terakhir yang pada tahun 2007 diberi penghargaan sebagai Maestro Seni Tradisi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Banyak pihak, termasuk dari dinas kebudayaan, kaget karena ada anak muda yang mempelajari dan melestarikan lamut.

Ditemui di rumahnya di Banjarmasin Timur, Kelurahan Sungai Lulut, kedua orangtua Maulidan tampak bangga mendengar anak bungsu mereka mendapat penghargaan dari pemerintah. Apalagi Zidan, yang pada sore itu bercerita bagaimana awal mula ia mengenal kesenian lamut. Seperti halnya remaja Banjarmasin lain pada umumnya, semula ia pun sama sekali tidak mengenal apa itu lamut. Hingga suatu hari ia diajak oleh ayahnya bertandang ke kediaman Jamhar Akbar, sang maestro lamut. Pada saat itu ia sempat diajak memainkan lamut oleh Jamhar Akbar, akan tetapi masih belum muncul ketertarikan untuk mendalami seni lamut.

Ia baru tertarik pada seni tradisi lamut ketika Zidan berniat mengikuti Lomba Karya Tulis SMP Tingkat Nasional yang dilaksanakan oleh Dharma Wanita Pusat bekerja sama dengan Kemendikbud, Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Ia memutuskan untuk mengambil tema tentang kesenian tradisional lamut. Sejak itulah, untuk mendukung penulisan karya tulisnya, ia mulai mendalami dan belajar lamut. Hasilnya Zidan berhasil mendapat medali emas berkat lamut yang ia tampilkan dalam lomba tersebut. Melalui proses pembuatan karya tulis inilah yang membuat Zidan mulai lebih memahami mengenai lamut, juga nasib lamut yang berada di ambang kepunahan lantaran tidak banyak generasi muda yang tahu tentang lamut.

Model pembelajaran yang Zidan ikuti ketika belajar menjadi pelamut pada Jamhar Akbar dilakukan dengan cara mendengarkan dan menirukan. Jamhar Akbar awalnya mempraktikkan dendang dan ketukan cerita lamut yang akan dipelajari, kemudian ditirukan oleh Zidan. Tidak ada teks ataupun naskah dalam mempelajari lamut. Semua berdasarkan ingatan Jamhar Akbar. Sesi ini berlangsung sekitar beberapa jam. Sisanya dilakukan mandiri oleh Zidan dengan bermodalkan rekaman lamut Jamhar Akbar.

“Menghapalkan cara balamut juga lebih sulit. Cerita dalam balamut sebenarnya banyak. Kira-kira kalau mau habis selawasan enam hari enam malam atau bisa
tujuh hari tujuh malam,” kata Zidan. Teks lamut sebenarnya sudah dibuat oleh seorang peneliti bernama Zainul Hernawan, dosen Universitas Lambung Mangkurat, untuk disertasi
doktornya pada program Kajian Tradisi Lisan di Universitas Indonesia (KTL- UI). Akan tetapi
penggunaannya hanya untuk Jamhar Akbar saja. “Seniman- seniman senior saja
tidak berani, apalagi kita yang masih baru-baru ini,” ujar Syaiful Anwar, ayah Zidan. Memang Zidan bukan dari keluarga seniman ataupun dekat dengan keluarga Jamhar Akbar.

Peran kedua orangtuanya juga sangat besar bagi Zidan untuk melestarikan lamut. Kesenian lamut bukan merupakan kesenian yang mudah untuk dipertunjukkan. Ayah Zidan juga mengungkapkan betapa sulitnya untuk memasukkan kesenian lamut ke dalam penampilan tetap seperti di taman budaya. Penampilan-penampilan balamut yang dipentaskan oleh Zidan umumnya menggunakan koneksi ayahnya yang seorang wartawan. Kedua orangtua Zidan mendukung agar pernampilan balamut oleh Zidan lebih dikembangkan dan adanya inovasi agar lebih menarik bagi  generasi muda. Zidan sempat terpikir untuk menggunakan alat musik pengiring yang lebih modern, seperti gitar atau piano yang bisa dimainkan sendiri, dan sedikit mengubah cerita lamut supaya relevan dengan masa sekarang. Namun ide ini masih cukup susah direalisasikan karena lamut terikat pakem atau aturan-aturan tertentu.

Ketertarikan dan semangat Zidan untuk melestarikan kesenian lamut juga menemui banyak hambatan. Kesenian lamut yang hampir punah tidak banyak diketahui orang. Tidak hanya teman-teman sebaya Zidan saja, guru-guru di sekolah Zidan pun kebanyakan tidak mengenal lamut. “Teman-teman tidak tahu soal kesenian ini dan kurang tertarik, apalagi bentuk balamut semacam bercerita, sehingga mereka merasa bosan, kurang memperhatikan,” ucap Zidan. Selain itu, untuk tampil di acara-acara juga bukan hal yang mudah. Lamut aslinya memiliki cerita panjang yang bisa memakan waktu 1-2 jam untuk menceritakan keseluruhannya, padahal sekarang penampilan lamut hanya dibatasi 10-15 menit.

Hambatan-hambatan itu tidak membuat Zidan hilang harapan. Ia bertekad untuk bisa
lebih giat lagi dalam mendalami tradisi balamut agar lebih banyak dikenal orang dan lebih banyak lagi orang yang tertarik pada tradisi balamut. Dengan begitu, tradisi balamut tidak ikut punah seperti beberapa kesenian khas Banjar lainnya, seperti bagandut.

Pakem lamut memang menjadi hambatan dalam inovasi-inovasi yang ingin dilakukan oleh Zidan. Namun, baginya, hal tersebut justru menjadi tantangan tersendiri untuk membuat lebih banyak orang, khususnya generasi muda, untuk lebih tertarik mengenal lamut. Ia berharap agar anak muda Indonesia lebih tertarik terhadap budaya negeri sendiri, memperhatikan dan melakukan inovasi agar lebih banyak orang, khususnya orang luar, yang tertarik terhadap kebudayaan Indonesia.

Sumber: Buku Profil Penerima Anugerah Kebudayaan 2019