Valeria Martano: Penggerak Dialog Lintas Agama dan Peradaban (1)

0
572
Valeria Martono menerima Anugerah Kebudayaan Kategori Perorangan Asing

Doctor Valeria Martano dikenal sebagai sosok perempuan yang menjadi inspirator, motivator, dan penggerak dialog lintas agama dan perdamaian. Atas jasanya itu, Pemerintah RI melaui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan memberinya Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Perorangan Asing Tahun 2018.

Valeria Martono menerima Anugerah Kebudayaan Kategori Perorangan Asing

“Saya merasa sangat dihormati. Tapi jujur saya menerima itu atas nama semua teman Indonesia yang telah bersama saya, baik dalam kegiatan nyata maupun dalam dialog antar agama,” ia menanggapi penghargaan tersebut. Ia salah seorang peserta The 7th World Peace Forum: The Middle Path for The World Civilization yang digelar di Jakarta 14 – 16 Agustus 2016.

Valeria memulai kariernya sebagai seorang guru di sebuah sekolah negeri di Roma pada 1976 -1990. Setelah menggondol gelar doctor, ia menjadi peneliti di Institut Ilmu Pengetahuan Sosial Bologna hingga 2008. Selain tetap sebagai peneliti, pada tahun yang sama ia juga menjadi Direktur Program Multikulturalisme di Kementrian Pendidikan Italia, sampai sekarang.

Kiprah Valeria di bidang aktivitas dialog lintas agama dan perdamaian di Indonesia di mulai tahun 1990-an, melalui komunitasnya Sant’ Egidio. Ia mengaku mengenal nama Indonesia tahun 1990. Suatu hari dalam kegiatan doa di Roma, ia berkenalan dengan seorang perempuan muda Indonesia. Dari percakapan itu terbitlah keinginannya untuk mengenal Indonesia lebih dalam, sebuah negeri yang dibangun di atas kebinekaan, tetapi bisa jadi, “tunggal ika”.

Lantas, ia belajar bahasa Indonesia pada dosen Bahasa Timur.”Tetapi yang diajarkan prinsip – prinsip saja. Ia (dosen) kemudian mengatakan, pergilah, dan bangsa Indonesia akan menjadi guru mu,” kenang Valeria yang kini mahir berbahasa Indonesia.

Tahun 1991 ia terbang ke Indonesia, langsung ke Padang. Selain kagum dengan alam Indonesia yang indah, ia juga senang bisa bersahabat dengan pemuda – pemuda dan masyarakat umumnya di Padang. Ia banyak mengenal masyarakat bawah yang hidup di gubuk- gubuk. “Saya mengenal budaya Indonesia bisa dikatakan dari dalam, bukan dari foto – foto, tapi dari kontak langsung  dengan orang – orang,” papar valeri.

Pelan tapi pasti, ia mulai  mengenal budaya Pancasila, bineka tunggal ika. Hal itu kemudian mendorongnya untuk berkenalan dengan KH Abdurrahman Wahid, Presiden Ke-4, yang populer dengan panggilan Gus Dur, seorang tokoh yang memperjuangkan tegaknya keberagaman dalam masyarakat Indonesia. “Gus Dur jadi guru bagi saya. Persahabatan saya dengan Gus Dur menjadi sangat penting,” tegasnya. Setelah berkenalan dengan Gus Dur, ia kemudian menjalin persahabatan dengan tokoh – tokoh agama lain.

Ia mengadakan dialog antar agama baik secara bilateral maupun multilateral dengan tokoh muslim Indonesia seperti Lukman Harum, Munawir Sjadzali, Din Syamsudin yang kini menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antar Agama dan Peradaban, KH Hasyim Muzadi, Syafii Maarif dan lainnya.

 

Disalin dari