Sepenggal Sejarah Wayang Beber : Kesenian yang Hampir Punah

0
8660
Sejarah Wayang Beber
sumber foto: digitalcollections.universiteitleiden.nl; Author: Kurkdjian, O.; Title: Wajang beber-rollen te Patjitan

 

 

BPNB DIY, Maret 2019 – Sejarah awal Wayang Beber tidak diketahui dengan pasti. Menurut Arif Mustofa, seorang pemerhati budaya tradisi dari Universitas Negeri Surabaya mengatakan, dalam kitab Babad Tanah Jawa disebutkan, ketika Jaka Tingkir dilahirkan (1500-1549), digelar pertunjukan Wayang Beber sebagai wujud ungkapan rasa syukur. Kemudian makalah Rochimdakas yang berjudul “Perjalanan Wayang Beber”, menceritakan bahwa pada abad ke XII, Prabu Pandreman (Raja Pajajaran) pernah  mengutus untuk merubah dan memperbesar gambar Wayang Purwa yang dibuat dari kulit kayu yang pohonnya diambil dari Ponorogo. Di sisi Kanan dan kiri gambar, diikat sepotong kayu untuk membuka dan menutup gulungan gambar. Disimpulkan berdasar catatan ini, wayang beber sudah ada antara abad XII hingga abad XV.

Wayang beber adalah jenis wayang berupa gambar-gambar yang melukiskan kejadian atau adegan penting cerita Panji yang berasal dari Kerajaan Jenggala abad ke-11. Wayang ini dibuat sesudah Pemerintahan Amangkurat II (1677-1678) dan sebelum Amangkurat III (1703-1705) di daerah Kartosuro. Wayang Beber dari wilayah Pacitan memuat cerita dari Sulung, berasal dari pembantu Prabu Brawijaya. Versi dari keberadaan wayang beber Pacitan ditulis dalam kitab Sastromiduro dan diperkuat oleh  Ma Huan (berasal dari Tiongkok) yang beragama Islam (1413-1415) yang mengiringi Laksamana Cheng Ho dalam lawatannya ke Majapahit.

Menurut Serat Centini, ketika Jaka Susuruh bertakhta di Majapahit beliau membuat gambar wayang yang mencontoh gambar wayang dari Kediri atau Jenggala. Namun gambar wayang tersebut  digoreskan pada kertas dluwang (jenis kertas hasil kearifan lokal masyarakat Jawa saat itu, yang dibuat dari kulit pohon dan diproses dengan cara sederhana) yang digulung menjadi satu. Pengerjaan wayang tersebut selesai pada tahun 1361 M, dan berkembang hingga zaman Majapahit akhir. Konon pada saat itu ada seorang putra dari Prabu Brawijaya yang pandai melukis, bernama Sungging Prabangkara. Dia memberikan warna pada pakaian yang dikenakan oleh wayang pada lembar wayang beber dengan menggunakan cat yang beraneka warna, yang  disesuaikan dengan wujud dan tingkatannya, di mana proses tersebut selesai pada tahun 1378 M.

 

 

Berdasarkan catatan Ma Huan, Wayang Beber Pacitan diperkirakan dibuat pada tahun 1614 tahun Jawa atau 1692 Masehi. Kurun waktu tersebut dipadukan dengan sengkala yang ada pada Wayang Beber yang berbunyi, “Gawe Srabi Jinamah ing Wong”, yang berarti gawe: 4, Srabi: 1, Jinamah: 6 dan Wong: 1, kalau dibalik dan disusun angkanya menjadi 1614. Dari hal tersebut dapat disimpulkan ada kesamaan antara catatan dan laporan dari Ma Huan. Sementara Dr. G.A.J. Hazeu pernah menulis mengenai Wayang Beber yang dipertotonkan di yogyakarta. Dalam Notulen “deel XI dari Bat.Gen.van Kunsten en Wetenschappen tahun 1909, dituliskan bahwa Wayang Beber pacitan dianggap sebagai wayang yang sporadis, namun masih sesekali dipertontonkan di Pacitan dan dianggap sebagai benda yang bertuah. Orang-orang yang mempunyai nazar, kaul dan semacamnya, akan datang ke rumah dalang dengan membawa kembang boreh (campuran dari bunga-bunga yang warnanya serba putih), kemenyan dan barang lainnya yang dianggap diperlukan. Setelah itu dalang kemudian membacakan mantra-mantra terhadap sesajen yang dibawa agar keinginan orang yang mempunyai hajat tersebut tercapai.

Salah satu dalang Wayang Beber yang merupakan keturunan dari dalang Wayang Beber pertama adalah Sumardi / Ki Mardi Guno. Beliau adalah dalang Wayang Beber generasi ke-13, yang merupakan warga Dusun Karang Talun, Desa Gedompol, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan. Ia menerima warisan seperangkat Wayang Beber dari ayahnya, Ki Dalang Sarnen atau Guna Carita. Dari dalang pertama Wayang Beber , Ki Tawang Alun, dilanjutkan pada anak keturunannya, Ki Nalongso, Ki Citrawangsa, Ki Gandayuta, Ki Singanangga, dan seterusnya, hingga sampai pada generasi Ki Sarnen dan Ki Sumardi.

Bersamaan dengan penyerahan satu kotak Wayang Beber tersebut, Sumardi pun dinyatakan sebagai dalang baru. Wayang Beber yang usianya sudah ratusan tahun tersebut menurut Sumardi merupakan pemberian dari Prabu Brawijaya. Dikisahkan, pada masa itu, putri dari Prabu Brawijaya sakit keras. Walau sudah mengundang tabib dan ahli dari seluruh Majapahit, penyakit Sang Putri tak kunjung sembuh. Akhirnya, Ki Tawang Alun diundang untuk mengobati penyakit putri, dan berhasil mengobatinya menjadi sembuh dari penyakitnya. Sebagai ungkapan rasa syukur Sang Prabu, Ki Tawang Alun diberi hadiah dalam bentuk seperangkat Wayang Beber dengan harapan kelak pemberiannya dapat menjadi sumber penghasilan bagi Ki Tawang Alun dan anak keturunannya.

 

sumber : Inventarisasi BPNB D.I. Yogyakarta
(bpw)