Sidang Komisi 4 Sesi 2, Kongres Kebudayaan Indonesia 2013 (10/10)

0
814

Kongres Kebudayaan Indonesia 2013 pada tanggal (10/10) ini terdapat Sidang Komisi yang waktu nya paralel di lima ruang yang terbagi atas 3 ruang sidang di Hotel Ambarrukmo dan 2 ruang sidang di Hotel New Saphir Yogyakarta.

Sidang komisi 4 pada sesi 2 dilaksanakan Hotel Ambarrukmo Yogyakarta dengan topik Konflik Dalam Prespektif Budaya yang dimoderatori oleh AA Bagus Wirawan

Paparan pertama dalam sidang komisi 4 dengan pembicara Syamsuar dengan judul Peran Pemerintah Kabupaten Siak Dalam Pelestarian Kebudayaan

Kebudayaan sering disalah artikan dengan menyatakan bahwa kebudayaan hanyalah persoalan kesenian dalam bentuk tari-menari dan lantunan musik saja.Kebudayaan juga hanya diartikan dalam bentuk adat perkawinan dan sebagainya.Padahal kebudayaan adalah seluruh komponen dari kehidupan itu sendiri.Oleh karena itu, kebudayaan sebenarnya merupakan identitas suatu bangsa.Apabila suatu bangsa tidak memiliki kebudayaan atau telah terjadi kemerosotan budaya (cultural disintegration) sebenarnya bangsa tersebut tidak lagi memiliki identitas.

Indonesia adalah bangsa yang memiliki struktur konstruksi kebudayaan   yang sangat kuat yang dibangun dari rangkaian elemen budaya daerah yang bersatu menjadi suatu bangunan kebudayaan yang berdaulat yang menjadi identitas Bangsa Indonesia. Bangunan Kebudayaan tersebut akan tetap kokoh sepanjang elemen-elemen budaya daerah sebagai pendukungnya tidak mengalami disintegrasi. Bekenaan dengan hal tersebut, sangat penting bagi seluruh stake holder di daerah, termasuk Pemerintah Daerah untuk tetap menjaga dan mempertahankan budaya yang ada di daerahnya dalam rangka mencegah terjadinya disintegrasi budaya Bangsa.

Untuk tetap menjaga dan mempertahankan budaya yang ada didaerahnya dalam rangka mencegah terjadinya disintegrasi budaya Bangsa. Pemerintah Kabupaten Siak yang merupakan salah satu steakholder yang ada di daerah bertekad untuk mempertahankan budaya Melayu yang merupakan salah satu elemen pembentuk budaya Bangsa.

Dalam rangka mencapai sasaran tadi, maka arah kebijakan yang diambil yang meliputi:

  • Penguatan partisipasi masyarakat dan peran institusi kebudayaan.
  • Pengamalan nilai-nilai budaya melayu dalam kehidupan masyarakat.
  • Pengembangan dan pembinaan kebudayaan daerah yang bersumber dari warisan.
  • Pengembangan dan pembinaan kebudayaan melayu melalui pendidikan.
  • Menjadikan Istana Siak sebagai pusat budaya Melayu yang didukung oleh pilar-pilar berupa pusat-pusat pengembangan budaya masyarakat yang beriman dan bertaqwa.
  • Mengembangkan konsep budaya, hasil budaya dan nilai-nilai budaya Melayu secara berkesinambungan.
  • Melestarikan dan mengembalikan fungsi Kawasan Budaya dan Benda Cagar Budaya.
  • Mengembangkan budaya Melayu untuk mendukung pariwisata.
  • Menjadikan Siak sebagai thetruly malaydanheritage city serta memasukkannya di dalam malay culture map tingkat Asia Tenggara.

Pelestarian budaya daerah dan juga termasuk kesadaran sejarah pada dasarnya adalah dalam rangka membentuk budaya Nasional yang pada akhirnya dapat dipandang sebagai landasan bagi pembentukan identitas  bangsa (nation identity). Oleh karena itu Seluruh stakeholders yang terdiri dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota serta seluruh komponen masyarakat hendaklah memiliki komitmen untuk melestarikan seluruh kebudayaan yang ada di Negara Republik Indonesia ini.

Paparan kedua dalam sidang komisi 4 dengan pembicara Aholiab Watloly dengan judul Pengelolaan Kebudayaan Pemerintah Pusat dan Daerah Pada Era Otonomi Daerah

Kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan masyarakat kepulauan yang  multi etnik serta  didukung oleh masing-masing komuniti masyarakat kepulauan, yang terdiri dari mayoritas pendukung kebudayaan masyarakat pulau-pulau kecil (small Islan culture). Fakta obyektif mana menunjukkan pula bahwa kebudayaan masyarakat kepulauan, khususnya pulau-pulau kecil memiliki karakkter tersendiri, yaitu; beroritentasi laut-darat; didukung oleh komunitas pendukung kebudayaan yang relatif kecil serta pola penyebaran yang tidak merata bila dibandingkan dengan kebudayaan daratan. Masing-masing kelompok komunitas pendukung kebudayaan pulau-pulau kecil tersegregasi dalam wilayah kebudayaan (wilayah hukum adat) menurut terotorial suatu rumpun pulau, sehingga menumbuhkan sebuah keterikatan sosio-kultural yang mendalam dengan alam kepulauannya masing-masing dengan sebuah konsep diri adati yang tertanam dalam aneka paham kosmologis. Ciri kebudayaan pulau-pulau kecil begitu rentan terhadap  kerusakan atau kehancuran dan kemusnahan karena kurang mendapat perlindungan hukum dan keamanan.

Pengelolaan kebudayaan bangsa (kebudayaan Nusantara yang berbasis kepulauan) secara kuat, konsisten dan mantap, dalam konteks yang demikian akan  berdampak pada makin kuat dan mantapnya nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia dalam menghadapai berbagai arus tantangan globalisasi, kebijakan politik dan pemerintah (pusat maupun daerah) serta erotisme kekuasaan yang cenderung menyandera kebudayaan bangsa  pada kepentingan kekuasaan yang profane. Erotisme kekusaan pasca reformasi, seakan begitu kuat menghinggapi dan membutakan saraf serta nalar generasi bangsa, serta melumpuhkan kelembutan jiwa, ketenangan batin, rasa ketenangan dan kedamaian generasi dan pejabat bangsa baik di pusat maupun daerah otonomi.

Inti pengelolaan kebudayaan bangsa yang berbhinneka itu adalah memuliah kemanusiaan Indonesia dengan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, ketulusan, kesetiaan, kearifan, kesetiakawanan dan sebagainya. Konsekuensinya, lemah dan terpuruknya pengelolaan kebudayaan Indonesia yang berbhinneka, berpengaruh mutlak terhadap lemah dan terpuruknya kepribadian bangsa Indonesia itu sendiri. Artinya, pengelolaan kebudayaan Indonesia, dapat dilihat sebagai upaya membangun benteng (hati) pertahanan kepribadian bangsa yang melindungi dan sekaligus memenangkan keaneka ragaman spesies kebudayaan bangsa dan generasi pendukung budaya bangsa dari kehancuran atau keterpurukan.

Pengelolaan yang baik akan kebudayaan Indonesia akan merangkai dan menyinergikan kebudayaan bangsa yang kaya dan berbhinneka itu menjadi semen perekat hidup bernegara yang tidak goyah dan sekaligus obor penerang bagi generasi Indonesia agar tidak mudah “gelap mata, hati, jiwa dan pikiran”. Melalui  itu kebudayaan Indonesia (kebudayaan masyarakat kepulauan) yang majemuk akan menjadi jangkar eksistensi bangsa yang kuat dalam menyanggah  keberlanjutan sejarah bangsa dan generasinya agar tidak mudah dihanyutkan atau disesatkan.

Paparan ketiga dalam sidang komisi 4 dengan pembicara Abdul Manan dengan judul Studi Kasus Budaya Bajo Wakatobi.

Suku bajo tersebar pada 21 Provinsi se-Indonesia, salah satunya di Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara. Pemerintah Kab. Wakatobi memiliki “affirmative policy” yang kuat untuk pengelolaan kebudayaan Bajo.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) 2012-2016: Salah satu sasarannya adalah: “Penguatan kapasitas, fungsi dan peran kelembagaan lokal” Kebijakan Umum:

  • Menguatkan fungsi dan peran kelembagaan Adat
  • Menjadikan nilai-nilai kearifan lokal sebagai “best practice” dalam tata kelola penyelenggaraan pemerintah daerah.
  • Sinergitas nilai-nilai kearifan lokal dengan tata kelola pemerintahan daerah.

Strategi                      :

  • Memberdayakan kelembagaan lokal dan melestarikan nilai-nilai budaya serta kearifan lokal.

Arah kebijakan         :

  • Pengembangan dan penguatan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal.

Paparan keempat dalam sidang komisi 4 dengan pembicara Usman Rianse dengan judul Peran Pemerintah dan Perguruan Tinggi dalam Pengembangan ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Lokal.

Peran ekonomi kreatif dalam perekonomian nasional serta karakteristik Indonesia yang terkenal dengan keragaman sosio-budaya yang tersebar di seluruh pelosok nusantara tentunya dapat menjadi sumber inspirasi dalam melakukan pengembangan industri kreatif. Keragaman budaya Indonesia menandakan tingginya kreatifitas yang telah tertanam dalam masyarakat Indonesia. Belum lagi dukungan keragaman etnis dalam  masyarakat Indonesia. Hal ini menunjukkan Indonesia memiliki faktor pendukung yang kuat dalam melakukan pengembangan ekonomi kreatif. Salah satu wujud kebudayaan dalam bentuk fisiknya berupa artefak dari hasil aktifitas, perbuatan dan karya yang dapat diraba, dilihat dan didokumentasikan. Warisan budaya di dalamnya memiliki banyak nilai kreatifitas yang menekankan pada aspek art, social, empathy, ceremony, dan lain-lain. Keragaman budaya menandakan tingginya kreatifitas yang telah tertanam dalam masyarakat yang mencirikan keahlian spesifik dan talenta yang dimiliki. Keragaman budaya tersebut didukung pula oleh keragaman etnis dalam masyarakat Indonesia. Secara keseluruhan menunjukkan Indonesia memiliki faktor pendukung yang sangat kuat dalam melakukan pengembangan ekonomi kreatif.

Mengembangkan ekonomi kreatif berbasis budaya dan kearifan lokal adalah solusi alternatif untuk menstimulus perkembangan ekonomi kreatif untuk bisa mandiri dan bisa mengembangkan usaha terutama di daerah. Pada umumnya setiap daerah memiliki potensi produk yang bisa diangkat dan dikembangkan. Keunikan atau kekhasan produk lokal itulah yang harus menjadi intinya kemudian ditambah unsur kreatifitas dengan sentuhan teknologi. Pemerintah harus melibatkan berbagai pihak dalam pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya lokal terutama Perguruan Tinggi yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional memiliki tanggungjawab tridharma untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.

  1. Sebagai regulator, pemerintah harus membuat peraturan perundang-undangan yang mendukung pengembangan ekonomi kreatif yang berbasis budaya lokal.
  2. Sebagai fasilitator, pemerintah harus menyediakan menyediakan modal, berupa dana, sarana prasarana, pengembangan sumberdaya manusia yang berkualitas (berkarakter dan kreatif) dan pembentukan jaringan (network) yang solid antara pelaku industri kreatif, praktisi teknologi, dan dunia usaha, serta menyediakan kebutuhan informasi dan teknologi (IT). dalam pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya lokal.
  3. Perguruan tinggi dalam pengembangan tridharmanya harus dapat menjadi sokoguru pengembangan sektor ekonomi kreatif.
  4. Pemerintah dan perguruan tinggi harus berkolaborasi dengan dunia usaha untuk memenuhi faktor-faktor pendukung dalam pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya lokal, seperti faktor sumberdaya manusia, permodalan, teknologi produksi dan pengemasan serta informasi pasar dan pemasarannya.