Tjipto: Pergerakan Politik Sang Dokter

0
986

Museum Kebangkitan Nasional menyelenggarakan kegiatan diskusi dengan tema Tjipto: Pergerakan Politik Sang Dokter pada tanggal 29 Oktober 2018. Pembicara diskusi adalah Prof. Dr. Djoko Marihandono dan Iswara N. Raditya. Moderator diskusi adalah Firman Faturohman, S. Hum. Peserta diskusi berasal dari pegawai museum, mahasiswa, guru, siswa SMA dan komunitas. Diskusi dibuka oleh Kepala Seksi Pengkajian dan Perawatan Museum Kebangkitan Nasional.

Pembicara diskusi yang pertama adalah Iswara N. Raditya. Beliau menjelaskan bahwa Tjipto Mangoenkoesoemo tidak hanya dikenal sebagai seorang dokter, tetapi juga dikenal sebagai aktivis maupun jurnalis. Tjipto paiawai dalam hal menulis dan sudah dikenal sebagai penulis atau jurnalis sebelum ia menjadi dokter. Tulisan pertamanya dimuat di surat kabar terbitan Semarang, De Locomotief pada 1907. Dalam artikel itu, Tjipto mulai mengungkapkan ketertarikannya terhadap pergerakan nasional. Selain itu, Tjipto Mangoenkoesoemo merupakan ningrat Jawa yang anti raja karena di dalam tubuhnya mengalir darah ningrat namun tidak menyukai praktek-praktek feodalisme yang lekat dengan lingkungan kerajaan.

Pembicara diskusi yang kedua adalah. Prof. Dr. Djoko Marihandono. Materi yang disampaikan tentang Tjipto Mangoenkoesoemo mendirikan organisasi Indische Partij. Tjipto Mangoenkoesoemo bersama Soewardi Surjaningrat dan Ernest Douwes Dekker mendirikan Indische Partij pada 6 September 1912. Tiga serangkai ini telah berikrar untuk menanamkan rasa kebangsaan yang tinggi demi kemerdekaan Indonesia. Indische Partij dianggap sebagai organisasi yang radikal dan menentang pemerintah kolonial Belanda. Akhirnya pada tahun 1913, tiga serangkai dibuang oleh pemerintah Belanda. Tjipto Mangoenkoesoemo dibuang ke Banda, Soewardi Surjaningrat dibuang ke Bangka dan Douwes Dekker dibuang ke Kupang. Mereka menginginkan agar dapat menjalankan hukuman pembuangan dengan dikirimkan ke Belanda. Dengan harapan mereka tetap dapat menjalankan kegiatan politik namun jauh dari wilayah koloni Hindia Belanda. Berdasarkan pertimbangan tersebut, hakim akhirnya mengabulkan permintaan mereka untuk menjalani pembuangan di Belanda.