You are currently viewing Membentuk Ekosistem Kebudayaan Melalui Ruang-Ruang Publik
Salah satu karya siswa/siswi SPMK IPEKA Tomang yang dipamerkan dalam pameran bertajuk "Journey."

Membentuk Ekosistem Kebudayaan Melalui Ruang-Ruang Publik

Ekosistem kebudayaan tidaklah dapat tumbuh dengan sendirinya, melainkan dengan adanya rangsangan untuk dapat tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.

Kayla masih berusia 15 tahun. Ia merupakan salah seorang siswi SMPK IPEKA Tomang, yang pada tanggal 27 April 2018 yang lalu baru saja meresmikan pameran siswa-siswinya di Museum Basoeki Abdullah, Jakarta. Senyumnya mengembang dengan wajah kemerahan saat menerima banyak pujian, mulai dari teman hingga orang tuanya, yang nampak bersemangat mengapresiasi karya yang dibuatnya. Hal tersebut terjadi bukan hanya pada Kayla seorang. Terhitung ada 50 perupa cilik asal sekolah tersebut, yang karyanya turut dipamerkan di Lantai 1 Gedung II museum yang berada di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan tersebut.

Sekilas pameran bertajuk “Journey” yang selenggarakan oleh SMPK IPEKA Tomang dengan Museum Basoeki Abdullah tidak tampak luar biasa. Pameran ini bukanlah pameran yang menampilkan pelukis-pelukis terkemuka dengan karya-karya mereka yang fantastis. Ini adalah pameran yang menampilkan lukisan karya perupa-perupa muda, dimana kreativitas mereka tengah tumbuh berkembang melalui apresiasi dan aktualisasi diri dalam menanggapi dinamika kehidupan mereka sehari-hari, kedalam sebuah karya yang patut kita apresiasi.

“Journey” yang secara harafiah berarti perjalanan, tentu dapat kita tarik benang merahnya dengan kehidupan para siswa-siswi tersebut. Pameran ini merupakan sebuah titik awal, garis start, atau permulaan, dari “perjalanan” mereka nantinya dalam mengarungi dunia seni rupa khususnya seni lukis di Indonesia, dan bahkan dunia. Dapat diibaratkan pameran ini dapat menjadi penentu perjalanan kehidupan seni mereka, akankah menjadi generasi penerus para perupa hebat seperti Basoeki Abdullah, Affandi, Nasirun, dan deretan perupa hebat lainnya, atau hanya berhenti sampai disini.

Apresiasi dari para pengunjung dan penikmat seni rupa dalam pameran ini tentu akan mempengaruhi sikap para perupa muda dalam dunia seni rupa. Inilah ruang bagi mereka dimana jati diri, pendapat, falsafah hidup, keluhan, sikap, hingga cara mereka dalam menatap dunia yang dituangkan dalam kanvas kini tidak hanya dinikmati diri mereka sendiri, melainkan membaginya dengan orang-orang yang mengapresiasi karya mereka.

Tumbuh dari diresmikannya Gedung II Museum Basoeki Abdullah pada November 2016 yang lalu, lantai 1 Gedung II dari Museum Basoeki Abdullah kini menjelma menjadi “area terbuka” bagi masyarakat. Melalui area ini Kayla dan sahabat-sahabatnya dapat memiliki ruang untuk mengekspresikan seni dan budaya dalam lingkup pendidikan mereka. Ruang-ruang “terbuka” inilah yang diharapkan dapat menjadi ekosistem awal para perupa muda dalam dunia seni rupa, dan bahkan dalam ruang lingkup kebudayaan secara luas.

Namun sekarang ini ruang-ruang serupa tidaklah banyak dimiliki oleh masyarakat. Sejumlah galeri maupun ruang pameran lainnya saat ini lebih banyak menampilkan perupa-perupa terkenal nan mapan dibandingkan memacu generasi muda untuk tumbuh dan melampaui generasi-generasi sebelumnya. Laiknya tumbuhan, bibit pun tak akan tumbuh tanpa adanya tempat untuk menanamnya. Sama halnya dengan dunia seni rupa, seniman-seniman muda pun butuh ruang baginya untuk tumbuh dan berkembang.

Saat ini kita jarang menyaksikan kiprah perupa-perupa muda dalam pentas seni rupa. Kalaupun ada biasanya hanya muncul secara periodik melalui pelaksanaan event-event tertentu. Hal tersebut disebabkan karena belum adanya ruang permanen yang memang diperuntukan bagi para perupa muda, sebagai sarana untuk tumbuh berkembangnya kiprah mereka. Kurangnya ruang bagi mereka untuk mengekspresikan budaya tentu berimbas kepada minimnya apresiasi dari masyarakat kepada karya para perupa muda.

Padahal dengan adanya “ruang terbuka” ini dapat memastikan ekosistem berjalan. Para perupa muda memiliki kesempatan untuk berunjuk gigi, menyampaikan aspirasinya yang dituangkan ke dalam karya-karya kepada masyarakat masyarakat, hingga mengasah dan mengembangkan bakat yang mereka miliki. Selain berkarya, para perupa muda ini pun turut diminta untuk menata pameran mereka sendiri. Disinilah ekosistem kecil tersebut mulai terbentuk, dengan semangat kerjasama dan gotong royong dalam menyelenggarakan pameran yang mungkin merupakan pameran mereka yang pertama kalinya.

Apa yang diupayakan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui dibukanya area publik di Museum Basoeki Abdullah, merupakan fondasi awal untuk pembentukan ekosistem kebudayaan yang representatif. Dengan disahkannya Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, maka urgensinya ruang-ruang publik sebagai sarana mengekspresikan dan mengapresiasi budaya merupakan suatu hal yang tak dapat ditawar. Terlebih lagi dengan upaya pemerintah untuk Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), “ruang-ruang terbuka” ini dapat memastikan cita-cita tersebut dapat terwujud.

Museum Basoeki Abdullah merupakan satu dari tiga puluh tiga unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbud. Dapat kita bayangkan, apabila ke tiga puluh tiga unit kerja tersebut masing-masing menyediakan satu ruang terbuka bagi masyarakat untuk mengapresiasi dan mengekspresikan budaya berdasarkan tugas dan fungsi unit kerjanya. Ada tiga puluh tiga ruang untuk tumbuhnya ekosistem kebudayaan yang tersebar mulai dari Aceh hingga Papua. Tiga puluh tiga unit kerja ini merupakan aset bagi tumbuh kembangnya kebudayaan di Indonesiana.

Kedepannya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan akan mengembangkan platform Indonesiana, yang menyinergikan pemerintah (pusat maupun daerah) dengan para pemangku kepentingan di bidang kebudayaan, agar adanya tata kelola yang baik dan akan memudahkan kebudayaan untuk bergerak sekaligus membangun kesadaran masyarakat. “Ruang-ruang terbuka” bagi masyarakat tersebut dapat memastikan platform tersebut dapat terwujud. Tidak melalui panggung-panggung maupun pentas yang sifatnya berkala, namun dari ruang permanen yang dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat, tanpa terkendala waktu dan tempat.

Ruang publik di Museum Basoeki Abdullah kedepannya masih terbuka luas bagi seluruh lapisan masyarakat untuk mengekspresikan seni dan budaya. Terhitung mulai dari komunitas perempuan hingga para pelajar telah dan akan menyelenggarakan pamerannya di area tersebut. Melalui ruang ini Museum Basoeki Abdullah berharap dapat menjadi tempat untuk tumbuh kembangnya seni dan budaya di masyarakat. Disinilah negara hadir langsung ke tengah-tengah masyarakat, khususnya dalam ruang lingkup kebudayaan.

 

 

*Tulisan merupakan opini penulis