You are currently viewing Pemenang Basoeki Abdullah Art Award #3: RE-MITOLOGISASI
Para pemenang BAAA #3

Pemenang Basoeki Abdullah Art Award #3: RE-MITOLOGISASI

Setelah menempuh perjalanan waktu penyelenggaraan yang terhitung cukup panjang, kini Kompetisi Basoeki Abdullah Art Award #3 telah memiliki sejumlah nama pemenang.

Setelah melalui proses yang panjang, terhitung sejak diumumkan pada Maret 2019 lalu animo dan apresiasi dari masyarakat khususnya para perupa muda akan kompetisi Basoeki Abdullah Art Award #3 sangatlah baik. Bagi Museum Basoeki Abdullah ini merupakan kesempatan untuk membuat peristiwa seni rupa yang mengundang berbagai seniman muda dari berbagai daerah Indonesia dan ditampilkan dalam sebuah wadah yang bernama Kompetisi Basoeki Abdullah Art Award yang ketiga, dengan tema Re-Mitologisasi.

Kegiatan tiga tahunan ini menjadi bagian penting dalam agenda Museum Basoeki Abdullah untuk menghargai peran pelukis Basoeki Abdullah dalam mempejuangkan seni lukis Indonesia di pergaulan seni budaya Indonesia. Atas perannya tersebut beliau mengharumkan bangsa Indonesia melalui karya-karya seni lukisnya. Kedepannya agenda ini diharapkan dapat menjadi bagian penting dalam perkembangan seni di Indonesia dengan cara melahirkan seniman-seniman muda yang berkualitas.

Sejak sosialisasi BAAA #3 pada bulan April hingga Agustus 2019, terjaring sebanyak 269 judul karya para perupa usia 17-30 tahun dari sejumlah 219 peserta di Indonesia. Sejumlah lukisan tersebut mengisi hampir di semua lini sub-kurasi. Menariknya, medium yang dipakai oleh sejumlah peserta bervariasi, mulai dari karya lukisan, patung, fotografi, hingga instalasi. Pada program ini, perbedaan medium menjadi tantangan tersendiri bagi para juri. Setelah melihat dari jumlah karya peserta, terseleksi sebanyak 40 karya, padahal semula hanya diagendakan 20 nominator. Setelah terseleksi 40 judul karya, maka dipilihlah 5 karya terbaik versi juri.

Tim Juri pada kompetisi kali ini berasal dari latar belakang berbeda, mulai dari akademisi, pengamat, pencinta dan pelaku dunia seni. Adapun nama-nama tersebut antara lain adalah: Rikrik Kusmara, dari FSRD ITB Bandung, Djuli Djatiprambudi, dari Universitas Negeri Surabaya, dari ISI Yogyakarta, Mikke Susanto, serta praktisi seni dan juga kurator dari Jakarta, Irawan Karseno dan Amir Sidharta. Kelima juri telah memutuskan lima karya terbaik dari keseluruhan nominasi. Adapun 40 karya peserta yang masuk nominasi akan dipamerkan selama satu bulan penuh dari tanggal 25 September s.d 25 Oktober 2018.

Re-Mitologisasi menjadi tema yang dipilih karena mitos memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Tidak hanya dianggap atau diartikulasi sebagai sebuah kepercayaan khayali yang menyandera hidup manusia. Mitos tidak sekadar berfungsi sebagai impian dan fantasi. Mitos secara nyata telah dianggap mengawali sejarah pemikiran. Seperti halnya agama, mitos butuh kepercayaan penuh untuk menghidupkan berbagai hal diantara kita.

Tema yang diusung dalam program kali ketiga ini mengungkap ekspresi yang berasal dari karya-karya Basoeki Abdullah, utamanya karya-karya yang bertema atau berseri mitologi. Sejumlah lukisan seperti Djoko Tarub, Nyi Roro Kidul, Dewi Sri, maupun yang berasal dari dunia pewayangan adalah beberapa contoh di antaranya. Kesemua lukisan tersebut telah memenuhi berbagai kriteria baik secara estetik maupun dari sisi pemikiran yang terkait dengan konsepsi mitologi sebagai bagian dari identitas kebangsaan kita.

Dalam konteks hari ini mitologi masih menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Indonesia. Bukan hanya mitos tentang kehidupan masyarakat tradisional, tetapi juga mitos-mitos kontemporer yang bertebaran. Di bidang politik, ekonomi, sosial, agama, hingga budaya, mitologisasi telah menjadi atmosfir yang kental, apalagi tahun 2019 merupakan tahun ambang berbagai kepentingan, diantaranya Pemilu.

Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid menyebutkan bahwa Basoeki Abdullah Art Award telah memberikan ruang kepada peserta seniman muda dari berbagai daerah di Indonesia di tengah-tengah minimnya kompetisi serupa bagi generasi muda. Bakat dan ide kreatif mereka telah diuji melalui proses kreatif dalam sebuah kompetisi yang mempunyai tingkat daya saing serta daya tahan yang lebih beragam.

“Saya ucapkan selamat kepada peserta yang terpilih dari proses panjang tersebut. Terutama lima karya terbaik yang mewakili 269 karya yang datang dari seluruh pelosok negeri. Hal ini menunjukan bahwa Indonesia tidaklah pernah kehabisan generasi kreatif untuk meneruskan semangat pelukis Basoeki Abdullah,” ujar Hilmar Farid.

Kompetisi ini merupakan wadah penyebaran informasi yang dilaksanakan oleh Museum Basoeki Abdullah untuk menempatkan Basoeki Abdullah tetap menjadi sumber inspirasi bagi para pelukis Indonesia secara umum ataupun generasi pelukis muda khususnya. Terutama tema-tema yang diusung oleh pelukis Basoeki Abdullah yang tidak pernah lekang oleh waktu untuk dikerjakan dengan berbagai perkembangannya.

Berikut adalah nama-nama pemenang Kompetisi Basoeki Abdullah Art Award #3: Dyan Condro “Wanita, Busana Dan Adunan”, Galih Reza Suseno “Relief Satir”, Ajar Ardianto “Strong World”, Alfiah Rahdini “The Appropriation of Basuki Abdullah’s Nyai Loro Kidul”.

KARYA TERBAIK

GALIH REZA SUSENO

Relief Satir

RELIEF SATIR

Media Campuran diatas Papan dan Kanvas

100 x 200 cm

2019

Deskripsi:

Relief pada candi-candi di Indonesia biasanya menceritakan tentang kisah mitologi dahulu kala yang berisi pesan moral kebajikan untuk dipahami generasi penerusnya. Namun dengan berjalannya waktu, jaman berubah sehingga pola pikir berubah. Tercermin dalam karya saya suatu relief yang absurd tak terbentuk, tersusun acak dengan warna pastel. Hal ini bermakna; Kearifan cerita mitologi nenek moyang seakan tak relevan dengan semangat jaman. Manusia diperhadapkan dengan pengetahuan dan informasi yang maha luas dan tak terbatas. Kaum muda dibanjiri oleh banyak mitos-mitos asing tentang nilai-nilai kehidupan. Banyak dalam mitos itu tumpang tindih, terpenggal tak utuh, dangkal dan tak dalam merasuk dalam diri manusia. Ia hanya menjadi manusia hybrid yang kurang mengakar akan nilai kebenaran masalalu. Kontruksi nilai manusia sekarang tak pernah sejati. Ia senantiasa suara dari kerterhubungan narasi besar, narasi kecil, norma, opini, bacaan, lini masa dan logika liyan yang serta merta diproduksi ulang dalam ragam bentuk.

GALIH REZA SUSENO, Terlahir Di Surakarta 29 April 1990. Menempuh Pendidikan Sarjananya Di Seni Rupa Murni FSRD UNS Surakarta Dan Paskasarjana ISI Yogyakarta. Keaktifan dalam seni rupa ditunjukan dengan aktifitas berbagai aktifitas pameran yang diikuti sejak lama diantaranya Pameran terakhirnya pada  2019  “Kontraksi Pasca Tradisionalisme” Pameran Nusantara Galeri Nasional Jakarta, 2018 “Art Jakarta” The Ritz Carlton Jakarta, 2018  “Art Expo Malaysia”, 2017 “UOB Painting Of The Year 2018” Ciputra Artpreneur. Dirinya Juga Melakukan Pameran Tunggal Yang Dilaksanakan Di Tahun 2012 Artist in Residance # 10 “HOPE BEYOND ABSURDITY” Tembi Rumah Budaya Yogyakarta & Jakarta, 2017 Imago Dei- Solo Exhibition Galih Reza Suseno Bentara Budaya Yogyakarta. Kerja keras tersebut dibayar dengan berbagai penghargaan berupa 2nd ILUSTRATION 2MADISON ITS THEIR PLANET TOO pada tahun 2016, pada tahun yang sama menjadi  TOP 10 WINNER BASOEKI ABDULLAH ART AWARDS#2 dan GOLD UOB EMERGING ARTIST OF THE YEAR pada tahun 2017­

Selain aktif pameran kemampuannya juga di ejawantahkan ke masyarakat terkait bidang seni rupa yaitu Teacher Children Painting PMS Surakarta, VISUAL  ARTIST OBD MINISTRIES INDONESIA, Artist Program Sri Sasanti Galery Yogyakarta. Saat ini tinggal di Cluster Lotus Giwangan Tamanan Bantul Yogyakarta dengan kontak hubung melalui Email : galih.reza27@gmail.com.

DYAN CONDRO, S.Pd

Wanita, Busana dan Adunan

WANITA, BUSANA DAN ADUNAN

Akrilik, kain, perhiasan logam, resin

100 x 100 cm

2019

Konsep dan Deskripsi karya :

Wanita, busana dan adunan (perhiasan) memang tidak dapat dipisahkan, keindahan tubuh kaum hawa menjadi objek menarik untuk di eksplor oleh kaum laki-laki. Pemaknaan perhiasan yang melekat pada kaum hawa menjadikan sosok wanita sebagai wujud sebuah perhiasan untuk para lelaki. Pemaknaan ini menjadi masalah utama untuk di pertanyakan kebenarannya, hingga saat ini wanita dianggap sebagai pelengkap dan kaum lemah. Wanita selalu takut untuk berkarir seperti laki-laki sehingga wanita semakin banyak menjadi pelengkap hidup dan media eksplorasi laki-laki kurang bertanggung jawab. Keindahan tubuh wanita merupakan anugerah yang maha kuasa untuk melengkapi kehidupan dinunia ini.

Karya ini menggunakan media dan teknik campuran, proses penggabungan untuk penggunaaan beragam jenis perhiasan kain dan logam melalui proses penempelan, pembakaran dan menggunakan resin bertujuan untuk memperjelas bahan tersebut identik dengan wanita. Selain itu bertujuan menciptakan efek kimia yang artistic, mudah membentuk objek symbol + (plus). Proses pembakaran memberikan efek artistik yang berbeda dari wujud asli kain tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan komposisi warna dan bentuk yang artistik.

Makna palang merah menjadi dasar pemikiran utama untuk penyetaraan, symbol+(Plus) memiliki makna sebuah kenetralitasan. Wanita, busana dan adunan (perhiasan) menjadi hal yang wajar atau sama dengan laki-laki dan asesoris yang juga melekat pada tubuhnya. Makna netral menjadi penyetaraan kaum laki-laki dan wanita, sehingga tidak lagi menjadi pelengkap dan direndahkan. Symbol + (plus) pada bagian tengah terbuat dari penggabungan resin bening berisikan perhiasan logam bertujuan menunjukan makna NETRAL dan sebagai penyeimbang komposisi disekelilingnya. Terdapat beberapa gambar yang memeperlihatkan keindahan tubuh wanita pada objek + (plus) sebagai penggambaran melekatnya busana dan perhiasan wanita.

Dyan Condro S.Pd, Terlahir Di Tuban 17 Desember 1989. Menempuh Pendidikan Sarjananya Di Seni Rupa Universitas Negeri Surabaya. Keaktifan dalam seni rupa ditunjukan dengan aktifitas berbagai aktifitas pameran yang diikuti sejak lama diantaranya pameran terakhirnya pada  2018 Pameran Batang Arttention 4, pendopo kota Batang, Jateng, RESIDUAL gallery Raos Batu, 2017 Pameran bersama komunitas Serbuk Kayu “Talking About” HOS of Sampoerna, Surabaya, 2016 Pameran Biennale Jateng “Kronotopos” Semarang, pameran finalis uob painting of the year (pendatang baru) UOB Plaza. Jakarta. Selain pameran dia juga terlibat di berbagai kegiatan seni pada tahun 2017 sebagai Artistik Direktur Biennale Jatim 7 “World is A Hoax” dan 2015, Terlibat dalam kepanitiaan Biennale Jatim 6 “Art Ecosistem Now!”.

Keaktifan didunia seni terbayarkan dengan  Juara 1 lomba Mural Urban Cultur, Chito Surabaya pada tahun 2017. Terlebih pada tahun 2016 anugerah seni didapatkan antara lain finalis Uob Painting Of The year 2016 (Pendatang Baru). 10 terbaik BAAA 2016 (Basuki Abdullah Art Award). Juara 2 lomba Mural The Art of Soul Chito Surabaya. Juara 3 lomba Mural HUT PDAM Surabaya. Saat ini tinggal di dsn. Telapak RT 01/RW 01 Gg Masjid ke utara rumah paling ujung. Ds Randegansari, kec. Driyorejo. Gresik. Surat elektronik yang digunakan dyancondro1@gmail.com.

AJAR ARDIANTO

Strong World

STRONG WORLD,

Polyester resin, found object, wood, spray paint

100 x 120 cm (himpunan 10 panel lingkaran, masing – masing Ø30 cm)

2019

Deskripsi :  

Salah satu dari ciri karya Basuki Abdullah adalah banyaknya penggambaran akan figur manusia yang menjadi obyek tunggal dalam karya-karyanya. Wanita, anak-anak, para petani, penari, perempuan- perempuan berkebaya  adalah beberapa contoh diantaranya.  Figur  manusia pada karya Basuki Abdullah digambarkan  apa adanya dan sangat kuat akan  feeling, intuisi serta emosi  sehingga nuansa romantisime begitu kuat dalam sebagian besar karyanya.  Paham romantik memandang manusia lokal atau desa dianggap sebagai manusia yang hidupnya dekat pada alam yang masih belum tercampur oleh masalah-masalah modernisasi. Tetapi, apabila kita lihat saat ini penduduk desa mempunyai pola hidup yang hampir sama dengan kota. Percepatan teknologi informasi mengakibatkan manusia desa mampu menyamai percepatan masyarakat secara global. berbagai teknologi canggih mulai merambah desa, atau sebaliknya manusia dari desa sudah menyebar ke penjuru berbagai negara.

Dalam karya ini, menggambarkan figur manusia desa (petani dan buruh) yang berupa relief ditambah dengan berbagai macam “benda temuan” berupa limbah hasil industri yang telah tidak terpakai. Penambahan “benda temuan” ini menandakan bahwa kehidupan manusia saat ini sudah mengalami rekontruksi ulang akibat perkembangan teknologi.

Ajar Ardianto, Terlahir Di Sragen 15 September 1989. Menempuh pendidikan sarjananya di FSRD ISI Yogyakarta dan paskasarjana ISI Yogyakarta. Aktif dalam seni rupa ditunjukan dengan berbagai aktifitas pameran yang diikuti diantaranya Tahun 2019 “Merayakan Optimisme” Taman Budaya Yogyakarta, dan tahun 2018 “9 Musashi” Galery Pascasarjana ISI Yogyakarta, “Penciptaan 1” Galery Pascasarjana ISI Yogyakarta.

Selain pameran aktifitas seni lain yang dilakukan adalah Performence Art di tahun 2017 ‘ Nyai” Parallel Event Biennale Jogja, Gallery Pasca Sarjana ISI Yogyakarta, “Art and Environment” bersama Komunitas Lima Gunung dan Centhini Gunung. Tahun 2012 Workshop Lukis Cermin, batik dan teknik cukil grafis “ Solarizing Borobudur” Climate Rescue Station. Taman Lumbiani Borobudur (Pemateri), Workshop Cetak reproduksi “Kampus to Kampung” ISI Yogyakarta (Pemateri), “Stopmotion with Angela Stempel” Pesta Boneka, Yayasan Bagong Kusudiarjo. Seminar pada tahun 2011 Public Lecture “ Decentralization of Biennale’s” The Changes of Geographies and Directions of Contemporary Art Post 2000s by Charles Esche.

Penghargaan yang telah diterima antara lain tahun 2016 sebagai 20 Finalis Sayembara Batik Sragen. Tahun 2014 Emerging Artist UOB POY 2014 dan Finalis Pameran Lukisan Japan Foundantion, Hotel Hilton Jakarta di tahun 2003. Saat ini bisa dikontak melalui email : diajarinajar@gmail.com.

YANUAR IKHSAN PAMUJI

Refuse to Forget

REFUSE TO FORGET

Wood, glass jars, ash,

150 x 85 x 20 cm

2017

Deskripsi :

Mitologi terbangun sendiri oleh manusia yang hidup pada masanya, sehingga waktu kehidupan adalah kunci dari sebuah mitologi. Segala tindakan manusia yang masih hidup merupakan respon akan agama, bangsa, popularitas, dan alam sekitar. Respon tersebut menjadi memori yang dikenang setelah manusia mati, karena ketika manusia mati tidak semuanya usai tetap ada perihal masih hidup dibenak yang ditinggalkan. Manusia dengan berbagai sifat dalam dirinya dikenal dengan beberapa karakter utama setelah dia mati. Tindakan, perbuatan, jasa yang diberikan semasa hidup diekstrasi menjadi beberapa hal menjadi karakter diri kita tentunya selalu ingin diingat/dikenang. Karya ini mempertanyakan pada diri sendiri penikmat dalam menciptakan kerangka mitologinya sendiri dengan bagaimana orang akan mengingatmu ?

 

Menyajikan karya visual sebagai simbol dari ekstraksi manusia sebenarnya yang terlintas pertama adalah abu manusia yang telah dikremasi sehingga menghasilkan abu. Tubuh yang rumit menjadi satu bagian dominan berupa abu dan merupakan metafora paling berbicara mengenai ekstraksi sifat manusia. Karya tersebut menuntun audience agar berfikir mengenai konsep mitologi dirinya telah buat. Jumlah ekstrasi manusia disajikan pada suatu wadah berupa guci kaca agar lebih terlihat mudah sehinga abu nampak jelas. Wadah guci kaca dibuat menyerupai peti mati berbentuk segi enam. Setiap abu perwakilan nama nama diubah menjadi sifat sebagai simbol jejak yang kita tinggalkan saat masih hidup.

Terkait jumlah abu dibagi melalui berbagai sifat manusia dan melalui tanggal lahir, dimana setiap angka kelahiran kita dimasukka dalam suatu rasi bintang yang memiliki sifat yang berbeda pada masing-masing rasi dari jumlah keseluruhan 12 buah. Jumlah rasi bintang kelahiran tersebutlah untuk menentukan jumlah guci yang digunakan. Kemudian bagian terpenting dari beberapa kata sifat pada guci kaca berupa kata terakhir dituliskan “ YOU ?.” sebagai cermin pada diri kita memilih untuk dikenang sebagai apa ketika telah mati. Kematian merupakan rumah terakhir bagi setiap mereka yang hidup didunia yang diwakili dengan bentuk segitiga sebagi simbol rumah. Guci kaca wadah dupa sebagai tempat menaruh abu kematian terlihat semakin matang.                                                                                                                                                                                               Yanuar Ikhsan Pamuji, Terlahir di Karanganyar 7 Januari 1992. Aktif dalam seni rupa ditunjukan dengan berbagai aktifitas pameran yang diikuti pada tahun 2019 : “Merayakan Optimisme” Arts Exhibition at Taman Budaya Yogyakarta, “Counter Attack” Fine Art Exhibition at Bentara Budaya Solo dan “Redefiniting Chapter” Redbase Exhibiton Yogyakarta. Di tahun 2018 melakukan pameran dengan tema “Paradox” Arts Exhibition at Lawang Wangi Art House Bandung, “Metafora #4” Craft Art Exhibition at Museum Keris Surakarta. Selain pameran bersama juga melaksanakan pameran tunggal dengan tema  “Persepsi-Persepsi Kematian” Sankring Art Project pada tahun 2018.

Selain pameran aktifitas seni lain yang dilakukan adalah Performence Art di tahun 2016 : Performance Art at Studio Mendut. Tidak ketinggalan kegiatan workshop banyak dilakukan di tahun 2016 turut serta dalam Art Workshop Instructor “Linocut” at Fabriek Fikr #2 (Sardono W. Kusumo) di  Pabrik Gula Colomadu. Pada tahun 2017 turut serta Art Workshop Instructor “Batik Design Development at Girilayu Karanganyar” dan Art Workshop Instructor “Relief Print” with UKDW students at Watulumbung Parangtritis. Saat ini bisa tinggal di Ngasem RT/RW16 Ngadiluwih, Matesih, Karanganyar, Jawa Tengah. Kontak melalui email : yanuarikhsanpamuji@gmail.com.

ALFIAH RAHDINI

THE APPROPRIATION OF BASUKI ABDULLAH’S NYAI LORO KIDUL

“THE APPROPRIATION OF BASUKI ABDULLAH’S NYAI LORO KIDUL”

Stone, Metal

100 x 100 x 100 cm

2019

Deskripsi :

”Kenapa terjadi tsunami di pantai selatan?”

“Karena Nyi Roro Kidul dipaksa pakai kerudung.”

Kurang lebih begitulah guyon yang berkembang di masyarakat yang pertama kali di cetuskan oleh Gusdur, seorang ulama tersohor sekaligus presiden Indonesia ke-4 membicarakan Nyi Roro Kidul. Masa pemerintahan Gusdur dinilai sebagai masa dimana Indonesia memiliki toleransi antarumat beragama tertinggi. Slogannya, “Berbeda pendapat itu ngga apa-apa, yang penting kita tidak terpecah belah” begitu diamini jutaan rakyat Indonesia pada masanya. Tak heran jika guyon terkait Nyi Roro Kidul tersebut bukanlah menjadi hal yang sensitif, namun menjadi perekat silaturahmi.

Pada kesempatan ini, dimana dalam konteks hari ini mitologi masih menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Di bidang politik, ekonomi, sosial, agama, hingga budaya, mitologisasi telah menjadi atmosfir yang kental, apalagi tahun 2019 merupakan tahun kepentingan. Adapun subtema yang saya angkat yaitu Re-mitologisasi Kebangsaan yang mengekplorasi tradisionalisme, kebangsaan, spiritualitas/agama yang merujuk pada kemunculan perubahan dunia terhadap peran dan keberadaan mitologi dipadupadankan dengan sub-tem re-mitologisasi Ketubuhan yang mengekplorasi dan mengangkat peran atau persoalan tubuh manusia sebagai alat untuk mengungkap berbagai hal. Kecantikan, popularitas, problem sosial dan rumahtangga adalah terkait mitos mitos ketubuhan.

Dalam karya yang saya ajukan yang berjudul “The Appropriation of Basoeki Abdullah’s Nyai Loro Kidul”, mencoba menghadirkan ulang penggambaran Nyai Loro Kidul yang dibuat Basoeki Abdullah pada tahun 1950 dalam gubahan patung/tiga dimensional dengan gestur serupa, namun mendapatkan sensor karena ada stigma publik mengenai patung sebagai sesembahan dan tubuh perempuan adalah aurat yang harus ditutup. Maka sebuah balok batu seolah menutup nyaris seluruh bagian patung tersebut dan menyisakan kedua tangannya saja yang sedang melakukan gesture seolah menari. Pada bagian “sensor” tersebut, saya juga menuliskan:

“This is the statue of Nyi Roro Kidul, the queen of the south coast, inspired by the work of Basuki Abdullah. To prevent vandalism and controversy, only the hands left to appear since the queen herself is not known to wear a hijab.”

 Pada karya ini pada masa lalu, mitologi Nyi Roro Kidul dijadikan sebuah kekuatan politik karena kebesarannya, dan di era Gusdur menjadi guyon untuk mempererat silaturahmi, di jaman sekarang malah membahayakan karena bisa terjadi kericuhan publik terkait simbol agama, entah itu sesembahan, aura, atau kemubaziran. Tapi justru hal seperti ini menjadi santapan menarik bagi golongan tertentu untuk menunjukkan kekuatannya. Maka patung ini sebagai penggambaran “cari aman” di situasi saat ini, atau minimal sebagai representasi kondisi sosial terkini.

 ALFIAH RAHDINI, wanita kelahiran Bandung tanggal 13 February 1990. Menempuh pendidikan di FSRD ITB Bandung dengan mayor Patung. Aktif di kegiatan pameran bersama antara lain 2019 Cocoon AQUA LIFE installation, Gandaria City, Jakarta, Cabaret Chairil (with Alfi’s Hair Carving), Teater Garasi, Yogyakarta, Tea of Cultural Exchange, Cihapit Traditional Market, Bandung, 2018 Akasa Project, Pasar Cihapit, Bandung, Performing Art Workshop with Claudia Bosse, Komunitas Salihara, Jakarta, 2017 Ceramics Making Workshop, Jenggala Ceramics, Bali, Ceramics Sculpture for Environtment Workshop with Courney Mattison. Aktifitas dibidang seni antara lain riset di Edhi Sunarso’s Monument in the Sukarno Regime, Bandung Institute of Technology, riset sedang berlangsung Woman Figure Sculpture in History of West Java, Cirebon, Indonesia dan melakukan residensi di Bumi Pemuda Rahayu (by SAM Foundation, KUNCI Cultural Studies, Arkom Jogja, and Ruang Jakarta Center for Urban Studies), Bantul, Yogyakarta. Penghargaan yang pernah diterima tahun 2019 peringkat 3 Finalist Art in Public Space Competition, Omah Munir, IKJ and TIFA Foundation, Jakarta. Tahun 2018 sebagai One of 35 Bandung Artist Under 35 Years Old, Liplap Book, Project11. Tinggal di Komplek Bumi Panyileukan C5 No. 15 Bandung. Email: rahdini.alfiah@gmail.com.