Antusias Pandu Budaya Malaumkarta Menggerakkan Festival Egek di Papua Barat Daya

0
977

Dalam upaya percepatan pemajuan kebudayaan masyarakat adat Kemendikbudristek menggelar program Sekolah Lapang Kearifan Lokal, yaitu program yang dijalankan secara partisipatif bersama masyarakat adat, yang dirancang sebagai program penguatan kapasitas subyek dalam rangka pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kekayaan budaya yang dimiliki oleh masyarakat adat. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat KMA, Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Masyarakat adat Suku Moi yang mendiami Kampung Malaumkarta, Distrik Makbon, Sorong, Papua Barat Daya ditunjuk sebagai percontohan pemajuan kebudayaan, sesuai dengan usulan dari diskusi dengan berbagai praktisi budaya dan pemeharti budaya di wilayah Provinsi Papua pada bulan Februari 2023.

Berdasar kepada pembekalan SLKL yang telah dilaksanakan pada bulan Maret 2023 lalu, para pandu budaya Malaumkarta bersepakat untuk menjadikan Upacara Egek sebagai momentum aktualisasi ekspresi budaya  kepada masyarakat terbuka dalam bentuk Festival Egek yang pertama. Egek merupakan peringatan budaya yang terlahir dari tanah Papua, yakni cara masyarakat melestarikan alam secara tradisional. Esensinya adalah mengambil secukupnya, memberi jeda kepada alam untuk tumbuh dan beregenerasi.

Mengambil tema “Ko Jaga Alam, Wariskan Budaya Egek Suku Moi,” festival ini dilaksanakan di lapangan bola Molgasi Malaumkarta mulai tanggal 5 s.d. 8 Juni 2023. Festival Egek mendapat dukungan dari berbagai pihak mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya.

Festival Egek dibuka secara resmi dengan pemukulan alat musik tifa oleh Pj Bupati Sorong, Pj Gubernur Papua Barat Daya, dan pejabat lainnya. Dilanjutkan dengan Upacara Fie, yakni ritual suku Moi membuka Egek yang dipimpin oleh ketua tetua adat. Ritual ini dilakukan sebagai bentuk permohonan izin kepada leluhur untuk mengambil hasil laut serta memohon keselamatan untuk masyarakat Moi yang bertugas menyelam untuk mengambil hasil laut. Dalam ritual Fie, dewan adat menyiapkan beberapa persembahan untuk leluhur seperti pinang, sirih, kapur, rokok, kain tenun, nasi kuning, sagu iris, ampas sagu untuk ditebarkan di bibir pantai. Juga penyerahan alat tangkap ikan seperti kacamata molo dan jerat pancing yang telah didoakan kepada para penyelam.

Festival Egek I tahun 2023 ini dimeriahkan oleh atraksi yang syarat akan seni dan budaya, lomba tarian adat, nyanyian adat, cerita dengan Bahasa lokal Bahasa Moi, Lomba Klakfo (permainan tradisional Moi), stand budaya yang menyajikan kuliner dan kerajinan adat, dan panggung hiburan. Serta kunjungan ke alam Malaumkarta Raya yang masih asri seperti jelajah lokasi burung, wisata malam ke pulau Um melihat penyu bertelur, mengunjungi spot wisata alam goa dan air terjun, hingga menyelami keindahan bawah laut di mana terdapat karang dan bangkai pesawat bekas PD II.

Mayarakat Malaumkarta Raya bersyukur kegiatan ini berjalan dengan lancar, berkat kekompakan warga dan pandu budaya dalam menyemarakkan upacara adat warisan leluhur yang dibalut dalam bentuk festival ini.

“Terima kasih dengan adanya program kebudayaan (Sekolah Lapang Kearifan Lokal) ini generasi muda dapat menyerap cerita-cerita dari para tetua adat terutama dalam hal kebudayaan. Mereka (pandu budaya) secara kreatif meningkatkan budaya Suku Moi agar lebih menarik,” ungkap Jefri Mobalen, Kepala Kampung Malaumkarta.

“Semoga budaya-budaya suku Moi ini tidak hilang, pengetahuan dari tetua-tetua adat bisa dieksplorasi dan diserap oleh generasi muda. Pendidikan di Malaumkarta ini sudah berjalan, kami berharap kebudayaan juga masuk ke dalam kurikulum Pendidikan tersebut,” tutup Jefri.

Opyor Kalami, Ketua Pandu Budaya Malaumkarta menyebutkan jika tanpa semangat dan rasa cinta kepada budaya asli suku Moi, festival ini tidak akan berjalan dengan meriah.

“Jangan kita telantarkan budaya, karena budaya itu adalah identitas diri kita. Berbicara tentang budaya itu menyangkut dengan agama (kepercayaan), perlakuan kita terhadap alam, hewan, dan tumbuhan. Kami berharap teman-teman tidak terlena dengan budaya luar, fokuslah dengan budaya kita sendiri, budaya Suku Moi Besar, ” pungkas Opyor.

Masyarakat adat suku Moi berharap budaya mereka tetap lestari, karena bagi mereka alam adalah sebagai sumber penghidupan dan budaya sebagai cara melindungi alam tersebut. Karena itu Jefri sangat mengapresiasi dengan diselenggarakannya program Sekolah Lapang Kearifan Lokal.