WAYANG MENAK SASAK

0
2822

Wayang Menak Sasak adalah pemberian nama terhadap wayang kulit yang berkembang di Lombok. Pemberian nama Menak Sasak sangat dipengaruhi oleh cerita yang diambil dari Wong Menak dan berkembang di Lombok. Seperti hal nya di Jawa Barat, kedatangan Wayang di Lombok juga sangat dipengaruhi oleh kedatangan agama islam di sana. Sebenarnya ada data akurat yang dapat dijadikan alat pembuktian mengenai kapan Wayang Menak Sasak mulai diperkenalkan dan siapa yang pertama mendatangkan serta mempopulerkan di Pulau Lombok. Meskipun demikian, ada beberapa sumber lisan yang memberikan gambaran mengenai sejarah Wayang Menak Sasak, antara lain “Amaq Satriah”. Menurut Amaq Satriah, konon di sebuah kampung yang bernama Kampung Rembitan di bagian Lombok Selatan hidup seorang Wali; Wali Nyato. Semasa kanak-kanak dia pergi ke Pulau Jawa menonton wayang. Bersama teman-temannya ia berangkat dari Rembitan sekitar waktu isya dan pulang ke Lombok keesokan harinya sebelum matahari terbit. Setibanya di rumah, dia menceritakan kepada teman-temannya yang tidak ikut ke Jawa tentang cerita wayang yang ditontonnya. Setelah berajak dewasa, Wali Nyato mencoba menggelar pentas wayang, meskipun dalam bentuk sangat sederhana. Waktu itu wayang terbuat dari ranting-ranting pohon yang bercerita tentang guru dan murid yang mengamalkan ilmu agama (Agama Islam).
Cerita lain mengenai Wayang Sasak di Lombok juga diceritakan I Gusti Muharta. I Gusti Muharta menjelaskan bahwa pada sekitar abad ke-16 – menjelang kedatangan Islam ke Pulau Lombok – Pulau Lombok pernah mengalami kemarau panjang yang berlangsung kurang lebih tujuh tahun lamanya. Seluruh penduduk gumi Sasak hadup dalam keadaan menderita. Berbagai upacara dipersembahkan kepada kekuatan gaib pelindung desa. Kerajaan-kerajaan yang berkuasa pada masa itu tidak mampu merubah keadaan, bahkan keadaan penduduk semakim memprihatinkan. Untuk mengatasi masalah tersebut para raja yang ada di Pulau Lombok mengadakan musyawarah. Musyawarah tersebut menghasilkan keputusan untuk mengutus Datu Perigi ke Gunung Rinjani untuk memohon petunjuk dari Dewa. Dalam masa pertapaannya, Datu Perigi didatangi seorang laki-laki yang berpakaian serba putih. Laki-laki tersebut bersedia membantu untuk menghilangkan bencana atau penyakit yang melanda gumi Lombok dengan memberikan obat penawar kepada Datu Perigi. Pria tersebut berpesan, setiap mereka yang diberikan penawar obat tersebut terlebih dahulu mengucapkan dua kalimat syahadat dan menerima
agama Islam sebagai agama mereka yang baru. Syarat tersebut disanggupi Datu Perigi dan menerima penawar pemberian pria berbaju dan jubah putih tersebut.
Usai menjalani masa pertapaan, Datu Parigi menyampaikan amanat pria berjubah putih tersebut, yang konon bernama Sangu Urip Pati Atu yang kemudian disebut Sangupati. Obat pemberian Sangupati dibagi-bagikan kepada penduduk yang membutuhkan. Mulai saat itu penduduk mulai berangsur-angsur pulih dan bersamaan turun hujan menyirami gumi Lombok yang dilanda kemarau panjang. Sebagai bentuk rasa syukur seluruh penduduk mengadakan pesta besar-besaran. Pesta itu dinamakan Gawe Mangajengan, pesta menganut agama baru yaitu Islam. Pesta berlansung di Lendang Rembang Lombok Timur. Dalam acara pesta itu dipegelarkan wayang semalam suntuk. Bertindak sebagai dalang adalah Pangeran Sangupati. ( M. Tahir, Makalah pada Sarasehan Revitalisasi Wayang Sasak PEPADI NTB, Tgl. 4 Nov.2012) .
Cerita wayang di Lombok pada dasarnya mengambil cerita Menak yang bersumber dari CERITA AMIR HAMSAH yaitu paman Nabi Muhammad SAW. Versi lain mengatakan bahwa cerita Wayang Menak mungkin berasal dari versi (Iran) yang masuk ke Indonesia melalui tanah Melayu – masuk melalui Jawa dan tersebar ke Lombok.