Tiliaya, Masestro budaya Gorontalo Bapak H. Abdul Wahab Lihu

0
1909

Maestro budaya Gorontalo Bapak H. Abdul Wahab Lihu mengatakan bahwa tidak akan sempurna suatu peradatan di Gorontalo jika tidak disuguhi dua hal sebagai makanan untuk dihidangkan yaitu Ilabulo dan Tili’aya. Dalam kancah sejarah Gorontalo nama tili’aya di samping nama favorit makanan para raja yang telah dikenal sejak abad ke-15, juga menjadi nama salah seorang puteri Raja Ilato yang juga hidup pada abad ke-15. Puteri Tili’aya bersamaan dengan saudaranya Ntoba menjadi symbol perjuangan melawan bangsa Portugis.
Tili’aya merupakan salah satunya, makanan khas Gorontalo yang menjadi santapan khas malam pertama sahur masyarakat Gorontalo tempo dulu. Tidaklah lengkap sahur pertama orang Gorontalo tanpa tili’aya sehingga bagaimana pun keadaannya setiap orang Gorontalo pasti berusaha untuk menyediakan penganan in saat pembuka sahur, dan semua orang Gorontalo mampu membuatnya. Uniknya, kue yang terbuat dari capuran gula merah, telur, dan santan ini hanya dijadikan menu makan sahur saja. Kue tili’aya sengaja dibuat oleh orang Gorontalo terdahulu berfungsi sebagai penahan dahaga ketika awal puasa di mana banyak orang yang kesulitan menahan rasa haus dan lapar yang amat sangat. Pada acara adat biasanya tili’aya disajikan sebagai lauk atau pelengkap nasi dan makanan berat lainnya.
Tiliaya biasanya disajikan pada saat pelaksanaan Tahlilan, Tiliaya diletakkan di dekat nasi kuning dan jadi rebutan usai tahlilan. Waktu lain untuk menyantapnya adalah pada saat upacara adat atau pada saat Ramadhan. Pada saat bulan puasa tiba bagi masyarakat Gorontalo, Tiliaya menjadi menu wajib pada saat sahur dan berbuka puasa.
Cara membuat Tiliaya sangatlah mudah bahan-bahan yang digunakan bisa dijumpai dimana saja, cukup dengan dua butir telur ayam kampung segelas santan dan gula merah bisa menghasilkan penganan yang rasanya legit ini.

Keterangan

Tahun :2019

Nomor Registrasi :201901076

Nama Karya Budaya :Tiliaya

Provinsi :Gorontalo

Domain :Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional

Sumber: Website Warisan Budaya Takbenda