SRI AYU PRADNYA LARASATI, Pendongeng dan Penari dari Sukawati

0
1601

Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Pepatah itu pas untuk Laras yang mempunyai nama lengkap Sri Ayu Pradnya Larasari (16) asal Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali. Ia hidup di lingkungan seni. Kakeknya seorang dalang, ayah dan ibunya pelaku seni. Jadilah Laras bertumbuh menjadi seorang penari Bali dan pendongeng dalam bahasa Bali.
Lahir di Gianyar pada 16 Desember 1997 dari pasangan Kadek Suartaya, Dosen ISI Denpasar, dan Ni Made Sudiasih, Guru SMK bidang kesenian, Laras tumbuh di lingkungan seni. Ketika masih kecil, ayah dan ibunya suka mendongeng untuknya. Bahkan kakeknya yang dikenal sebagai seorang dalang, selalu meluangkan waktu untuk mendongeng bagi cucu perempuannya ini.
Begitulah, kisah-kisah dalam epos Mahabharata dan Ramayana menjadi sangat familiar bagi Laras yang tertarik dengan kisah-kisah itu. Maka, ia pun terpanggil untuk menjadi pendongeng. Ia tidak merasa bahwa menjadi pendongeng adalah “jadul”. Ia bahkan merasa keren bisa menjadi pendongeng dan penari sekaligus.
Kenapa terpesona menjadi pendongeng? “Saya ingin melestarikan seni mendongeng di kalangan anak muda untuk memberikan sesuatu yang lain. Sekarang zaman globalisasi. Banyak anak muda tidak tahu cerita rakyat yang ada di lingkungannya. Nah, saya mendorong anak-anak muda sekarang mengenal dongeng,” kata Laras.
Laras mengatakan, dongeng, memang menceritakan kisah-kisah masa lampau yang tampaknya tidak berkaitan dengan zaman sekarang. Namun, menurut Laras, isi dongeng yang diambil dari cerita-cerita rakyat atau epos Mahabharata dan Ramayana masih tetap relevan dengan kehidupan saat ini.

Di dalam dongeng itu, kata Laras, ada nilai-nilai, ajaran moral yang bisa dipetik dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari-hari. “Misalnya, ada dongeng “Satua Pan Balang Tamak”. Dongeng itu mengisahkan sosok orang yang sangat menjunjung tinggi demokrasi. Satua Pan Balang Tamak juga menekankan pentingnya kebersamaan dalam suatu negara. Nilai-nilai itu masih cocok dengan keadaan sekarang,” ujar Laras yang masih duduk bangku sekolah menengah ini.

Dalam mendongeng, Laras tidak hanya menceritakan kisah yang dikarang orang lain, tetapi juga mulai membuat cerita sendiri. “Sumber saya epos Mahabharata dan Ramayana, serta kehidupan di sekitar lingkungan saya,” tutur bungsu dari dua bersaudara ini. Dongeng ciptaannya, antara lain, “Cerita I Kiul dan I Gelis”, “Dharma Wacana Ngewangun Bali”, “Kebo Iwa Satua Legong Dadari”, dan “Satua Pan Balang Tamak”.
Selain menjadi pendongeng, Laras juga pandai menari Bali. Istimewanya, gadis dari Sukawati ini mampu memadukan dua keahlian itu di atas panggung secara bersamaan. Artinya, ia bisa menari sambil mendongeng. Ia memang tidak tanggung-tanggung menekuni dua bidang seni tersebut. Hasilnya, nyata. Pada 2014 ia mendapat penghargaan dari pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk kategori Anak dan Remaja Yang Berdedikasi Terhadap Kebudayaan.
“Saya merasa bangga sekali bisa mendapat penghargaan dari pemerintah. Perjuangan saya sejak umur 3,5 tahun belajar menari kemudian setelah sekolah belajar mendongeng, tidak sia-sia. Penghargaan ini tidak mudah didapat,” tegasnya menanggapi penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sejak 2004 Laras sudah mencetak prestasi dengan menjadi Penari Berbakat Tari Condong se-Bali. Semenjak itu, setiap tahun dari 2004 sampai 2014 ia selalu menjadi pemenang dalam lomba menari atau mendongeng. Kalau bukan juara satu, ya juara dua.
Laras mengakui tak berpikir untuk mengejar penghargaan lewat kegiatan mendongeng dan menari. “Saya melakonkannya saja. Biarlah semuanya mengalir begitu saja dalam kehidupan saya. Di luar dugaan saya, saya mendapat penghargaan dari pemerintah,” ia menjelaskan mengenai kegiatan seninya.
Meskipun masih remaja, Laras sudah bisa menentukan profesi yang akan digelutinya pada masa depannya. Ia yakin bisa hidup dari industri seni. Di lubuk hatinya yang terdalam ia menyimpan cita-cita melanjutkan kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI), entah ISI Denpasar, Yogyakarta, atau Solo. “Cita-cita saya ingin menjadi Rektor ISI,” katanya dengan tegas dan penuh percaya diri.
Laras berterima kasih kepada dunia seni karena telah memberinya segalanya. “Seni dapat membuat kita tergugah dan tersentuh. Lewat menari dan mendongeng saya jadi percaya diri saat tampil di panggung. Saya sangat yakin bisa hidup dari seni, apalagi industri kreatif makin digalakkan sekarang,” kata Laras.