MADE GEORGIANA TRIWINADI, Ingin Menginternasionalkan Wayang

0
1096

Jangan tanya Made Georgiana Triwinadi (16 tahun), siapa penyanyi pop yang sedang jadi perbincangan di kalangan anak muda sekarang. Sebab, ketika banyak anak remaja seusianya menggandrungi bintang-bintang musik pop dan menghabiskan waktu di mal, ia justru mencurahkan seluruh tenaga dan perhatiannya untuk mengembangkan diri dalam bidang seni pedalangan dan tari Bali.
Georgian, begitu ia biasa disapa, tumbuh dalam keluarga seni. Ayahnya seorang dalang dan profesor di ISI Denpasar, ibunya seorang penari, kakak dan adiknya juga aktif di dunia seni. “Saya berada di lingkungan seni. Hal itu pulalah yang membuat saya tertarik pada dunia seni pedalangan dan tari Bali,” ujar siswa SMKN 3 Sukawati, Denpasar, Bali, ini.
Tak berlebihan bila Georgian terbilang sebagai anak remaja yang berdedikasi dalam bidang kebudayaan. Maka, atas perhatiannya pada bidang kebudayaan itu, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberinya penghargaan seni untuk Kategori Anak dan Remaja yang Berdedikasi terhadap Kebudayaan Tahun 2014.
“Saya sangat memberi apresiasi terhadap penghargaan yang diberikan kepada saya. Penghargaan ini membuat saya lebih terpacu untuk meningkatkan dedikasi saya terhadap kebudayaan,” katanya menanggapi penghargaan yang diterimanya.
Georgian mempunyai kemampuan mendalang dalam bahasa Bali dan Inggris serta pandai pula menari Bali. Kenapa mendalang dalam bahasa Bali dan Inggris? Goergian mengatakan, sebagai anak yang lahir dan besar di tengah budaya Bali, ingin mendalang dalam bahasa ibu karena penonton wayangnya yang utama adalah masyarakat Bali yang memang sangat mencintai seni pewayangan. Namun, ia juga mendalang dalam bahasa Inggris, “Karena saya ingin go international.”
Hidupnya seperti sudah “terprogram” untuk menjadi dalang internasional. Ketika berusia tiga bulan, Georgian sudah ke Amerika Serikat mengikuti orang tuanya. Waktu itu, ayahnya mendapat tugas menyelesaikan pendidikan doktor bidang pedalangan. Keluarga ini tinggal di sana selama empat tahun sehingga Georgian tumbuh dalam lingkungan berbahasa Inggris. Bahkan, setelah pulang ke Tanah Air, orang tuanya masih selalu menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya.
Kini, pelajar SMK Negeri 3 Sukawati Jurusan Pedalangan ini, tak berhenti mengasah kemampuan berbahasa Inggrisnya. “Saat ini dikelilingi teman-teman yang pandai mendalang. Saya belajar banyak juga dari mereka,” kata Georgian yang di Bali sudah beberapa kali mendalang dalam bahasa Inggris di depan para tamu asing.
Ia juga sedang melatih vokal agar bisa melakonkan tokoh-tokoh dalam seni wayang yang dimainkannya. “Dalam soal vokal, saya memang masih lemah. Saya masih perlu berlatih terus,” ungkapnya. Ia berniat untuk melanjutkan pendidikan di ISI Bali.
Prestasi Georgian dalam seni pedalangan dan tari sungguh mengilap. Ketika usia enam tahun, ia sudah terpilih sebagai penari terbaik di Sanur Bali. Tahun 2009, menjadi dalang cilik berbahasa Inggris pada Ubud Festival III di Gianyar. Kemudian mendapat sertifikat dari Indira Gandhi School National Centre for the Arts, India, setelah pentas sebagai dalang dan penari wayang dramatari di beberapa kota di India pada 19-23 Oktober 2010. Tahun berikutnya ia tampil sebagai dalang cilik berbahasa Inggris dalam World Nature & Culture Heritage UNESCO di Nusa Dua Bali.
Ia membenarkan kisah wayang yang dipentaskannya mengambil cerita dari masa lampau, tetapi menurutnya, nilainya tetap relevan dengan keadaan sekarang. Misalnya, cerita Kamsa yang menjadi pemimpin yang otoriter. Sikap otoriter itu sudah tidak cocok dengan kondisi sekarang. Kemudian datang tokoh Kresna yang berhasil mengalahkan Kamsa. “Intinya, selalu mencoba berbuat baik. Perbuatan yang baik itulah yang harus selalu kita utamakan. Sifat alami manusia adalah mencari kebahagiaan dan kebahagiaan itu lebih enak dicari dalam kebaikan, bukan sebaliknya,” ujar remaja ini.
Ia mengakui menyukai tokoh Kresna dalam kisah “Mahabharata” dan Batara Siwa dalam kisah dewa-dewa. Kresna dalam kisah “Mahabharata” adalah tokoh utama. Setelah Pandawa kalah, Kresna datang membantu. Dalam pandangan Georgian, Kresna adalah seorang filsuf, politisi, seniman dan benar-benar sempurna. Sedangkan Batara Siwa adalah seorang yang luar biasa tetapi bersikap sederhana.
Remaja ini juga bercita-cita untuk membuat animasi pertunjukan wayang. “Saya melihat suatu tantangan. Saya mempunyai motto ‘kalian tidak bisa menghentikan ombak, tetapi kalian bisa belajar berenang. Kalian tidak bisa menghentikan arus dunia ini, tetapi kalian bisa belajar mengikuti arus dunia’,” ujar Georgian dengan optimistis.