MAK YONG

0
8022

Makyong merupakan seni drama yang dapat di golongkan ke dalam bentuk drama tari yang mengandung unsur-unsur ritual. Makyong sangat di gemari oleh masyarakat Riau, terutama di wilayah Kepulauan Riau, sebagai hiburan rakyat di pedesaan dan pernah menembus kalangan istana. Dari sebuah bentuk pertunjukan rakyat menjadi sebuah bentuk pertunjukan istana yang sangat di gemari oleh kerabat istana.
Ada anggapan bahwa yang mula asal mempertunjukan Makyong adalah Dewa Hindu Jawa yang bernama Semar dan puteranya Turas. Ada yang menyatakan asal mula Makyong berasal dari “Mak Hyang”, yaitu Dewi Sri, Dewi pada orang jawa. Tetapi nyatanya lebih banyak pengaruh Siam di sini dari pada pengaruh Jawa. Selain itu ada juga yang menyatakan asal usulnya bermula dari tontonan orang phatani (Thailand), Klantan, Trenggano, Pulau Pinang dan kedah. Bentuk kesenian ini masuk ke daerah Kepulauan Riau semasa kekuasaan Sultan Sulaiman pada abad XVIII Masehi.
Dalam pertunjukan Makyong, di tampilkan cerita-cerita yang ada umumnya adalah cerita-cerita warisan yang di peroleh dari para tukang cerita secara lisan. Dialog antar pemain di lakukan secara improvisasi dan umumnya dialog ini berkembang sesuai kekuatan imajinatif permainan tanpa ada patokan. Diantara cerita Makyong yang di pentaskan adalah “Tuan Putri Ratna Emas, Gunung Intan, Putri Makyang Emas, Timun Muda dan lain-lain.
Cerita Makyong selalu berkisar tentang kehidupan kerajaan seperti cerita raja-raja, permaisuri, tuan putri, putri mahkota yang di timpa musibah dan berakhir dengan kemenangan dengan melalui perjuangan. Kemenangan akan di peroleh dengan bantuan pihak yaitu bantuan dewa-dewi dari kahyangan atau tokoh sakti yang berada di jalan yang benar.
Peralatan yang diperlukan dalam pertunjukan adalah rotan, parang, keris, kapak, panah, tongkat kayu (untuk dijadikan sakti), cangai (kuku palsu yang panjang) sekali di buat dari bahan yang berkilat seperti emas dan lain-lain. Sedangkan alat-alat musik yang di perlukan adalah nafiri, gong, gedombak, gendang, mong dan breng-breng. Bertabik, selendang awang, iakn kekek, timang-timang anak, dan saridam. Dan tari yang di bawakan menjunjung sambah, gembak, memanggil awang, tanduk dan lain-lain.
Penampilan tari dan lagu yang di iringi oleh alat-alat musik disesuaikan dengan cerita yang di lakonkan. Para pemeran Makyong terdiri atas Pakyong (memerankan raja) Pak Yong Muda (memerankan pangeran), Putri Makyong (memerankan putri raja), Awang Pengasuh (pelayan raja), inang (pelayan wanita). Orang tua, dewa, jin dan raksasa, pembatak (penjahat). Kadang-kadang setiap orang memegang peran lebih dari satu (rangkap).
Dalam penampilan, para pemain (terutama laki-laki) memakai topeng. Macam-macam topeng yang di pergunakan antara lain topeng nenek betara guru, topeng awang pengasuh, topeng wak dukun, topeng raja jin dan topeng pembatak. Sementara pakaian dalam seni pertunjukan Makyong tidak terlalu mengikat, yang penting hendaklah di bedakan dengan jelas antara pakaian raja-raja dan keluarganya dengan oarng kebanyakan.
Pertunjukan Makyong biasanya tidak selesai satu malam, sebuah cerita dapat berlanjutnya berhari-hari bahkan sampai 15 dan 44 malam. Namun pada masa sekarang sebuah cerita Makyong berlangsung 1-3 jam pada tempat terbuka dalam posisi “ tapak kud ” yang berukuran 88 m. Sebelum Makyong di tampilkan, terlebih dahulu harus di adakan upacara semah atau “ buka tanah “ yang di pimpin oleh seorang Syekh atau alim ulama. Upacara ini bertujuan untuk permintaan maaf kepada jin dan penonton. Sekarang ini Makyong jarang di tampilkan sehingga terancam hilang dan punah.