Kabupaten Wakatobi: Kabupaten Maritim, Permata dari Timur Indonesia

0
2725

Apa yang terbayang di benak ketika mendengar nama suatu daerah di timur Indonesia, yaitu Wakatobi? Bagi mereka yang melek informasi tetapi belum pernah berkunjung ke daerah ini, tentu yang akan terbayang adalah gugusan pulau-pulau yang begitu indah di tengah-tengah hamparan lautan nan luas. Bahkan keindahan alam hayati bawah lautnya telah menjadikan Wakatobi begitu terkenal hingga ke mancanegara. Lokasi yang indah bagi mereka yang menyukai diving, snorkeling dan lain sebagainya. Sampai- sampai ketika nama itu muncul, banyak orang akan langsung mengaitkannya dengan aktivitas wisata bawah laut.

Pesawat untuk menuju Wakatobi memang harus transit terlebih dahulu di Kendari. Dari Kendari baru berganti pesawat kecil yang akan mengantarkan Anda menuju Pulau Wangi-wangi, tempat pusat pemerintahan Kabupatean Wakatobi berada. Nama Wakatobi itu sendiri sebetulnya singkatan dari empat nama pulau yang relatif agak besar di wilayah kabupaten kepulauan ini: Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, Binongko. Dulu, semasa kawasan perairan laut dan pulau ini masih bagian dari Kabupaten Buton, orang menyebutnya Kepulauan Tukang Besi lantaran Pulau Binongko terkenal dengan kerajinan “pandai-besi”-nya.

Berpenduduk hampir 117.00 jiwa, secara keseluruhan luas Kabupaten Wakatobi mencapai 1,39 juta hektar, di mana luas daratannya hanya sekitar 823 kilometer persegi. Terdiri atas delapan kecamatan, 25 kelurahan, dan 75 desa. Wakatobi tercatat sebagai salah satu destinasi wisata andalan Indonesia, berada di antara 10 teratas destinasi pariwisata nasional.

Sebagai kabupaten kepulauan yang sebagian besar (97 persen) wilayahnya berupa laut, Kabupaten Wakatobi—sebagaimana dikemukakan oleh Arhawi yang saat ini menjadi Bupati Wakatobi— akan didorong menjadi kabupaten maritim yang berdaya saing. Sebab, pengembangan wilyah laut dinilai menjadi hal paling strategis untuk kemajuan Wakatobi di masa mendatang. Konsep pembangunan di bidang kelautan ini sesungguhnya sudah dimulai sejak 2006, dan akan terus dilanjutkan dan dioptimalkan, tanpa—tentu saja— mengabaikan perhatian pada penataan sektor di daratan. Dengan demikian diharapkan segala kekuatan dan potensi yang berada di bawa laut akan digali dan dikelola menjadi sebuah kekuatan yang akan menyejahterakan masyarakat Kabupaten Wakatobi.

“Dalam hal parisiwata, tentu di dalamnya bukan hanya potensi bawah laut, di dalamnya juga ada kekuatan lain, yaitu bagaimana kita mengangkat nilai-nilai budaya yang ada di Wakatobi karena Kabupaten Wakatobi ini sangat unik dibanding dengan daerah-daerah lainnya,” demikian tutur Arhawi penuh semangat.

Optimisme itu tentu bukan tanpa alasan, mengingat Wakatobi sendiri memiliki suku-suku besar seperti suku Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan suku Bajo serta suku Cia-Cia. Berangkat dari keragaman etnis ini tentu di dalamnya juga terjadi keragaman budaya yang sangat khas. Guna merawat keragaman budaya sekaligus semacam pameran potensi, setiap tahun diselenggarakan festival budaya di Pulau Wangi-Wangi. Di Kaledupa juga ada tarian unik bernama Lariangi, yang sampai sekarang tetap lestari. Lariangi menampilkan para penari yang menampilkan gerak-gerak lemah gemulai, sembari mereka melantunkan syair-syair yang berkisah tentang kapal-kapal yang memasuki Kaledupa pada masa lalu. Di Tomia juga ada tari Balumpa yang penuh keceriaan.

Pemerintah Kabupaten Wakatobi bahkan sudah me-launching program mereka di Kementerian Pariwisat agar semua kegiatan budaya yang ada di Waktobi bisa menjadi agenda daerah yang manasional. Dengan begitu diharapankan kekayaan potensi bawah laut Wakatobi bisa relevan dengan kegiatan budaya yang ada di darat. Inilah yang akan melahirkan kekuatan daerah Wakatobi. Setelah launching tersebut, Kabupaten Wakatobi memiliki 12 kalender budaya yang akan dilaksanakan setiap tahunnya. Dari beberapa kekuatan yang dimiliki dan kebijakan yang mendukungnya, maka diharapkan setelah Pemerintah Kabupaten Wakatobi ditetapkan sebagai satu di antara 10 destinasi unggulan parisiwata nasional akan mendorong kebudayaan di Wakatobi terus berkembang. “Kami berusaha menjadikan Wakatobi seperti Bali kedua pada masa yang akan datang,” harap Arhawi.

Melihat kesungguhan yang begitu optimal dari Pemerintahan Kabupaten Wakatobi disertai dukungan yang baik dari masyarakat, maka wajar jika mereka yang bercita-cita jadi kabupaten maritim ini mendapatkan Anugerah Kebudayaan 2017 untuk Kategori Pemerintah Daerah dari Pemerintahan Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Wakatobi memang permata dari timur Indonesia.