Jamasan Pusaka Suroloyo (1)

0
887

Pada awalnya upacara adat Jamasan Pusaka di Suroloyo merupakan upacara adat menyambut bulan Sura atau sering disebut Suran di Suroloyo. Pada jaman kerajaan Mataram Islam dengan rajanya Panembahan Hanyakrawati atau Raden Mas Jolang pada sekitar tahun 1949, pada waktu itu wilayah Suroloyo kedatangan seorang putra dari kerajaan Mataram yang bernama Raden Mas Rangsang. Kedatangannya di wilayah perbukitan Suroloyo ini untuk memenuhi wisik (bisikan gaib), bahwa beliau harus pergi ke arah barat untuk bersemadi menerima bisikan gaib selanjutnya. Perjalanan Raden Mas Rangsang akhirnya sampailah di sebuah tempat yang bernama Kaendran yang terletak di perbukitan Suroloyo. Dalam semadinya Raden Mas Rangsang menerima wisik yang isinya bahwa kelak ia akan menjadi Raja Mataram yang akan menguasai seluruh tanah Jawa. Setelah menerima wisik tersebut kemudian ia kembali ke kerajaan Mataram. Setelah selang beberapa waktu, benar Raden Mas Rangsang diangkat menjadi Raja Mataram dan bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma menggantikan ayahnya Panembahan Hanyakrawati atau juga disebut Panembahan Seda Ing Krapyak.

Masyarakat Dusun Keceme mengetahui bahwa yang pernah bertapa atau bersemedi di Kaendran adalah Raden Mas Rangsang yang kemudian naik tahta menjadi raja Mataram yang bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma, maka masyakarat sekitar bukit Suroloyo, khususnya Dusun Keceme sejak saat itu setiap tanggal 1 Sura menyelenggarakan selamatan dan tirakatan untuk mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala Rahmat yang telah dilimpahkanNya, disamping untuk mengenang jasa-jasa Raden Mas Rangsang terhadap desa di sekitar bukit Suroloyo selama beliau tinggal di wilayah tersebut. Selain itu uapcara adat tersebut dimaksudkan sebagai bentuk permohonan keselamatan dan keberhasilan dalam kehidupan masyarakat di wilayah perbukitan Suroloyo. Pada perkembangan selanjutnya karena kedekatan hubungan spiritual kerajaan Mataram yang diteruskan oleh Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat dengan wilayah perbukitan Suroloyo ini tetap terjalin hingga kini, yang diwujudkan dengan pemberian pusaka Tombak Kyai Manggala Murti dan Songsong Kyai Manggala Dewa yang dimaksudkan sebagai piyandel atau sebagai penolak bala bagi wilayah di perbukitan Suroloyo tersebut. Kedua pusaka tersebut setiap tahun sekali sampai saat ini pada setiap tanggal 1 Sura dijamasi atau disirami, pada upacara adat Jamasan Pusaka di Suroloyo.

Makna dari penyelenggaraan Upacara Jamasan Pusaka Suroloyo bagi masyarakat Suroloyo sendiri adalah sebagai bentuk ungkapan rasa syukur masyarakat Dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas segala berkah yang telah dilimpahkannya. Selain itu, upacara ini juga ditujukan untuk melestarikan budaya masyarakat Jawa peninggalan nenek moyang berupa Jamasan Pusaka di Suroloyo yang terletak di Dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo. Jamasan bagi masyarakat juga dimaknai sebagai bentuk pemeliharaan secara tradisional benda peninggalan nenek moyang yang berupa Tombak Kyai Manggala Murti dan Songsong Kyai Manggala Dewa, sehingga diharapkan dengan jamasan ini pusaka tersebut akan terpelihara supaya tidak rusak dan tetap ampuh, sehingga dapat melindungi masyarakat pendukungnya dari gangguan atau bencana yang akan menimpanya.

Waktu pelaksanaan upacara adat Jamasan Pusaka di Suroloyo setiap tahun sekali, berdasarkan perhitungan kalender Jawa yaitu setiap tanggal 1 Sura. Penentuan tanggal pelaksanaan tersebut berdasarkan pesan dari para leluhur yang diwariskan secara turun-temurun kepada generasi penerusnya. Pelaksanaan upacara adat Jamasan Pusaka di Suroloyo bertempat di Sendang Kawidodaren yang dipercaya dahulu merupakan bekas peninggalan cikal-bakal dari dusun tersebut. Adapun tempat-tempat pelaksanaan upacara adat Jamasan Pusaka di Suroloyo adalah sebagai berikut:

 Halaman Patung Punakawan yang terletak di kaki bukit Suroloyo, yang terletak di Dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo.

 Sendang Kawidodaren yang terletak di Dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo.

 Gedhong Pusaka yang terletak di sisi barat Sendang Kawidodaren, di Dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo.

Ada beberapa pantangan yang diwajibkan sebelum melaksanakan kegiatan upacara ini diantaranya :

 tidak boleh mengganti waktu pelaksanaan upacara setiap tanggal 1 Sura pusaka tersebut harus dijamasi sesuai dengan yang dipesankan secara turun-temurun oleh para pendahulunya.

 dalam keadaan apapun upacara adat jamasan pusaka harus tetap dilaksanakan, apabila hal tersebut dilanggar akan mendatangkan hal-hal yang kurang baik bagi kehidupan masyarakat pendukungnya, khususnya masyarakat Dusun Keceme di wilayah perbukitan Suroloyo.