Ery Mefri, Koreografer Tari Kontemporer Berakar Tradisi Minang

0
8179

Penerima Anugerah Kebudayaan Kategori Pencipta, Pelopor, dan Pembaru 2016. Ery Mefri adalah seorang koreografer pelopor tarian kontemporer yang berakar tradisi Minang. Karya-karya tarinya mendapat perhatian dari berbagai festival internasional, antara lain di Australia, Jerman, Amerika Serikat, dan Singapura. Peraih penghargaan Tuan Sakatao dari gubernur Sumatera Barat ini juga turut melestarikan seni tradisi Minangkabau melalui festival pertunjukan seni tradisi, “Festival Nan Jombang Tgl 3”, yang diselenggarakan setiap bulan di sanggarnya, Ladang Nan Jombang, di kota Padang.

Falsafah Minang, “alam takambang jadi guru” (alam terkembang adalah guru), Ery hayati menjadi nilai-nilai dalam menjalani aktivitas koreografinya.  Ia mencintai seni tradisi dan memperbaharuinya dalam genre tarian kontemporer. Menurut Ery, masuknya unsur modern adalah bagian dari pengayaan tradisi, yang pada dasarnya tidak merusak satu sama lain, melainkan saling melengkapi dan mengisi. Adapun tarian adalah napas hidup yang mengasah kepekaan nurani yang dibutuhkan setiap bangsa dan negara.

Di Solok, Sumatera Barat, Ery kecil tumbuh dalam buaian bunda yang terampil menenun benang emas. Ibunya, Nurjanah, juga seorang pelantun nyanyian Minang. Sering Ery kecil tertidur sambil menikmati ibunya bersenandung. Ayahnya, Jamin Manti Jo Sutan, adalah maestro tari tradisi Minangkabau. Ery kecil  yang sering tertidur dalam pangkuan ayahnya saat memberikan latihan tari, akrab dengan bunyi gendang  dan nyanyian tradisi. Pandangan mata Ery kecil tak lepas dari gerak tari yang menjadi dunia ayahnya. Begitulah, koreografer yang lahir 23 Juni 1958 ini pun sejak masih balita tumbuh dalam napas seni. Rumah dan kedua orangtuanya adalah akademi pertama baginya untuk berkesenian.

Sejak duduk di SD, Ery terampil menenun benang emas, meskipun umumnya seni tenun dijalankan oleh anak perempuan. Ketika orang-orang menantangnya untuk menari, Ery  menarikan tari piring dengan penuh daya pikat, padahal ia belum sempat turut berlatih. Ayahnya tercengang saat melihat penampilannya yang pertama. Rupanya, pendengaran dan pengamatannya pada tarian saat ia dalam buaian ayahnya yang membimbingnya.

new-picture-3Namun demikian profesi menari bukanlah profesi yang diharapkan oleh  masyarakat di kampung kelahiran Ery. Tidak juga menjadi harapan sang ayah baginya. Jadi seniman tak bisa kaya, begitu pandangan orang-orang. Ayahnya bahkan menjanjikan akan membelikan Ery sepeda motor bila ia bersedia melanjutkan pendidikan SMP di bidang pertanian. Tetapi Ery memilih melanjutkan pendidikan sekolah menengah karawitan Indonesia (SMKI) di Padang, tempat ia melanjutkan ketekunan dan kecintaannya pada seni tari.

Memilih jalan seni tak lepas dari inspirasi kedua orangtuanya. “Bapak kok hidupnya sangat enak, padahal tidak terlalu kaya. Ibu juga miskin tapi hidupnya enak. Keduanya sangat penyayang,” tutur Ery. Ia belajar betapa seni membuat pribadi  orang lebih santun dan beretika. Ia bertekad ingin seperti mereka yang menyayangi orang lain, apa pun tantangannya.

Selepas SMKI, Ery menjadi pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Padang. Tahun 1983, Ery mendirikan sanggar Nan Jombang yang ia pimpin sampai sekarang. Pada tahun yang sama, karya pertamanya, tarian “Nan Jombang”, lahir.  Tarian ini lahir dari keinginan mengekspresikan diri di atas keyakinan potensi diri  dan tradisi Minangkabau. Suatu koreografi baru yang tetap berpijak dan berakar pada tradisi dan spirit kedirian koreografer dan kebudayaan Minangkabau.

Ery meyakini kebudayaan Mingangkabau melimpah dengan ide. Karena itu, akar Minangkabau menjadi landasan penting dalam penggarapan karya-karyanya, sekaligus  nyala semangat bagi proses kreativitasnya. Falsafah “alam takambang jadi guru” ia hayati menjadi nilai-nilai dalam menjalani aktivitas koreografi. Bersama sanggar yang didirikannya, Ery terus berjalan menciptakan tarian-tarian kontemporer yang berakar dari tradisi Minang. Dua puluh lima tahun ia menghidupkan sanggarnya tanpa dukungan, termasuk dukungan dari pemerintah. Tahun 2004, Nan Jombang mulai dikenal dunia,  setelah mereka mengikuti Indonesia Performing Art Market (IPAM) di Bali. Karya Ery mendapatkan perhatian dari Andrew Ross, Direktur Brisbane Powerhouse. Ia mengundang Nan Jombang untuk tampil di Australia dan didanai Brisbane Powerhouse Australia.

Dengan basis tradisi yang kuat, karya tari Ery terus mendapatkan  undangan pertunjukan dari empat benua, antara lain Singapura, Brisbane,  Jerman dan Amerika Serikat. Apresiasi dunia tersebut tak lepas dari ketekunan para penari Nan Jombang.  Setiap hari, tak kurang dari enam jam para penari mengolah dan mengekplorasi gerakannya. Berlatih menari adalah napas mereka dan pementasan adalah ruang jeda-rehat sekaligus perayaan. Apresiasi dari Brisbane Powerhouse terus berlanjut, sejak tahun 2008, mereka menjadi tim yang mendukung pencahayaan untuk setiap pertunjukan Nan Jombang.

new-picture-2Sanggar Nan Jombang yang penarinya sebagian adalah istri dan putra-putri Ery, rupanya tidak semata sanggar untuk berkreasi tetapi juga sekumpulan seniman yang memikirkan keberlanjutan berkesenian di kota mereka. Menyadari sulitnya penghargaan  dan dukungan terhadap seni, baik dari masyarakat maupun negara, para penari teguh dalam merawat kesenian. Dalam perjalanan pertunjukan ke berbagai negara, sanggar ini selalu membawa bekal beras, rendang, dan melakukan perjalanan secara bersahaja. Dengan begitu mereka bisa mengumpulkan uang saku dan honnor untuk membangun tempat berlatih dan bertunjukan.

Tahun 2009, Nan Jombang berhasil membangun  padepokan yang diberi nama Ladang Tari Nan Jombang. Ladang tari ini menyediakan fasilitas ruang latihan, tempat pertunjukan indoor dengan kapasitas 250 penonton, dan tempat pertunjukan outdoor yang mereka namakan “Medan Nan Bapaneh” dengan kapasitas 300 penonton. Ery berharap Ladang Tari Nan Jombang menjadi salah satu tempat kantong kesenian di Sumatera Barat.

Sebagai ucapan terima kasih pada seni tradisi yang menginspirasi karyanya, Ery menyediakan  festival khusus untuk seni tradisi di ladang tarinya.  Festival yang diadakan sejak 2013 diberi nama “Festival Nan Jombang Tanggal  3”,  sebuah festival kesenian tradisional yang diselenggarakan setiap  tanggal 3, sebagai kontribusi Nan Jombang pada pelestarian kesenian tradisi.

Ery juga membuat festival tahunan pertunjukan kontemporer KABA Festival. Festival  ini menampilkan seni pertunjukan kontemporer yang berbasis  tradisi.  Festival ini juga  menghadirkan karya-karya seniman Sumatera Barat dan kelompok kesenian dari luar negeri. Melalui KABA Festival, Ery mengundang “buyers”:  direktur festival, manajer festival, produser dari dalam dan luar negeri, agar “buyers” agar dapat melihat potensi karya seni pertunjukan kontemporer (tari, teater dan musik) yang kaya dan beragam di Sumatera Barat.  Setiap bulan di Ladang Tari Nan Jombang juga diselenggarakan diskusi tentang seni dan budaya, yang telah berlangsung sejak 2014.

Saat ini Ery sedang menggarap koreografi “Cindua Mato”, yang mengisahkan perempuan sebagai ibu dari segala manusia. Karya terbarunya ini berencana tampil perdana pada 2017 mendatang. Begitulah, tarian rupanya napas bagi hidup Ery. Menurutnya,  tak sedetik pun  ia tak menari. Ery percaya menari memperhalus nurani.  Karena itu, menari sangat penting bagi hidup bernegara. Ia berharap negara dapat memberi kasih sayang yang murni pada seniman dan menyadari kesenian sebagai napas sehari-hari bangsa  Indonesia.

Terkait Anugerah Kebudayaan  2016 untuk Kategori Pencipta, Pelopor, dan Pembaharu dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang diterimanya, Ery memandang penghargaan ini sangat penting. Karena kalau tidak menghargai budaya sendiri, bangsa Indonesia dapat melupakan sejarah dan akarnya.  Penghargaan juga memberi semangat kepada yang berkarya. Dan, semangat itu akan menyebar ke lebih banyak orang.new-picture-1

Biodata

Lahir : Solok, 23 Juni 1958
Alamat: Gunung Sarik, Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, 25173

Kontak: 08126616716

www.nanjombangdance.com

Pendidikan

Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) Padang

Jabatan/Karier

  • Pediri, pimpinan dan koreografer Nan Jombang Dance Company (sejak 1983)
  • Penggagas dan penyelenggara “Galanggang Tari Sumatera” (1988 – 2003)
  • Penggagas dan penyelenggara festival tarian kontemporer “KABA Festival” (sejak 2014)
  • Penggagas dan penyelenggara pertunjukan seni tradisi  “Festival Nan Jombang Tgl 3” (sejak  2013)

Kegiatan

  • Memberikan workshop Tekhnik Tari Piring Tradisional di NAFA University Singapura (2009)
  • Memberikan worksop Tekhnik Tari dan Koreografi, “Mengkiati Tari Tradisi sebagai Basic untuk Digarap menjadi Tari Kontemporer” kepada guru kesenian se –Jawa Timur, (2008)
  • Mengikuti “ Queensland Music Festival”di Brisbane Powerhouse, Australia (2005)
  • Menghadiri “Kongres Ritual Asia Eropa”  di Tejakula, Bali (2000)
  • Menyelenggarakan “Forum Kerja Koreografer 3 Negara”: Indonesia, Amerika dan Korea (2000)
  • Mengikuti “American Dance Festival” di Durham, Carolina Utara dan New York, Amerika Serikat (1994)
  • Mengikuti “Indonesian Dance Festival” di TIM Jakarta , “The big question” (1994)

Karya Tari

  • “Cindua Mato” (2016)
  • “Tarian Malam” dan “7 Titik di Awal Kata” (2010)
  • “Sang Hawa” dan “Malin Kundang” (2009)
  • “Rantau Berbisik” (2008)
  • “Karatau” (2007)
  • “Garis ke Pintu” (2006)

Pertunjukan

– Tarian “Sang Hawa”  pada  APAMS (Asean Performing Arts Market), Setouchi,  Jepang (2016)

– Kolaborasi dengan Natya Dance Theatre, Chicago,  USA dan sekaligus premiere karya kolaborasi di Fort Wayne USA (2016)

– Tarian “Rantau Berbisik” pada Malay Heritage Fest, Singapura (2014)

– Tarian “Tarian Malam” pada International Performing Arts Market (IPAM),  Jakarta (2013)

– Tour Amerika  tarian “Rantau Berbisik” bersama Center Stage Department Of State USA (2012)

– Tarian “Rantau Berbisik” pada Festival “Asia Pacific” at Haus Der Kulturen Der Welt di Berlin,  Jerman (2011)

– Tarian “Rantau Berbisik” pada Tokyo Perfoming Arts Market, Tokyo –  Jepang (2010)

– Tarian “Marantau” dan “Rantau Berbisik” pada Pesta Raya,  Esplanade Teater, Singapura (2009)

– Tarian “Hujan Bambu”, kolaborasi dengan group Musik Perkusi Kuno Kini di Bentara Budaya,  Jakarta (2008)

– Tarian “Ratok Piring” dan “Sarikaik” pada pertunjukan di Brisbane Powerhouse Australia  (2007)

Penghargaan

  • Anugerah Kebudayaan kategori Pencipta, Pelopor, dan Pembaharu dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (2016)
  • “Tuah Sakato” dari Gubernur Sumatera Barat, sebagai seniman yang total dan mengabdi untuk kemajuan kesenian dan kebudayaan Sumatera Barat (2008)