Beritabali.com, Denpasar. Salah satu permasalahan yang dihadapi Indonesia dewasa ini adalah terjadinya penguatan identitas primordial dan sektarian di dalam masyarakat, yang dapat mengancam persatuan sebagai bangsa.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Christriyati Ariani, Minggu (4/8) di Sanur, Denpasar. “Ancaman ini tentu harus dijawab dalam suatu bentuk langkah yang kontekstual, pragmatis serta berkelanjutan,” jelasnya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan pada Pasal 7 secara tegas, menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan pemajuan kebudayaan, langkah-langkah atau strategi pendidikan atau pembelajaran kebudayaan bagi generasi muda adalah dengan melakukan pengarusutamaan Kebudayaan melalui pendidikan.
“Pembelajaran keragaman kebudayaan dirasa sangat penting dan salah satu upaya yang efektif untuk mengatasi sektarianisme sekaligus melestarikan nilai-nilai budaya. sejalan dengan Undang-Undang tersebut, pembelajaran keragaman budaya antara lain bertujuan untuk mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, memperkaya keberagaman budaya, memperteguh jati diri bangsa, serta memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa (pasal 4) dengan berasas pada toleransi, keberagaman, partisipatif dan kebebasan berekspresi (pasal 3),” paparnya.
Menurut Dia, salah satu cara yang dirasa cukup efektif adalah dengan melakukan simulasi-simulasi, dalam arti melakukan kegiatan-kegiatan yang mencerminkan kebudayaan secara umum. Ia memberi contoh dengan mengunjungi museum atau obyek wisata yang berbasis budaya, mengaktifkan permainan tradisional, menyanyikan lagu-lagu daerah, atau menyelenggarakan kegiatan budaya. (bbn/aga/rob)  

Sumber: beritabali.com