Penghayat kepercayaan dalam artian luas didefinisikan sebagai masyarakat yang menganut agama tradisional di luar enam agama yang diakui oleh negara. Di Indonesia terdapat banyak aliran kepercayaan yang dianut oleh masyarakat seperti Sunda Wiwitan, Parmalim, Kejawen, Kaharingan dan masih banyak lagi penghayat kepercayaan yang sudah ada di masyarakat sejak dahulu kala sebelum masuknya agama mayoritas. Pasal 29 UUD 1945 yang menyebutkan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk utuk memeluk agama masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaan itu”

Arkeolog Agus Widiatmoko menjelaskan pada historia.id bahwa agama atau kepercayaan terdahulu yang dipegang oleh para penghayat memiliki tiga prinsip yaitu hubungan manusia dengan Yang Maha Kuasa, dengan sesama manusia dan dengan tumbuhan, hewan dan lingkungan. Pemerintah melindungi setiap masyarakat untuk memeluk kepercayaan yang mereka yakini dalam mewujudkan hal itu pemerintah mengaturnya dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tertuang dalam Pasal 28E ayat (2) dan Pasal 29 ayat (2) bahwa “Penghayat Kepercayaan diakui secara sah oleh negara”. Wujud pengakuan Pemerintah terhadap Penghayat Kepercayaan antara lain dengan dicetaknya kolom agama penghayat kepercayaan di dalam E-ktp oleh Ditjen Dukcapil pada tahun 2019.

Walaupun secara identitas keberadaannya telah diakui, dibutuhkan edukasi lebih lanjut pada masyarakat luas terkait keberadaan para penghayat kepercayaan. Hal tersebut harus dilakukan untuk mendorong sikap terbuka masyarakat terhadap mereka sehingga tak ada lagi diskriminasi yang diterima oleh para penghayat kepercayaan. Oleh karena itu Kemendikbud Ristek melalui Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Direktorat Jenderal Kebudayaan berpatisipasi sebagai salah satu narasumber dalam Dialog Interaktif Aliran Kepercayaan Provinsi DKI Jakarta yang diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam rangka mewujudkan kehidupan antar umat beragama dan Aliran Kepercayaan yang harmonis dan toleran.

Acara dihadiri oleh sekitar 100 peserta, yang terdiri dari tokoh-tokoh agama dan Penghayat Kepercayaan yang ada di DKI Jakarta. Dialog Interaktif dimaksudkan sebagai ruang edukasi terhadap masyarakat luas serta peningkatan wawasan dan pengetahuan tokoh-tokoh agama mengenai keberadaan Kepercayaan Terhadap Tuhan YME di Provinsi DKI Jakarta.

Narasumber dalam Dialog ini adalah Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Ketua Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta dan MLKI DKI Jakarta.

Dalam diskusi disampaikan beberapa hal:

  1. Menumbuhkan sikap terbuka di masyarakat sehingga tak ada lagi diskriminasi yang diterima oleh para Penghayat Kepercayaan.
  2. Menguatkan nilai-nilai kerukunan serta membangun sikap toleransi, saling menghormati dan menghargai antar umat beragama dan Aliran Kepercayaan.
  3. Mendorong Penghayat Kepercayaan untuk terbuka dalam aktulisasinya di kehidupan bermasyarakat.