Dalam rangka memperkenalkan kebudayaan suku di Indonesia, khususnya Suku Mentawai kepada masyarakat luas, serta merefleksikan relevansi kebudayaan tersebut dengan pembangunan berkelanjutan kontemporer. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memberikan ruang seluas-luasnya, serta mendorong upaya-upaya inisiatif pengenalan budaya yang dilakukan oleh generasi muda. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjenbud) melalui Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat (Dit. KMA) menggandeng, berkolaborasi dengan mahasiswa dan juga perguruan tinggi dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka.

Bersama dengan Indonesia Institute of Advanced International Studies (INADIS) dan Universitas Kristen Indonesia (UKI), Dit. KMA menyelenggarakan Distraksi III (Diskus, Atraksi, dan Kreasi) dalam tajuk Arat Sabulungan : Membangun Jalan Hidup Keberlanjutan Suku Mentawai. Rangkaian kegiatan ini dilaksanakan di dua tempat berbeda, tanggal 24 November 2022 di MBloc Space, Jakarta Selatan dan tanggal 29-30 di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Pusat.

“Supaya generasi muda itu mengenal kearifan-kearifan lokal yang dimiliki oleh suku-suku bangsa di Indonesia,” ujar Sjamsul Hadi, Direktur KMA.

“Masing-masing (suku di Indonesia) dikenal dari Sabang-Merauke, sesuai amanat Bapak Presiden Jokowi, ada upaya-upaya kemandirian. Seperti ketahanan pangan berbasis masyarakat apabila terjadi goncangan ekonomi dunia maka Indonesia tetap stabil,” imbuhnya.

Kegiatan berupa seminar dan pameran disertai dengan atraksi budaya khas Suku Mentawai. Di antara berbagai ribuan suku yang ada di Indonesia, Suku Mentawai merupakan salah satu suku tertua yang telah bermukim ribuan tahun di Nusantara. Termasuk dalam cakupan ras Proto Melayu, Suku Mentawai hidup di bagian barat Pulau Sumatra, antara lain Pulau Siberut, Pulau Pagai Utara, dan Pulau Pagai Selatan. Suku Mentawai memiliki sistem kepercayaan yang dikenal dengan sebutan Arat Sabulungan. Arat Sabulungan bukan hanya sebuah kepercayaan, tapi merupakan jalan hidup Suku Mentawai. Arat Sabulungan mengatur banyak hal dalam tatanan kehidupan Suku Mentawai. Mulai dari upacara adat, pengetahuan obat-obatan tradisional, kemampuan bertahan hidup, penghormatan terhadap alam semesta (mengambil secukupnya sesuai kebutuhan), kepercayaan terhadap empunya kehidupan (Taikamanua) dan seluruh aktivitas masyarakat adat.

Seminar dilaksanakan dalam bentuk diskusi panel yang diisi oleh pembicara yang kompeten dengan membawakan 3 topik utama diantaranya “Peran Kehidupan Suku Mentawai Terhadap Program SDG Number 13” oleh Darynaufal Mulyaman, S.S., M.Si. (Dosen Hubungan Internasional UKI), “Relevansi Hidup Suku Mentawai dalam Pandangan Etnobiologi Terhadap Program  SDG number 15” oleh Prof. Mariana Silalahi (Etnobiologi mengenai obat herbal), dan “Kehidupan Suku Mentawai dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)” oleh Sari Fitriani, S.Si., M.B.A., M.Sc. (Aktivis Budaya).

Dalam rangkaian kegiatan acara ini diramaikan dengan pameran seputar kebudayaan suku Mentawai. Mulai dari ajang pameran artefak, alat musik, peralatan berburu, pakaian adat, dan masih banyak lainnya. Pameran ini bertujuan untuk meresapi dan memaknai kembali kebudayaan suku Mentawai dengan merasakan langsung atmosfernya.

Selain itu, kegiatan ini dimeriahkan dengan pameran foto kehidupan Suku Mentawai, atraksi budaya tarian Turuk Laggai diiringi permainan alat musik tradisional khas Mentawai, “Ruang Titi” atau ajang tato tradisional Mentawai, dan pemutaran film dokumenter “Ritual Mentawai”.