Yogyakarta Dalam Lintasan Sejarah

0
1276

Yogyakarta Dalam Lintasan Sejarah

Oleh : Suhatno

Berdirinya Kasultanan Yogyakarta sebagai akibat Perjanjian Gianti 13 Pebruari 1755 yang dikenal dengan nama Palihan Nagari. Dalam Perjanjian Gianti ini Kerajaan Mataram dibagi dua antara Sunan Paku Buwono III dengan P Mangkubumi. Separo dikuasai Sunan Paku Buwono III tetap bertahta di Kasunanan Surakarta sedangkan P Mangkubumi bertahta di Yogyakarta. P. Mangkubumi setelah dinobatkan sebagai Sultan bergelar “Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalogo Ngabdurakhman Sayidin Panotogomo Kalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping I ing Ngayogyokarto Hadiningrat. Satu bulan setelah Perjanjian Gianti yaitu pada tanggal 13 Maret 1755 Sultan Hamengku Buwono I mengumumkan bahwa separo dari Kerajaan Mataram yang dikuasainya itu diberi nama Ngayogyokarto Hadiningrat. Sejak itu Sultan Hamengku Buwono I bersiap-siap membangun ibukota dan keraton sebagai pusat pemerintahan. Untuk sementara sultan bersama keluarga dan pengikut-pengikutnya menempati pesanggrahan Gamping yang dikenal dengan nama Pesanggrahan Ambarketawang.

Pembangunan keraton dimulai pada tanggal 9 Oktober 1755 setelah sebagian dari bangunan-bangunan keraton bisa ditempati, Sultan Hamengku Buwono I pindah ke kraton. Kepindahan Sultan Hamengku Buwono I dari Pesanggrahan ke Keraton ini dilaksanakan pada tanggal 7 Oktober 1756 (Darmosugito, 1956 – 18)

Setelah Sultan Hamengku Buwono I bertahta maka pihak VOC (Belanda) merasa perlu mengawasi pertumbuhan Kasultanan Yogyakarta. Hal ini disebabkan Sultan Hamengku Buwono I dianggap berbahaya bagi VOC, sehinga perlu diawasi. Oleh karena itu di Yogyakarta VOC menempatkan seorang residen. Residen pertama yang diangkat adalah Cornelis Donkel dan menjabat sebagai residen tahun 1755 – 1761. Kecuali itu dalam rangka mengawasi Sultan VOC juga mendirikan Benteng Rustenburg yang kemudian berganti nama Vredeburg.

Ketika Daendels diangkat sebagai Gubernur Jenderal tahun 1808 – 1811, ia mengangkat wakil-wakilnya di keraton Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Apabila Sunan Paku Buwono mau tunduk, maka Sultan Hamengku Buwono II menentang. Akibatnya pada tahun 1810 Daendels menurunkan Sultan Hamengku Buwono II dan diganti putra mahkota bergelar Sultan Hamengku Buwono III. Meskipun Sultan Hamengku Buwono II telah diturunkan dari tahta tetapi masih diperkenankan untuk tinggal dalam keraton sehingga disebut Sultan Sepuh. Sedangkan Sultan Hamengku Buwono III yang berkuasa disebut Sultan Raja.

Sejak di tanda tangani Kapitulasi Tuntang tanggal 18 September 1811 kekuasaan Jawa jatuh ke tangan Inggris. Mendengar bahwa Belanda telah kalah maka Sultan Hamengku Buwono II (Sultan Sepuh) segera mengambil alih lagi tampuk pemerintahan di Kasultanan Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono III (Sultan Raja) di kembalikan lagi ke kedudukan semula sebagai putra mahkota.

Selengkapnya download file pdf berikut ini: Yogyakarta_dalam_Lintansan_Sejarah